Profil Tampang Pemilik Rumah Produksi Perfiki Kreasindo yang Garap Film Animasi Merah Putih One for All, Lengkap: Umur, Agama dan Akun Instagram

Merah putih-Instagram-
Profil Tampang Pemilik Rumah Produksi Perfiki Kreasindo yang Garap Film Animasi Merah Putih One for All, Lengkap: Umur, Agama dan Akun Instagram
Viral dan Dikritik Hebat, Siapa di Balik Layar Rumah Produksi Perfiki Kreasindo yang Garap Film Animasi Merah Putih One for All?
Belakangan ini, jagat media sosial Indonesia digemparkan oleh kemunculan trailer film animasi nasional berjudul Merah Putih One for All. Film yang diharapkan menjadi kebanggaan baru perfilman animasi Tanah Air justru menuai gelombang kritik pedas dari publik. Bukan hanya soal kualitas visual yang dipertanyakan, tetapi juga ekspektasi yang tinggi yang akhirnya berujung pada kekecewaan massal. Di tengah hujan kritik tersebut, pertanyaan besar pun mencuat: Siapa sebenarnya pemilik dan penggerak di balik rumah produksi Perfiki Kreasindo yang berada di balik proyek ambisius ini?
Merah Putih One for All: Dari Harapan Jadi Bahan Ejekan?
Diumumkan akan tayang pada 14 Agustus 2025, Merah Putih One for All sempat mencuri perhatian sebagai salah satu proyek animasi lokal yang mengusung tema patriotik dan nasionalisme. Dengan judul yang menggema semangat kebangsaan, film ini diharapkan mampu mengangkat kualitas animasi Indonesia ke level internasional. Namun, setelah trailer resminya dirilis, reaksi publik justru berubah drastis.
Banyak warganet yang mengaku kecewa dengan kualitas animasi yang ditampilkan. Visual yang dianggap low-budget, gerakan karakter yang kaku, serta komposisi warna dan lighting yang tidak seimbang menjadi sorotan utama. Bahkan, tak sedikit yang membandingkannya dengan anime populer seperti Demon Slayer, meski secara genre dan konteks jelas berbeda. Namun, perbandingan itu muncul sebagai bentuk ironi terhadap ekspektasi yang tinggi terhadap karya anak bangsa.
Akun Instagram resmi film ini pun dipenuhi komentar pedas. Salah satu netizen menulis, “Kalah sama film animasi Amerika tahun 1980-an,” sementara yang lain menyindir, “Bingung mau komen apa, jangankan sama Jumbo, sama Keluarga Somad aja udah kalah grafiknya.” Ada pula yang menyampaikan kekecewaan terhadap narasi “karya anak bangsa” yang dianggap sering digunakan sebagai tameng kualitas di bawah standar: “Seperti biasa bawa embel-embel karya anak bangsa tapi kualitas di bawah rata-rata. Bagusan Sopo Jarwo ketimbang ini wkwk.”
Perfiki Kreasindo: Rumah Produksi di Balik Kontroversi
Di tengah badai kritik, sorotan pun tertuju pada Perfiki Kreasindo, rumah produksi yang bertanggung jawab atas Merah Putih One for All. Siapa sebenarnya mereka? Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, Perfiki Kreasindo bukanlah nama baru dalam dunia perfilman Indonesia, meskipun namanya belum terlalu dikenal luas di kalangan penikmat film animasi.
Perfiki Kreasindo diketahui merupakan bagian dari Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail (PPHUI), sebuah lembaga yang sejak lama berperan dalam pengembangan perfilman nasional. Yayasan ini dikenal sebagai salah satu pelopor pelestarian dan pemberdayaan film-film karya anak bangsa, khususnya yang bernuansa edukatif dan kultural.
Sebelum terjun ke dunia animasi dengan Merah Putih One for All, Perfiki Kreasindo telah merilis sejumlah karya film pendek dan dokumenter, antara lain Basemeny: Jangan Turun ke Bawah, Lantai 4, dan Ramadhan Pertama Tanpa Ayah. Karya-karya tersebut umumnya menyentuh tema-tema sosial, psikologis, dan religius, dengan pendekatan yang lebih sinematik daripada komersial. Namun, langkah mereka memasuki industri animasi panjang tampaknya menjadi ujian besar, terutama karena persaingan yang semakin ketat dan tuntutan kualitas yang semakin tinggi dari penonton.
Dua Sutradara di Balik Layar: Endiarto dan Bintang Takari
Film Merah Putih One for All digarap oleh dua sosok kreatif sekaligus: Endiarto dan Bintang Takari, yang bertindak sebagai sutradara sekaligus penulis skenario. Keduanya diketahui memiliki latar belakang di dunia perfilman independen, dengan pengalaman dalam produksi film pendek dan konten edukatif.
Meski belum memiliki nama besar di industri animasi, kolaborasi mereka mencerminkan semangat eksperimen dan keberanian mengambil risiko. Dalam wawancara singkat yang sempat tersebar, Endiarto menyatakan bahwa Merah Putih One for All bukan hanya sekadar film animasi, melainkan “upaya menyampaikan nilai-nilai kebangsaan kepada generasi muda melalui media yang menarik dan relevan.”
Namun, niat mulia tersebut tampaknya belum diimbangi dengan eksekusi teknis yang memadai. Banyak pengamat menilai bahwa meskipun naskah dan konsep cerita mungkin memiliki potensi, eksekusi visual menjadi titik lemah utama yang merusak keseluruhan pengalaman penonton.
Tantangan Besar Industri Animasi Indonesia
Kontroversi seputar Merah Putih One for All membuka diskusi penting tentang kondisi industri animasi Indonesia. Di satu sisi, masyarakat antusias mendukung karya lokal. Di sisi lain, mereka juga menuntut standar kualitas yang tidak kalah dari produksi internasional. Fenomena ini menunjukkan bahwa dukungan terhadap “karya anak bangsa” tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan kualitas.
Indonesia sebenarnya telah memiliki beberapa studio animasi yang sukses, seperti Animonsta Studios (BoBoiBoy), Lelelala Studios (Nussa), dan MNC Animation. Karya-karya mereka telah menunjukkan bahwa animasi lokal bisa bersaing secara visual, naratif, bahkan di pasar global. Dengan latar belakang itu, wajar jika publik memiliki ekspektasi tinggi terhadap setiap proyek animasi baru.
Apakah Ini Akhir atau Awal dari Perjalanan Perfiki Kreasindo?
Meskipun menuai kritik, Merah Putih One for All masih memiliki waktu hingga Agustus 2025 untuk diperbaiki. Banyak pihak berharap bahwa tim Perfiki Kreasindo akan mendengarkan masukan dari publik dan melakukan penyempurnaan, terutama dalam aspek animasi, rendering, dan desain karakter.
Beberapa pakar perfilman menyarankan agar rumah produksi ini bekerja sama dengan studio animasi berpengalaman atau melibatkan talenta-talenta muda dari komunitas animasi Indonesia yang telah terbukti mumpuni. Kolaborasi semacam ini bisa menjadi jembatan antara idealisme dan profesionalisme.