VIRAL! Buku Bahasa Indonesia Kemendikbud Sisipkan Kode QR yang Mengarah ke Situs Judi Online, Netizen Heboh dan Pertanyakan Keamanan Digital

VIRAL! Buku Bahasa Indonesia Kemendikbud Sisipkan Kode QR yang Mengarah ke Situs Judi Online, Netizen Heboh dan Pertanyakan Keamanan Digital

sekolah-pixabay-

VIRAL! Buku Bahasa Indonesia Kemendikbud Sisipkan Kode QR yang Mengarah ke Situs Judi Online, Netizen Heboh dan Pertanyakan Keamanan Digital

Baru-baru ini, dunia pendidikan tanah air dikejutkan oleh temuan mencengangkan terkait buku pelajaran resmi yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud). Sebuah buku Bahasa Indonesia untuk jenjang sekolah menengah diduga menyisipkan kode QR yang mengarahkan pengguna ke situs perjudian online. Temuan ini langsung viral di media sosial, memicu gelombang kritik, kekhawatiran, dan pertanyaan serius dari publik terhadap sistem pengawasan konten pendidikan di era digital.



Kode QR di Halaman 33, Saat Dipindai Ternyata ke Situs Judi
Insiden ini bermula dari unggahan seorang pengguna Twitter dengan akun @goodrecom pada 4 Agustus 2025. Dalam cuitannya, ia membagikan sebuah video berdurasi 41 detik yang menunjukkan proses pemindaian kode QR yang terdapat di halaman 33 buku Bahasa Indonesia edisi terbaru. Video tersebut memperlihatkan bagaimana saat kode QR di-scan menggunakan kamera ponsel, layar langsung dialihkan ke sebuah situs web yang jelas-jelas berisi konten perjudian online.

“Ini situsnya ke hack atau gimana nih? Kok bisa ada judi online di buku pelajaran resmi?,” tulisnya dalam keterangan video, menunjukkan rasa kaget dan kebingungan.

Unggahan tersebut dengan cepat menyebar luas, mendapat lebih dari 1,7 juta tanda suka dan ribuan komentar dari netizen yang ikut prihatin. Banyak yang menyoroti potensi bahaya jika siswa—yang notabene masih di bawah umur—tanpa sengaja memindai kode tersebut dan terpapar konten dewasa atau ilegal.



Netizen Berspekulasi: Domain Kadaluarsa atau Dibajak?
Tanggapan netizen pun bervariasi, mulai dari kekhawatiran hingga sindiran tajam terhadap kementerian. Salah satu akun Twitter, @nameably, memberikan analisis yang cukup masuk akal secara teknis: “Domain Kemdikbud tidak diperpanjang dan di beli perusahaan judi. Makanya kalau discan ke judi online.”

Dugaan ini mengemuka karena banyak kasus serupa di berbagai instansi pemerintah, di mana domain resmi yang tidak diperpanjang akhirnya dibeli oleh pihak ketiga—termasuk perusahaan iklan atau operator judi online—untuk memanfaatkan trafik dari tautan lama.

Akun lainnya, @messerchmitt10, menambahkan, “Antara domainnya gak diperpanjang atau dibajak admin judi. Ini harus segera diinvestigasi.” Sementara itu, @zinzang69 mengingatkan para netizen untuk berhati-hati saat membahas isu ini, karena bisa berpotensi mendapat konsekuensi hukum. “Hati-hati yang posting nanti disuruh ngadep guru BK, atau dicari yang berwajib. Mirip yang posting belatung MBG,” ujarnya, merujuk pada kasus kontroversial sebelumnya.

Kritik Tajam: Apakah Ini Kesengajaan atau Kelalaian?
Salah satu komentar yang paling mencuri perhatian datang dari akun @buagus17, yang menyindir secara keras: “Kalau benar berarti Kemendikbud punya tujuan terselubung ingin mengajak generasi muda untuk judi online dong. Kok ngeri nih kementerian yang satu ini.”

Meski bernada sarkastik, pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran yang nyata: bagaimana mungkin sebuah institusi pendidikan nasional bisa mengizinkan konten berbahaya masuk ke buku pelajaran yang digunakan oleh jutaan siswa di seluruh Indonesia?

Banyak warganet menuntut transparansi dan pertanggungjawaban dari Kemendikbud. Mereka meminta kementerian untuk segera merilis pernyataan resmi, melakukan audit internal, dan menarik peredaran buku yang terindikasi bermasalah.

Respons Cepat Dibutuhkan: Perlindungan Anak dari Konten Berbahaya
Insiden ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan persoalan serius yang menyangkut keamanan digital dan perlindungan anak. Kode QR kini semakin banyak digunakan dalam buku pelajaran sebagai sarana akses ke konten digital seperti video pembelajaran, kuis interaktif, atau referensi tambahan. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, fitur ini bisa menjadi celah bagi konten berbahaya untuk menyusup ke lingkungan pendidikan.

Para pakar pendidikan dan keamanan siber mulai angkat suara. Dr. Rina Fitri, pakar literasi digital dari Universitas Pendidikan Indonesia, menekankan pentingnya sistem verifikasi ganda sebelum buku pelajaran diterbitkan. “Kode QR harus diuji secara berkala, bukan hanya saat buku dicetak, tapi juga dalam jangka waktu tertentu setelahnya. Karena tautan bisa berubah, terutama jika domain tidak diperbarui,” jelasnya.

Ia juga menyarankan agar Kemendikbud bekerja sama dengan lembaga keamanan siber nasional, seperti BSSN, untuk memantau dan mengamankan seluruh tautan digital yang tercantum dalam buku pelajaran resmi.

Kemendikbud Belum Angkat Bicara, Publik Menunggu Klarifikasi
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Kemendikbud terkait temuan tersebut. Namun, kabar bocoran menyebutkan bahwa pihak internal kementerian telah membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus ini. Dugaan sementara mengarah pada kelalaian administratif, di mana tautan QR code mengarah ke subdomain yang sebelumnya digunakan untuk konten edukatif, tetapi kini telah kedaluwarsa dan dikuasai pihak tak bertanggung jawab.

Jika ditemukan adanya kelalaian atau kegagalan sistemik, banyak pihak mendesak agar ada evaluasi menyeluruh terhadap proses produksi dan distribusi buku pelajaran digital.

Dampak Psikologis dan Edukatif pada Siswa
Tak hanya berdampak pada citra institusi, kejadian ini juga berpotensi memberi efek psikologis pada siswa. Bayangkan seorang siswa yang sedang belajar dengan tekun, lalu tanpa sengaja membuka konten perjudian online yang penuh dengan iklan provokatif, bonus besar, dan ajakan bertaruh. Ini bukan hanya melanggar etika pendidikan, tapi juga bisa membentuk pemahaman yang salah tentang teknologi dan internet.

“Kita sedang membentuk generasi digital native. Mereka harus diajarkan bahwa internet itu aman, edukatif, dan terpercaya. Bukan tempat yang penuh jebakan,” tegas Dian Puspita, psikolog pendidikan dari Lembaga Konseling Anak dan Remaja (LKAR).

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya