Siapa Prada Lucky Namo? Korban Penganiayaan di Markas TNI NTT yang Meninggal Dunia di Usia 23 Tahun

Siapa Prada Lucky Namo? Korban Penganiayaan di Markas TNI NTT yang Meninggal Dunia di Usia 23 Tahun

Lucky-Instagram-

Siapa Prada Lucky Namo? Korban Penganiayaan di Markas TNI NTT yang Meninggal Dunia di Usia 23 Tahun
Viral di Medsos, Video CCTV Prada Lucky Namo Sebelum Meninggal Jadi Sorotan Publik: Diduga Korban Penganiayaan di Markas TNI NTT
Dunia maya kembali digemparkan oleh kabar tragis yang menimpa seorang prajurit muda TNI, Prada Lucky Chepril Saputra Namo, yang meninggal dunia dalam kondisi mencurigakan. Kabar kematian personel TNI berusia 23 tahun ini langsung viral di media sosial, terutama setelah beredar isu bahwa rekaman CCTV dari lokasi kejadian berhasil terekam dan kini menjadi buruan netizen.

Yang membuat publik makin geram adalah dugaan kuat bahwa kematian Prada Lucky bukan karena kecelakaan atau sakit mendadak, melainkan akibat penganiayaan yang terjadi di lingkungan instansi militer tempat ia bertugas. Isu ini semakin memanas setelah sang ayah, Sersan Mayor (Serma) Christian Namo, yang juga seorang anggota TNI, buka suara dengan nada tegas dan penuh amarah.



Prada Lucky Namo: Prajurit Muda yang Gugur di Awal Karier
Prada Lucky Namo merupakan putra daerah asal Nusa Tenggara Timur (NTT), yang baru saja dilantik menjadi prajurit TNI dua bulan sebelum meninggal. Ia bertugas di Batalyon Tenaga Pertempuran (TP) 834 Wakanga Mere, yang bermarkas di Kabupaten Rote Ndao, NTT.

Sebagai prajurit muda, Lucky dikenal sebagai sosok yang tekun, disiplin, dan penuh semangat. Keluarganya begitu bangga ketika ia berhasil lolos seleksi dan menjadi bagian dari institusi militer kebanggaan bangsa. Namun, harapan besar itu harus pupus ketika kabar duka tiba secara tiba-tiba.

Dua bulan pasca pelantikan, Prada Lucky ditemukan dalam kondisi kritis dan segera dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aeramo, Rote Ndao, pada 2 Agustus 2024. Saat dibawa ke rumah sakit, ia masih dalam keadaan sadar, namun tubuhnya dipenuhi luka lebam dan memar yang mencurigakan.



Detik-Detik Terakhir: Dari Kritis Hingga Meninggal Dunia
Menurut keterangan medis yang beredar, Prada Lucky dirawat intensif selama empat hari sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir pada 6 Agustus 2024 sekitar pukul 11.23 WITA. Meski telah mendapat perawatan, kondisinya memburuk secara cepat, diduga akibat luka internal yang tidak tertangani secara optimal.

Pihak keluarga dan masyarakat setempat mulai curiga adanya unsur kekerasan yang dialami oleh sang prajurit. Luka-luka yang ditemukan di tubuhnya tidak sesederhana cedera latihan, melainkan menunjukkan pola kekerasan fisik yang sistematis.

Kini, jenazah Prada Lucky telah diterbangkan ke Kupang, ibu kota Provinsi NTT, untuk menjalani proses autopsi oleh tim forensik independen. Autopsi ini diharapkan bisa mengungkap penyebab pasti kematian sang prajurit, apakah benar akibat penganiayaan atau karena faktor lain seperti penyakit mendadak atau kecelakaan latihan.

Keluarga Murka: Ayah Korban Tuntut Keadilan
Kemarahan mencapai puncaknya saat sang ayah, Serma Christian Namo, angkat bicara. Sebagai sesama anggota TNI, Christian merasa dikhianati oleh sistem yang seharusnya melindungi anak buahnya.

Dalam sebuah video yang beredar luas di TikTok melalui akun @kasus.prada.lucky, Christian menyampaikan tuntutan tegas: “Pilihannya cuma dua untuk pelaku yang menganiaya anak saya. Hukuman mati atau dipecat dari dinas militer. Tidak ada jalan tengah!”

Ia juga menegaskan bahwa pelaku harus bertanggung jawab penuh atas perbuatannya. “Orang yang menyakiti anak saya akan lebih sengsara hidupnya daripada yang ia perbuat. Saya tidak akan tinggal diam,” tegasnya dengan suara bergetar penuh emosi.

Christian juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap komando atas di kesatuannya, yang dinilainya lambat dalam merespons dan transparan soal insiden ini. “Saya juga TNI, tapi saya tidak melihat keadilan ditegakkan di sini,” katanya.

Video CCTV Jadi Buruan Netizen
Isu kian memanas ketika akun media sosial @kasus.prada.lucky mengunggah klaim bahwa kejadian penganiayaan terhadap Prada Lucky terekam dalam kamera pengawas (CCTV) di markas Batalyon TP 834. Meski belum ada konfirmasi resmi dari pihak TNI, klaim ini langsung memicu gelombang pencarian video oleh warganet.

Banyak netizen yang membanjiri kolom komentar dengan permintaan link video CCTV. “Mana videonya? Harus di-publish! Biar rakyat tahu kebenarannya,” tulis salah satu netizen.

Akun tersebut juga menambahkan narasi yang menyentuh: “Ayahnya juga TNI dan dia sangat kecewa sama pimpinan anaknya. Gak tega banget pas lihat rekaman CCTV kejadian. Anak muda yang baru semangat-semangatnya, malah diperlakukan seperti ini.”

Reaksi Publik: Dari Belasungkawa hingga Tuntutan Keadilan
Kasus ini memicu gelombang reaksi di media sosial. Banyak warganet yang menyampaikan duka mendalam, namun juga menuntut keadilan. Tagar seperti #JusticeForPradaLucky dan #CCTVPradaLucky ramai diperbincangkan di Twitter, TikTok, dan Instagram.

“Kok masih ada kejadian seperti ini di lingkungan TNI? Padahal harusnya mereka pelindung rakyat, bukan pelaku kekerasan,” komentar @bahrum, salah satu netizen.

Sementara itu, @Chiroy Esteban menyoroti potensi ketidakadilan sistemik: “Kalau sudah jelas ada CCTV, mau nunggu apa lagi? Ini negeri Konoha kalau tadi bapaknya jenderal, mungkin prosesnya sudah cepat. Tapi karena bapaknya cuma Serma, jadi lambat.”

Komentar-komentar seperti ini mencerminkan kekhawatiran publik terhadap potensi penutupan kasus secara internal tanpa proses hukum yang transparan.

TNI Diminta Buka Suara dan Transparan
Hingga kini, pihak TNI Angkatan Darat belum memberikan pernyataan resmi yang menyeluruh terkait insiden ini. Namun, sejumlah sumber internal menyebut bahwa Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana telah membentuk tim investigasi khusus untuk mengungkap fakta di balik kematian Prada Lucky.

Publik menuntut agar investigasi tidak hanya dilakukan secara internal, tetapi juga melibatkan lembaga independen seperti Komnas HAM dan kepolisian, agar hasilnya bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.

“Ini bukan sekadar dugaan penganiayaan, ini soal akuntabilitas institusi. TNI harus membuktikan bahwa mereka bisa menegakkan hukum di internal sendiri,” ujar seorang pengamat militer, Dr. Rudi Hartono, dalam wawancara eksklusif.

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya