Detik-Detik Mencekam: Video 22 Detik Penemuan Jasad Diplomat Muda Arya Daru Beredar, Warganet Heboh Soroti Lakban di Wajah

Arya-Instagram-
Detik-Detik Mencekam: Video 22 Detik Penemuan Jasad Diplomat Muda Arya Daru Beredar, Warganet Heboh Soroti Lakban di Wajah
Kasus kematian tragis Arya Daru Pangayunan, diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), masih menyisakan tanda tanya besar di benak publik. Meski pihak kepolisian telah merilis hasil penyelidikan yang menyatakan tidak ada indikasi keterlibatan pihak lain dalam insiden tersebut, justru muncul gelombang pertanyaan baru dari masyarakat. Apalagi setelah beredar sebuah video singkat berdurasi 22 detik yang merekam detik-detik penemuan jasad Arya di kamar kosnya di Jalan Gondangdia Kecil, Menteng, Jakarta Pusat.
Video yang kini menjadi sorotan luas di media sosial itu menampilkan momen mencekam saat penjaga kos pertama kali menemukan jenazah sang diplomat. Dalam rekaman tersebut, terlihat jelas kondisi jasad Arya yang terlentang di atas kasur, tertutup selimut, namun bagian kaki kanannya terlihat menonjol keluar dengan posisi sedikit menekuk. Yang paling mencengangkan: wajah korban tertutup lakban, termasuk mulutnya.
Video Viral dan Reaksi Warganet
Video tersebut pertama kali diunggah oleh akun Twitter @heraloebss pada 31 Juli 2025 dan langsung menarik perhatian warganet. Hingga kini, unggahan tersebut telah ditonton lebih dari 62.6 ribu kali, dengan ratusan komentar yang memperdebatkan kejanggalan-kejanggalan dalam kasus ini.
“Detik-detik penemuan jenazah diplomat Kemlu Arya Daru dengan wajah tertutup lakban. Biasanya pelaku bundir (bunuh diri) meniru cara-cara umum seperti melompat dari ketinggian, menggantung diri, menabrakkan diri ke kendaraan, atau minum racun. Serius nanya, bundir dengan cara melakban wajah sudah pernah/sering terjadi kah?” tulis akun tersebut, memicu diskusi panjang di ranah digital.
Dalam video, penjaga kos yang mengenakan kemeja putih dan celana pendek terlihat mendekati kasur dengan langkah hati-hati. Saat membuka selimut, ia langsung terkejut melihat kondisi wajah Arya yang tertutup lakban. Suaranya terdengar gemetar, penuh kebingungan.
“Kok di lakban sih, foto pak, foto… Dilakban mulutnya. Mulutnya kok di lakban itu? Foto pak, saya gak mau,” ucapnya sambil mundur perlahan, seolah tak sanggup melihat pemandangan itu lebih lama.
Kalimat tersebut langsung menjadi sorotan. Banyak yang merasa bahwa reaksi penjaga kos terasa alami, namun justru memperkuat kesan bahwa situasi di lokasi kejadian sangat tidak biasa.
Kejanggalan yang Tak Bisa Diabaikan
Meski kepolisian telah menyatakan bahwa tidak ada tanda-tanda kekerasan atau keterlibatan pihak ketiga, serta menyebut kematian Arya murni akibat bunuh diri, banyak pihak justru meragukan kesimpulan tersebut. Salah satu alasan utamanya adalah metode yang digunakan: menutup mulut dengan lakban.
“Secara psikologis, orang yang berniat bunuh diri biasanya memilih metode yang cepat dan pasti. Menutup mulut dengan lakban bukan hanya tidak efektif, tapi juga sangat tidak lazim,” ujar dr. Rini Handayani, psikolog forensik yang kerap menjadi narasumber dalam kasus kriminal.
“Ini bukan sekadar soal metode, tapi juga soal motif. Apakah ada tekanan ekstrem yang membuat seseorang memilih cara seperti ini? Atau justru ini merupakan upaya untuk menyamarkan sesuatu?” tambahnya.
Warganet pun tak tinggal diam. Banyak yang mencurigai adanya skenario yang telah direncanakan untuk membuat kematian Arya terlihat seperti bunuh diri. Akun @yayak91117116 menulis, “Opini liar: Sebenarnya itu habis dibekap, pelakunya pakai baju full jadi gak ada jejak DNA, lalu bisa mengelabui atau memanfaatkan celah dari CCTV juga. Pelaku tahu dan memanfaatkan semua barang yang dimiliki korban jadi seperti bundir.”
Pendapat ini diperkuat oleh akun @man_thonk, yang mengkritik cara penjaga kos saat menemukan jenazah. “Gini loh, normalnya orang yang dimintai tolong untuk ngecek kondisi seseorang itu habis buka jendela akan manggil-manggil namanya siapa tau tertidur, baru masuk kalau juga gak kebangun. Sudah masukpun harusnya tetap berusaha bangunin dengan goyang-goyangin kakinya, bukan langsung buka selimut terus drama kaget.”
Apakah CCTV Memberi Jawaban?
Kepolisian sebelumnya mengungkapkan bahwa rekaman CCTV di sekitar lokasi kejadian telah dianalisis secara mendalam. Dari hasil analisis, tidak ditemukan sosok asing yang masuk atau keluar dari kamar kos pada hari kejadian. Selain itu, tidak ada tanda-tanda pergolakan atau perlawanan di dalam kamar.
Namun, akun @bimaghafara menanggapi, “Dalam sejarah, sudah ada orang bunuh diri pakai metode seperti ini. Emang polisi sering susah dipercaya, tapi di kasus ini kayaknya emang sama sekali gak ada bukti keterlibatan pihak lain toh, rekaman CCTV sebelum dan sesudah kejadian lengkap dan emang gak ada tanda-tanda keterlibatan orang lain.”
Meski begitu, masih banyak yang merasa bahwa rekaman CCTV tidak bisa menjadi satu-satunya dasar untuk menutup kasus ini. “CCTV bisa direkayasa, bisa ada blind spot, atau bahkan bisa dimanipulasi. Kita butuh investigasi independen,” tegas akun @domsumurup.
Diplomat Muda yang Ditinggalkan
Arya Daru Pangayunan dikenal sebagai sosok yang cerdas, ambisius, dan memiliki masa depan cerah di dunia diplomasi. Lulusan terbaik dari jurusan Hubungan Internasional di salah satu perguruan tinggi ternama, Arya sempat ditugaskan ke beberapa misi luar negeri dan dianggap sebagai aset berharga bagi Kemenlu.
Namun, di balik karier cemerlangnya, beberapa teman dekat Arya mengungkapkan bahwa ia sempat mengalami tekanan psikologis akibat tugas-tugas berat dan konflik internal di lingkungan kerjanya. “Dia sering bilang capek, stres, dan merasa tidak didukung,” kata seorang rekan kerja yang enggan disebutkan namanya.
Namun, apakah tekanan itu cukup kuat hingga mendorongnya untuk mengakhiri hidup dengan cara yang begitu tidak lazim? Pertanyaan ini masih menggantung.
Desakan untuk Investigasi Ulang
Kasus Arya Daru kini bukan lagi sekadar isu kriminal, tapi juga menjadi cerminan dari kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. Banyak aktivis HAM dan pegiat media sosial mendesak agar kasus ini dibuka kembali untuk investigasi lebih mendalam.
“Kita butuh transparansi. Bukan hanya dari polisi, tapi juga dari Kemenlu. Apakah ada konflik yang tidak diungkap? Apakah ada indikasi intimidasi atau tekanan kerja yang berlebihan?” tanya aktivis hak asasi manusia, Sari Dewi, dalam wawancara eksklusif dengan media lokal.