Pria Mengaku Cucu Mantan Bupati Bekasi Viral, Warung Kopinya Dibongkar Satpol PP, Begini Kronologinya

Kdm-Instagram-
Pria Mengaku Cucu Mantan Bupati Bekasi Viral, Warung Kopinya Dibongkar Satpol PP, Begini Kronologinya
Viral di media sosial kisah seorang pria bernama Irwansyah yang mengaku sebagai cucu dari mantan Bupati Bekasi periode 1958–1960, H. Nausan. Meski menyandang garis keturunan elite politik daerah, nasibnya justru tak semewah silsilah keluarganya. Pria asal Kampung Gabus, Desa Srimukti, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi ini harus kehilangan mata pencahariannya setelah warung kopi tempat ia mencari nafkah dibongkar oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Warung sederhana yang berdiri di tepi Jalan Kong Isah tersebut selama ini menjadi tumpuan hidup Irwansyah. Sebelumnya, pria yang pernah bekerja sebagai petugas keamanan itu memutuskan untuk membuka usaha warung kopi dan menjual minuman ringan sebagai penghasilan utama. Namun, harapan untuk bisa bertahan hidup dengan tenang terpaksa buyar saat bangunan tempat ia mencari rezeki dirubuhkan dalam operasi penertiban bangunan liar.
Garis Keturunan Tak Menjamin Kemudahan Hidup
Yang menarik perhatian publik adalah pengakuan Irwansyah bahwa dirinya merupakan cucu dari almarhum H. Nausan, mantan Bupati Bekasi pada era awal kemerdekaan. Sayangnya, status kekerabatannya tersebut tidak memberikan perlindungan khusus baginya. Bangunan warungnya tetap dianggap ilegal karena berdiri di atas lahan negara, sehingga masuk dalam target penertiban oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Irwansyah menceritakan, proses pembongkaran tergolong cepat. Ia hanya diberi waktu satu hari setelah mendapat surat peringatan dari petugas. "Dikasih peringatan sehari, besoknya langsung dibongkar. Padahal saya mau bongkar dulu atapnya, masih bisa dipakai," tuturnya dengan nada kecewa.
Gubernur Jabar Langsung Turun Tangan
Setelah kabar pembongkaran warung Irwansyah viral, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, langsung merespons dengan menemui langsung warga tersebut. Dalam pertemuan yang berlangsung secara spontan, Dedi mendengarkan curahan hati Irwansyah sekaligus memberikan penjelasan terkait alasan di balik penertiban bangunan liar di wilayah tersebut.
Menurut Dedi Mulyadi, tindakan tegas diperlukan untuk mencegah risiko yang lebih besar, salah satunya adalah potensi banjir akibat penyempitan aliran sungai lantaran maraknya bangunan di bantaran sungai. "Kalau banjir terjadi, tetap gubernur yang disalahkan. Jadi harus diantisipasi dengan menata bantaran sungai dan mencegah bangunan liar," ujar Dedi, seperti dikutip dari sejumlah sumber media lokal.
Lebih lanjut, Dedi menekankan pentingnya penataan ruang yang baik, terutama di wilayah-wilayah yang rawan akan pelanggaran tata guna lahan. Ia menyoroti beberapa fenomena yang kerap terjadi di Kabupaten Bekasi, seperti sampah yang menumpuk di pinggir jalan, perumahan yang dibangun di tengah sawah, hingga maraknya bangunan liar di sepanjang bantaran sungai.
Penertiban Harus Disertai Solusi
Meskipun pemerintah memiliki alasan kuat untuk menertibkan bangunan liar, banyak pihak berpendapat bahwa tindakan represif harus diimbangi dengan solusi konkret bagi masyarakat yang terdampak. Kasus Irwansyah menjadi contoh betapa ada warga yang terpaksa kehilangan sumber pendapatan karena kebijakan yang diterapkan secara tiba-tiba tanpa persiapan relokasi atau alternatif penghidupan lain.
Dalam konteks ini, Dedi Mulyadi tampak berusaha menjembatani antara kebijakan pemerintah dengan aspirasi masyarakat. Pertemuannya dengan Irwansyah bukan sekadar pencitraan, melainkan bentuk komunikasi langsung antara pejabat dan rakyat untuk saling memahami kondisi di lapangan.