Profil Tampang Noxa Kreator Tung Tung Tung Sahur yang Kecewa Karyanya Digunakan Tanpa Izin, Lengkap: Umur, Agama dan Akun IG

Tung-Instagram-
Profil Tampang Noxa Kreator Tung Tung Tung Sahur yang Kecewa Karyanya Digunakan Tanpa Izin, Lengkap: Umur, Agama dan Akun IG
Noxa Sang Kreator Tung Tung Tung Sahur Ngaku Kecewa, Usai Karyanya Digunakan Tanpa Izin Padahal Dibuat dengan Aplikasi AI
Kontroversi Tung Tung Tung Sahur: Hak Cipta Karya AI Jadi Sorotan Setelah Digunakan Tanpa Izin oleh Garena Free Fire
Pernah menjadi viral di media sosial, desain ikonik bertajuk Tung Tung Tung Sahur kembali mencuri perhatian publik. Namun kali ini, bukan karena sisi unik dan kekinian dari visual tersebut, melainkan karena terlibat dalam sebuah kasus dugaan pelanggaran hak cipta yang melibatkan salah satu game mobile populer, Garena Free Fire .
Dalam beberapa waktu terakhir, jagat maya dihebohkan dengan laporan bahwa karakter atau visual dari Tung Tung Tung Sahur diduga digunakan secara sepihak oleh pihak pengembang game tanpa izin dari penciptanya. Sang kreator pun menyampaikan rasa kecewanya melalui unggahan media sosial, menegaskan bahwa desain tersebut adalah hasil karyanya yang telah lebih dulu dipublikasikan secara mandiri.
Yang menarik, karya tersebut dibuat menggunakan bantuan teknologi AI art generator . Meski begitu, sang kreator tetap merasa memiliki hak atas karya tersebut, baik secara moral maupun ekonomi. Polemik ini membuka diskusi serius mengenai perlindungan hukum untuk karya seni yang lahir berkat campur tangan kecerdasan buatan.
Desain Viral yang Terbentuk Berkat AI
Tung Tung Tung Sahur awalnya muncul sebagai bagian dari konten Ramadan yang lucu dan menghibur. Visual yang memadukan nuansa tradisional dan modern membuatnya cepat populer di platform seperti TikTok, Instagram, hingga Twitter. Tak hanya itu, kreativitas ini juga mendapat apresiasi luas dari kalangan kreator digital lainnya.
Namun popularitas ini justru menjadi bumerang ketika kemudian visual tersebut diduga digunakan tanpa izin oleh pihak Garena Free Fire , salah satu game battle royale yang sangat diminati di Indonesia. Dalam pembaruan fitur terbaru game tersebut, karakter yang dinilai mirip dengan visual Tung Tung Tung Sahur muncul sebagai item koleksi dalam game.
Sang kreator menyatakan bahwa tidak ada komunikasi resmi ataupun konfirmasi dari pihak developer sebelum visual tersebut digunakan. Hal inilah yang memicu gelombang protes dari netizen dan kalangan kreator lokal.
Pertanyaan Besar tentang Hak Cipta Karya Berbasis AI
Masalah utama dari kasus ini adalah status hukum dari karya seni yang dibuat dengan bantuan AI. Di Indonesia, UU Hak Cipta belum secara eksplisit mengatur soal kepemilikan karya yang dihasilkan lewat alat kecerdasan buatan. Padahal, jumlah karya jenis ini semakin meningkat seiring perkembangan teknologi.
Secara umum, ada dua kubu dalam debat ini. Sebagian kreator berpendapat bahwa mereka berhak atas karya AI karena mereka yang menyusun prompt, ide dasar, serta memberikan arahan untuk menciptakan gambar tersebut. Mereka melihat AI sebagai alat, bukan kreator mandiri.
Sebaliknya, banyak ahli hukum dan pakar teknologi yang berpandangan bahwa karya AI sulit dikategorikan sebagai karya cipta yang bisa dilindungi oleh undang-undang karena tidak ada kreativitas manusia yang cukup signifikan dalam proses pembuatannya.
Posisi kreator AI pun menjadi ambigu. Di satu sisi, mereka merasa dirugikan jika karya mereka digunakan tanpa izin. Di sisi lain, mereka tidak bisa menuntut secara hukum karena payung hukum yang masih kabur.
Kasus Ini Bukan yang Pertama dan Bisa Jadi Bukan yang Terakhir
Kasus Tung Tung Tung Sahur bukanlah yang pertama kali sebuah karya digital menjadi objek penyalahgunaan. Beberapa tahun terakhir, banyak kreator visual, ilustrator, hingga fotografer yang mengeluhkan karya mereka dicuri, diedit, atau bahkan digunakan dalam produk komersial tanpa izin.
Yang membedakan kasus ini adalah faktor AI. Dengan semakin mudahnya akses ke AI image generator , semakin tinggi pula risiko terjadinya plagiarisme digital. Apalagi jika tidak ada regulasi yang jelas untuk melindungi kreator.
Pada akhirnya, ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan seniman dan desainer digital. Mereka takut AI malah menjadi alat untuk meniru karya orang lain tanpa batasan hukum yang jelas. Bahkan, beberapa khawatir industri kreatif akan terdisrupsi secara negatif jika tidak ada perlindungan yang memadai.
Negara Lain Sudah Mulai Atur Regulasi, Indonesia Kapan?
Di tengah situasi ini, sejumlah negara mulai merancang kebijakan untuk mengatur penggunaan AI dalam bidang seni dan kreativitas. Jepang, Amerika Serikat, hingga Uni Eropa mulai menyusun kerangka hukum yang bisa melindungi kreator sekaligus mendorong inovasi teknologi.
Sayangnya, Indonesia masih tertinggal dalam hal ini. Undang-undang Hak Cipta yang saat ini berlaku belum mengakomodasi perkembangan teknologi seperti AI, blockchain, dan NFT. Padahal, sektor kreatif digital Indonesia memiliki potensi besar yang sayang jika tidak didukung dengan regulasi yang memadai.
Pemerintah, termasuk Kemenkumham selaku otoritas HAKI (Hak Kekayaan Intelektual), harus segera melakukan revisi UU Hak Cipta agar dapat menjawab tantangan zaman. Perlindungan bagi kreator digital harus menjadi prioritas agar mereka tidak menjadi korban dari kemajuan teknologi yang seharusnya memberdayakan.
Tanggapan Publik dan Netizen
Di media sosial, respons publik terhadap kasus ini terbagi. Sebagian besar warganet menyatakan dukungan kepada sang kreator, menyebut bahwa ia berhak atas karyanya meskipun dibuat dengan AI. Mereka menilai bahwa ide dan konsep awal adalah milik kreator, sehingga penggunaan tanpa izin merupakan bentuk pelanggaran etika.
Namun, tidak sedikit pula yang skeptis. Ada yang berpendapat bahwa karya AI tidak bisa diklaim secara personal karena proses pembuatannya melibatkan database besar yang bukan hasil karya individu.
Baca juga: Jenis Kelamin Baby V Anak Nita Vior dan Vincent Kosasih Akhirnya Terungkap!