Susi Pudjiastuti Walkout dari Rapat, Ungkap Luka Mendalam atas Izin KJA di Pantai Timur Pangandaran

Susi Pudjiastuti Walkout dari Rapat, Ungkap Luka Mendalam atas Izin KJA di Pantai Timur Pangandaran

Susi-Instagram-

Susi Pudjiastuti Walkout dari Rapat, Ungkap Luka Mendalam atas Izin KJA di Pantai Timur Pangandaran
Pangandaran kembali menjadi sorotan nasional setelah isu pemberian izin Keramba Jaring Apung (KJA) di kawasan Pantai Timur mencuat ke permukaan. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, tampil sebagai suara kritis yang tak bisa tinggal diam. Ia bahkan memilih untuk walkout dari rapat yang membahas proyek tersebut, menyusul kekecewaan mendalam terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap mengabaikan prinsip keberlanjutan dan kepentingan masyarakat lokal.

Aksi dramatis Susi ini bukan tanpa alasan. Dalam cuitan panjang di akun Twitter pribadinya, @susipudjiastuti, yang dipublikasikan pada Senin (6/8/2025), ia secara terbuka mengungkapkan rasa “terluka” sebagai warga negara biasa yang pernah memperjuangkan kelestarian laut Indonesia. Cuitan tersebut langsung viral, telah dilihat lebih dari 165 ribu kali, dan memicu gelombang diskusi di media sosial.



"Saya Sebagai Rakyat Biasa Sangat Terluka"
Dalam unggahannya, Susi menyapa langsung Presiden Joko Widodo (yang ditandai sebagai @prabowo, merujuk pada periode pemerintahan saat itu), Sekretariat Kabinet, Kementerian Sekretariat Negara, hingga Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Ia menulis:

"Pak Presiden @prabowo @kemensetnegri @setkabgoid @dedimulyadi71 mohon perhatiannya. Hari ini saya sebagai rakyat bapak, sangat prihatin dan luar biasa terluka. Ternyata pantai timur Pangandaran sudah diberikan izin kepada 3 perusahaan untuk membuat KJA."

Kalimat itu menjadi semacam tamparan keras bagi banyak pihak. Susi, yang dikenal vokal dalam kampanye anti illegal fishing dan konservasi laut selama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (2014–2019), merasa janji-janji lama pemerintah tentang keindahan alam dan kesejahteraan nelayan kini mulai tergerus oleh kepentingan korporasi.



Janji yang Terlupakan: Dari Bagan Bambu ke KJA Komersial
Salah satu poin utama yang disampaikan Susi adalah ingatannya terhadap janji Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Pangandaran beberapa tahun lalu. Saat itu, presiden berjanji akan mengganti bagan-bagan bambu tradisional yang dinilai merusak estetika pantai dan kurang produktif, dengan sistem perikanan yang lebih modern namun tetap ramah lingkungan.

Namun, menurut Susi, janji itu kini berubah arah. Alih-alih memperbaiki sistem perikanan rakyat, pemerintah justru memberi ruang bagi tiga perusahaan besar untuk menguasai kawasan pesisir dengan KJA skala komersial.

"Seharusnya tiga perusahaan ini tidak bisa dapat izin. Dulu bapak Presiden @prabowo waktu berperahu, sudah berjanji yang sangat kita hargai untuk mengganti bagan-bagan bambu supaya pantai Pangandaran lebih indah dan perikanan tangkap lebih produktif lagi," tulisnya.

Bagi Susi, pemberian izin ini bukan sekadar keputusan teknis, melainkan bentuk ketidakadilan struktural terhadap nelayan kecil dan masyarakat pesisir yang selama ini menjadi penjaga laut.

KJA: Solusi atau Ancaman bagi Ekosistem Pesisir?
Keramba Jaring Apung (KJA) memang kerap dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya. Namun, jika tidak dikelola secara ketat, KJA bisa menjadi ancaman serius terhadap ekosistem laut. Limbah pakan ikan, penggunaan antibiotik berlebihan, serta akumulasi bahan organik di dasar laut dapat menyebabkan eutrofikasi, kematian terumbu karang, dan penurunan kualitas air.

Di Pangandaran, kawasan Pantai Timur dikenal sebagai salah satu spot pariwisata bahari yang masih alami. Keberadaan KJA berpotensi mengganggu estetika pantai, mengusik aktivitas wisatawan, dan mengancam keberlangsungan nelayan tradisional yang menggantungkan hidup dari hasil tangkapan alami.

Susi menekankan bahwa seharusnya pemerintah fokus pada pemberdayaan nelayan lokal, bukan membuka pintu lebar bagi korporasi yang berpotensi mengeksploitasi sumber daya alam secara massal.

Walkout sebagai Bentuk Penolakan Moral
Keputusan Susi untuk walkout dari rapat yang membahas KJA bukanlah aksi emosional semata. Ini adalah bentuk protes moral dari seorang aktivis lingkungan yang masih peduli pada masa depan laut Indonesia.

Dalam dunia jurnalistik dan tata kelola pemerintahan, walkout sering kali menjadi simbol kegagalan komunikasi antara pihak-pihak terkait. Dalam kasus ini, Susi merasa bahwa suara masyarakat, khususnya nelayan dan pelaku wisata lokal, tidak didengar dalam proses pengambilan keputusan.

“Ini bukan soal ego, tapi soal prinsip. Ketika laut kita dijual perlahan tanpa transparansi, tanpa partisipasi publik, maka kita sedang membangun masa depan yang rapuh,” ujar Susi dalam wawancara singkat yang diunggah ulang oleh sejumlah media lokal.

Respons Warganet: Dari Empati hingga Kritik Tajam
Cuitan Susi Pudjiastuti memicu gelombang reaksi di jagat maya. Banyak warganet yang menyatakan solidaritas, terutama dari kalangan nelayan, aktivis lingkungan, dan masyarakat peduli pariwisata.

Akun @akusopooyaa menulis:

"Sekelas Bu Susi aja merasa terluka, apalagi kami yang cuma rakyat biasa. Setiap kebijakan rasanya selalu berpihak pada penguasa, bukan pada rakyat kecil."

Sementara itu, @ism32673 membagikan pengalaman serupa dari daerahnya:

"Di tempatku, tiba-tiba keluar izin pengelolaan mata air oleh PDAM tanpa sepengetahuan petani. Padahal mata air itu mengairi ribuan hektar sawah. Ini pola yang sama: sumber daya alam diambil alih tanpa musyawarah."

Tidak sedikit pula yang mengarahkan kritik pada partai politik dan kelompok kepentingan. Akun @hayukitangopi menulis:

"Tuh, Bu Susi suruh @partaisosmed berisik hal-hal begini, jangan cuma adu domba masyarakat. Bukannya bersatu untuk kebaikan, malah jadi penjilat kekuasaan."

Pangandaran di Ujung Tanduk: Antara Ekonomi dan Ekologi
Pangandaran, sebagai destinasi wisata unggulan Jawa Barat, berada di persimpangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Kehadiran KJA memang bisa mendatangkan investasi dan lapangan kerja, tetapi jika tidak diatur dengan ketat, dampak jangka panjangnya bisa merusak fondasi pariwisata dan keberlanjutan ekosistem laut.

Beberapa pakar lingkungan juga mulai angkat suara. Dr. Rina Sari, dosen Fakultas Kelautan Universitas Padjadjaran, mengingatkan bahwa kawasan pesisir harus dikelola berdasarkan prinsip zoning yang jelas. “Tidak semua pantai cocok untuk budidaya laut. Harus ada kajian lingkungan strategis (KLHS) yang independen, bukan hanya izin dari instansi teknis yang bisa dipengaruhi kepentingan bisnis,” tegasnya.

Baca juga: Profil Tampang SDA Politikus yang Viral di Medsos Diduga Terlibat Jaringan Judi Online, Lengkap: Umur, Agama dan Akun Instagram

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya