Coki Anwar, Komika Songong yang Bikin The Dudas Terpesona: Kisah Lengkap dari Pati yang Mengguncang Dunia Hiburan

Coki Anwar, Komika Songong yang Bikin The Dudas Terpesona: Kisah Lengkap dari Pati yang Mengguncang Dunia Hiburan

Coki-Instagram-

Coki Anwar, Komika Songong yang Bikin The Dudas Terpesona: Kisah Lengkap dari Pati yang Mengguncang Dunia Hiburan

Pati, sebuah kota kecil di pesisir utara Jawa Tengah, tiba-tiba menjadi sorotan nasional. Bukan karena wisata atau kuliner, melainkan karena kunjungan mendadak geng selebriti papan atas The Dudas Minus One. Raffi Ahmad, Gading Marten, Desta, dan Ariel NOAH—empat nama yang hampir pasti jadi trending di jagat maya—mengunjungi rumah seorang komika lokal yang dikenal nyentrik: Coki Anwar.



Kedatangan mereka ke kawasan Bulumanis, Pati, bukan sekadar kunjungan biasa. Ini adalah momen langka di mana dunia hiburan elit bertemu dengan akar komedi rakyat yang autentik. Warga setempat berduyun-duyun menyaksikan langsung kedatangan para bintang besar, mengabadikan momen itu dengan ponsel, dan tak lupa mengunggahnya ke media sosial. Dalam hitungan jam, video dan foto kedatangan The Dudas di rumah Coki Anwar menjadi viral di TikTok, Instagram, dan Twitter.

Namun, pertemuan ini bukan sekadar viral moment. Ini adalah simbol kolaborasi lintas generasi, antara komika jalanan dengan selebriti level nasional. Dan di tengah semua sorotan itu, Coki Anwar—dengan gaya khasnya yang songong dan ekspresi datar—menjadi pusat perhatian.

Dari Pati ke Panggung Nasional: Perjalanan Komika yang Tak Biasa
Lahir di Pati pada 2 Januari 1985, Coki Anwar—nama lengkapnya Choirul Anwar—tak pernah membayangkan akan berdiri satu panggung dengan Raffi Ahmad atau berjalan-jalan bareng Ariel NOAH. Ia tumbuh di lingkungan sederhana, jauh dari gemerlap Jakarta. Namun, benih humor sudah tumbuh sejak dini. Di sekolah, ia dikenal sebagai anak yang suka mengocok teman-temannya dengan candaan nyeleneh, meski wajahnya selalu terlihat serius.



Pendidikannya pun jauh dari dunia seni. Coki adalah lulusan Teknik Mesin dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Setelah lulus, ia bahkan sempat bekerja di instansi pemerintahan. Namun, hatinya tak pernah benar-benar nyaman dengan rutinitas kantor. Ia merasa ada panggilan lain yang harus dikejar.

Di sela-sela pekerjaannya, Coki aktif di dunia jurnalistik lokal sebagai editor media daerah. Pengalaman ini justru menjadi fondasi kuat bagi materi komedinya. Ia belajar cara menyampaikan cerita dengan struktur yang kuat, menyelipkan kritik sosial, dan memahami dinamika masyarakat. Semua itu kemudian ia olah menjadi bahan stand-up comedy yang tajam, absurd, dan tak terduga.

Langkah Pertama di Dunia Stand-Up: Dari Open Mic hingga Nasional
Tahun 2014 menjadi titik balik hidup Coki. Ia memutuskan untuk tampil di open mic komunitas Stand Up Indo Jogja. Di panggung kecil itu, ia langsung memperkenalkan karakter yang berbeda: songong, intimidatif, dan tanpa senyum. Berbeda dengan komika lain yang biasanya ramah dan bersahabat, Coki justru tampil seperti "orang kesal yang dipaksa bercerita".

Namun, justru itulah daya tariknya. Ekspresi datar dan nada bicara yang seolah marah membuat penonton justru tertawa terbahak-bahak. Humornya absurd, sering kali di luar nalar, dan penuh dengan wordplay bahasa Inggris yang disisipkan secara tiba-tiba.

Karakter unik ini membawanya ke ajang nasional: Stand Up Comedy Academy (SUCA) 2 di Indosiar. Di bawah bimbingan pelatih legendaris Daned Gustama, Coki berhasil menembus delapan besar. Penampilannya selalu menjadi pembicaraan karena gayanya yang tak lazim. Ia tak hanya bercerita—ia menghakimi penonton, namun dengan cara yang justru menghibur.

Tagline andalannya, seperti "Gue capek!" atau "Lu pikir gue senang di sini?", menjadi ikonik dan sering dijadikan meme oleh netizen.

Membawa Gaya Jogja ke Panggung Nasional: SUCI 7 dan Konsistensi
Tak puas dengan pencapaian di SUCA, Coki kembali mencoba peruntungan di Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) 7. Kali ini, ia berhasil lolos audisi Jakarta dan menjadi satu-satunya peserta alumni SUCA yang masuk finalis. Bersama Mamat Alkatiri, ia membawa warna baru dari komedi Yogyakarta ke panggung nasional.

Penampilannya di SUCI 7 jauh lebih matang. Materinya lebih terstruktur, tetapi tetap mempertahankan esensi khasnya: absurd, tajam, dan tanpa kompromi. Para juri, termasuk Ernest Prakasa dan Pandji Pragiwaksono, memberikan pujian setinggi langit. Mereka menyebut Coki sebagai salah satu komika yang berhasil membangun persona yang kuat dan konsisten.

“Dia bukan cuma lucu. Dia punya dunia sendiri,” puji Ernest suatu kali.

Eksistensi di Luar Panggung: Dari TV hingga Layar Lebar
Setelah dua ajang besar itu, Coki Anwar tak menghilang. Ia justru semakin eksis di berbagai platform hiburan. Ia rutin tampil di acara Waktu Indonesia Bercanda (WIB) di NET., serta menjadi bintang tamu di berbagai talkshow dan podcast.

Namun, ambisinya tak berhenti di panggung stand-up. Ia mulai merambah dunia film dan serial web. Ia tampil dalam film Partikelir (2018) yang dibintangi oleh Iqbaal Ramadhan, dan kemudian kembali muncul di film komedi Modal Nekad (2024), yang menampilkan jajaran komika ternama.

Salah satu pencapaian terbesarnya adalah perannya di serial populer Cek Toko Sebelah: Babak Baru (2020). Di sini, ia membuktikan bahwa karakter "sangar"nya bisa diterima dalam format naratif. Meski hanya sebagai peran pendukung, penampilannya meninggalkan kesan mendalam.

The Dudas Datang ke Pati: Momen yang Menyatukan Dunia Hiburan
Kolaborasi Coki Anwar dengan The Dudas Minus One bukan sekadar sensasi. Ini adalah bentuk pengakuan dari dunia hiburan atas eksistensinya. Raffi Ahmad, yang dikenal sebagai "raja hiburan", pernah menyebut Coki sebagai salah satu komika paling unik dan menarik.

Ketika Raffi, Gading, Desta, dan Ariel NOAH datang ke rumahnya, Coki tidak terlihat gugup atau terlalu antusias. Ia tetap dengan gaya khasnya: tenang, datar, tapi hangat di balik layar. Interaksinya dengan para selebriti justru terasa natural dan penuh canda.

Perjalanan mereka tidak berhenti di rumah Coki. Mereka melanjutkan nostalgia ke SMA Negeri 1 Juwana, sekolah tempat Coki dulu menimba ilmu. Di sana, mereka berkeliling kelas, duduk di bangku siswa, dan mengenang masa muda. Momen ini menjadi simbol bahwa hiburan sejati bisa lahir dari tempat-tempat sederhana.

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya