Profil Tampang Keenan Avalokita Kirana Anak Dee Lestari dan Marcell Siahaan yang Diduga Rasis saat jadi Juara Kontes Performative Male: Umur, Agama dan IG

Profil Tampang Keenan Avalokita Kirana Anak Dee Lestari dan Marcell Siahaan yang Diduga Rasis saat jadi Juara Kontes Performative Male: Umur, Agama dan IG

Keenan-Instagram-

Profil Tampang Keenan Avalokita Kirana Anak Dee Lestari dan Marcell Siahaan yang Diduga Rasis saat jadi Juara Kontes Performative Male: Umur, Agama dan IG
Siapa Keenan Avalokita Kirana? Anak Dee Lestari dan Marcell Siahaan yang Jadi Sorotan Usai Menang di Kontes Performative Male Hingga Diduga Rasis?

Sebuah kontes yang digelar oleh anak-anak muda di Taman Langsat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah salah satu pesertanya yang juga putra dari penulis terkenal Dee Lestari, Keenan Avalokita Kirana, dinobatkan sebagai pemenang. Bukan tanpa kontroversi, kemenangan Keenan dalam ajang yang diberi nama Performative Male Contest ini memicu perdebatan luas di media sosial, khususnya di platform X (dulu Twitter), bahkan menyentuh isu sensitif seperti rasisme dan kepalsuan identitas generasi muda.



Kontes yang diadakan secara santai oleh komunitas urban Jakarta ini awalnya dimaksudkan sebagai bentuk satire terhadap fenomena laki-laki muda yang dianggap terlalu "berusaha" untuk terlihat keren, intelek, atau artistik demi menarik perhatian, terutama dari kalangan perempuan. Istilah performative male sendiri sedang viral di kalangan Gen Z dan Gen Alpha sebagai kritik sosial terhadap perilaku yang dianggap tidak autentik—laki-laki yang tiba-tiba suka buku sastra, minum matcha di kedai hipster, memakai kacamata minus meski tidak butuh, atau membawa tote bag dengan buku terbitan penerbit indie, bukan karena minat, melainkan untuk "dilihat".

Namun, yang membuat kontes ini meledak di jagat maya adalah identitas pemenangnya: Keenan Avalokita Kirana, putra tunggal dari penulis multitalenta Dee Lestari dan musisi ternama Marcell Siahaan. Keenan, yang lahir pada 5 Agustus 2004, langsung menjadi perbincangan hangat setelah foto-fotonya di lokasi kontes beredar luas. Dalam salah satu unggahan yang viral, Keenan tampak membawa buku Breasts and Eggs karya Meiko Kawakami—novel sastra Jepang yang dikenal berat dan penuh makna feminis—sambil mengenakan kacamata bulat, earphone nirkabel, dan tote bag kanvas. Pose tersebut dianggap oleh netizen sebagai "gabungan sempurna" dari estetika performative male.

"Anak Dee Lestari jadi juara Performative Male Competition bukan hal yang ada di daftar bucket list saya tahun 2025," tulis akun @ica_didindin9 dalam cuitan yang telah dibagikan ribuan kali. Cuitan ini menjadi salah satu pemicu utama tren diskusi seputar kontes tersebut.



Banyak netizen yang menganggap Keenan adalah representasi ideal dari kategori yang diperlombakan. Dari gaya berpakaian hingga pilihan bacaan, semua elemen dianggap terlalu "terencana" dan "dibuat-buat". Ada yang menganggapnya lucu, ada pula yang merasa gerah dengan apa yang mereka sebut sebagai "kultur pamer kesadaran palsu" di kalangan anak muda urban.

Namun, sorotan terhadap Keenan tidak berhenti di penampilannya semata. Beberapa hari setelah kemenangannya, warganet mulai menggali akun X pribadinya. Dari sana, muncul dugaan bahwa Keenan pernah menuliskan cuitan-cuitan yang dianggap bermuatan rasis. Meski belum dikonfirmasi secara resmi, beberapa tangkapan layar menunjukkan Keenan menggunakan istilah yang merendahkan kelompok etnis tertentu, serta membuat pernyataan yang dianggap menggeneralisasi negara-negara Afrika dengan stereotip negatif.

Hal ini memperkeruh suasana. Banyak yang mulai mempertanyakan: apakah kemenangan Keenan dalam kontes ini justru ironis? Jika performative male adalah tentang menyamar sebagai sosok yang progresif, feminis, dan terbuka secara sosial, tetapi di balik layar ternyata memiliki pandangan yang diskriminatif, bukankah ini justru membuktikan keaslian dari kritik yang dilayangkan terhadap fenomena tersebut?

"Orang aneh, kompetisi aneh. Semuanya aneh," komentar salah satu warganet.
"Titelnya saja sudah 'performative male', mestinya langsung tahu ini red flag," timpal yang lain.

Beberapa pakar budaya muda dan sosiolog urban pun angkat bicara. Dr. Lintang Pramudita, dosen sosiologi di Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa fenomena seperti ini mencerminkan ketegangan antara identitas digital dan realitas pribadi. "Gen Z sangat sadar akan citra diri, tapi kadang ada celah antara persona online dan nilai yang sebenarnya dipegang. Kontes seperti ini bisa jadi cermin—sekaligus perangkap—untuk mengeksplorasi itu," ujarnya.

Di sisi lain, banyak yang membela Keenan. Mereka menilai bahwa kontes tersebut hanyalah lelucon antar-teman, dan menyeretnya ke ranah publik serta menuduhnya rasis hanya berdasarkan beberapa cuitan lama adalah bentuk cancel culture yang berlebihan. "Dia masih muda, mungkin dulu pernah salah bicara. Tapi langsung dikait-kaitkan dengan rasisme dan dihakimi massal, itu tidak adil," ujar seorang pengikut akun Keenan di media sosial.

Hingga berita ini diturunkan, baik Keenan maupun keluarganya belum memberikan pernyataan resmi. Namun, sang ibu, Dee Lestari, yang dikenal aktif di media sosial dan vokal dalam isu-isu sosial, belum turut serta dalam diskusi yang berkembang. Begitu pula Marcell Siahaan, yang tetap fokus pada karya musiknya.

Kontes Performative Male sendiri sebenarnya bukan yang pertama kali digelar. Beberapa komunitas serupa di Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya juga pernah mengadakan ajang serupa sebagai bentuk satire budaya urban. Namun, belum pernah ada yang menjadi seheboh ini—terlebih karena melibatkan figur publik atau anak dari selebriti ternama.

Baca juga: Apa Penyebab Sayyid Abdul Kadir Putra Sulung Mantan Wali Kota Probolinggo Meninggal Dunia? Benarkah Serangan Jantung? Begini Kronologinya

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya