Siapa Anak dan Istri Abdul Aziz Bupati? Kolaka Timur yang Ditangkap KPK Padahal Baru Menjabat 5 Bulan, Bukan Orang Sembarangan?

Abdul-Instagram-
Penghargaan-penghargaan ini sempat membuat publik menaruh harapan besar bahwa Kolaka Timur akan dipimpin oleh sosok yang bersih, inovatif, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Jejak Politik: Naik Daun dengan Cepat
Karier politik Abdul Aziz dimulai saat ia mencalonkan diri sebagai Wakil Bupati Kolaka Timur pada 2022. Ia mendampingi bupati terpilih dalam Pilkada serentak dan resmi menjabat mulai 24 Agustus 2022. Namun, masa jabatannya sebagai wakil bupati hanya berlangsung selama lebih dari satu tahun. Pada 27 November 2023, ia naik menjadi Bupati Kolaka Timur setelah bupati sebelumnya mengundurkan diri karena alasan pribadi.
Pada Pilkada 2024, Abdul Aziz maju kembali sebagai calon bupati dan berhasil memenangkan pemilihan. Ia dilantik pada Maret 2025 untuk periode 2024–2029, dengan janji akan melanjutkan pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan di wilayahnya. Sayangnya, janji-janji itu kini terancam terhenti akibat status hukumnya sebagai tersangka KPK.
Reaksi Partai dan Tokoh Nasional: Surya Paloh "Heran" dengan KPK
Sebagai kader Partai NasDem, kasus yang menimpa Abdul Aziz pun menjadi sorotan internal partai. Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, dikabarkan menyampaikan keheranannya terhadap penangkapan ini. Dalam pernyataan tertutup yang beredar di kalangan internal, Paloh menyebut bahwa KPK seharusnya lebih bijak dalam menangani kasus kepala daerah, terutama yang baru menjabat dan memiliki rekam jejak positif di awal pemerintahan.
Namun, pihak KPK menegaskan bahwa penegakan hukum harus tetap berjalan tanpa pandang bulu. "Tidak ada yang kebal hukum, siapa pun dia, seberapa tinggi jabatannya, jika terbukti terlibat korupsi, akan kami proses," tegas Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta.
Dugaan Korupsi di Proyek RSUD: Anggaran Miliaran Rupiah Dipertaruhkan
Proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur yang menjadi pusat penyelidikan KPK diketahui menelan anggaran puluhan miliar rupiah. Proyek ini sejatinya merupakan bagian dari program prioritas pemerintah daerah untuk meningkatkan akses kesehatan di wilayah terpencil. Namun, KPK mencurigai adanya aliran dana suap kepada pejabat daerah, termasuk diduga melibatkan Bupati Abdul Aziz, dalam proses pengadaan dan pelaksanaan proyek.
Sumber internal KPK menyebutkan bahwa OTT dilakukan setelah adanya informasi intelijen mengenai penyerahan uang tunai di sebuah hotel di Kendari. Uang tersebut diduga merupakan komitmen fee dari rekanan proyek kepada oknum pejabat. Dalam operasi tersebut, KPK berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk dokumen proyek, handphone, dan uang tunai dalam jumlah signifikan.
Dampak terhadap Masyarakat dan Pemerintahan Daerah
Penetapan tersangka terhadap Bupati Kolaka Timur tentu menjadi pukulan berat bagi masyarakat setempat. Banyak warga yang merasa kecewa, mengingat Abdul Aziz sempat digadang-gadang sebagai pemimpin muda yang membawa angin segar bagi pembangunan daerah.
“Kami berharap beliau bisa membawa perubahan, tapi ternyata baru lima bulan sudah ditangkap. Ini sangat menyedihkan,” ujar La Ode, warga Kecamatan Tirawuta, dengan nada kecewa.
Akibat status hukum ini, pemerintahan daerah kini berada dalam ketidakpastian. Sesuai UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bupati yang berstatus tersangka bisa dinonaktifkan sementara oleh Menteri Dalam Negeri. Diperkirakan, dalam waktu dekat, Kemendagri akan mengeluarkan surat penonaktifan dan menunjuk penjabat bupati dari jajaran birokrat senior.
Harapan Publik: Penegakan Hukum yang Tegas dan Transparan
Kasus ini kembali mengingatkan publik bahwa pemberantasan korupsi masih menjadi pekerjaan rumah besar di Indonesia. Meski banyak kepala daerah yang terpilih dengan janji anti-korupsi, realitas di lapangan sering kali menunjukkan sebaliknya. Masyarakat berharap KPK tetap konsisten dan transparan dalam mengusut tuntas kasus ini, tanpa tekanan politik dari siapa pun.
Di sisi lain, kasus ini juga menjadi pelajaran penting bagi partai politik dalam memilih calon pemimpin. Latar belakang pendidikan, pengalaman, dan rekam jejak prestasi tidak cukup jika integritas moral tidak diuji secara mendalam.
Penutup: Dari Harapan ke Keterpurukan?
Abdul Aziz pernah menjadi simbol harapan: seorang mantan polisi yang banting setir menjadi pemimpin daerah, menempuh pendidikan tinggi, meraih penghargaan, dan menjanjikan perubahan. Namun, dalam hitungan bulan, harapan itu runtuh. Kini, ia berdiri di balik status tersangka, menghadapi proses hukum yang bisa menghancurkan karier dan reputasinya.
Apakah ini akhir dari perjalanan politiknya? Atau justru akan menjadi momentum introspeksi dan perbaikan? Hanya waktu yang bisa menjawab. Yang jelas, rakyat Kolaka Timur berhak atas pemimpin yang jujur, amanah, dan benar-benar bekerja untuk rakyat—bukan untuk kepentingan pribadi.