Film Animasi Merah Putih: One for All Batal Tayang Massal? Ini Fakta Terbaru di Balik Penayangannya

Merah putih-Instagram-
Film Animasi Merah Putih: One for All Batal Tayang Massal? Ini Fakta Terbaru di Balik Penayangannya
Dunia perfilman Indonesia kembali dihebohkan dengan kabar mengejutkan seputar penayangan film animasi nasional bertajuk Merah Putih: One for All. Awalnya dinantikan sebagai karya anak bangsa yang akan menyemarakkan perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, film ini justru menuai kontroversi dan kini dikabarkan batal tayang secara luas di bioskop-bioskop Tanah Air.
Sempat dijadwalkan rilis serentak pada 14 Agustus 2025, film animasi yang digarap oleh rumah produksi Perfiki Kreasindo ini mendadak menghilang dari jadwal pemutaran di sejumlah jaringan bioskop besar seperti Cinema XXI, CGV, dan Cinepolis. Kabar ini mencuat setelah akun media sosial X (dulu Twitter) @moviemnfs mengunggah pernyataan yang menyebut bahwa Merah Putih: One for All telah dihapus dari seluruh jadwal bioskop di Indonesia.
"Merah Putih: One for All has been removed entirely from all Indonesian cinema schedules. Was initially set to release today, Aug. 14, 2025."
Unggahan tersebut langsung menyebar cepat di berbagai platform digital, memicu spekulasi dan tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Banyak yang bertanya-tanya: benarkah film ini benar-benar batal tayang? Apa penyebabnya? Dan apakah ini pertanda kematian bagi ambisi perfilman animasi lokal?
Penayangan Terbatas, Bukan Batal Total
Namun, setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut ke sejumlah platform pembelian tiket bioskop seperti Tiket.com, BookMyShow, dan aplikasi resmi bioskop, ternyata kabar pembatalan total tersebut tidak sepenuhnya benar. Film Merah Putih: One for All masih tayang, tetapi hanya di beberapa lokasi terbatas dan dengan jadwal yang sangat minim.
Di Jakarta, film ini hanya bisa disaksikan di tiga lokasi: Kelapa Gading XXI, Kemang Village XXI, dan Puri XXI. Di Bandung, satu-satunya tempat yang menayangkan film ini adalah Ciwalk XXI, dengan jadwal pemutaran hanya dua kali sehari. Sementara di kota-kota besar lain seperti Surabaya, Medan, dan Yogyakarta, film ini sama sekali tidak muncul dalam daftar film yang sedang tayang.
Fakta ini menunjukkan bahwa film tersebut tidak benar-benar batal, melainkan mengalami pembatasan distribusi yang sangat ketat. Alih-alih menjadi rilis nasional yang luas, Merah Putih: One for All justru terkesan seperti tayang eksklusif di lokasi-lokasi tertentu.
Sutradara Tegaskan Film Tetap Tayang, Tapi Terkendala Biaya
Dalam wawancara eksklusif sebelum tanggal rilis, Endiarto, sang sutradara, membantah keras isu pembatalan total. Ia menegaskan bahwa film animasi yang digarap selama lebih dari tiga tahun ini tetap akan tayang di bioskop.
"Kami memang tidak bisa menjangkau semua bioskop di Indonesia karena keterbatasan anggaran distribusi," ujar Endiarto. "Tapi Merah Putih: One for All tetap hadir di layar lebar, meski hanya di beberapa titik. Ini adalah langkah awal, dan kami berharap penonton bisa mendukung karya anak bangsa."
Pernyataan ini mengungkap realitas pahit yang sering dihadapi oleh film-film independen di Indonesia: minimnya dana promosi dan distribusi. Meski memiliki visi besar dan pesan nasionalisme yang kuat, banyak karya lokal terhambat oleh faktor finansial saat bersaing dengan film-film Hollywood atau produksi besar lainnya.
Kontroversi yang Membayangi
Sebelum rilis, Merah Putih: One for All sempat menjadi sorotan karena berbagai kontroversi. Salah satunya adalah desain karakter yang dianggap kurang representatif oleh sebagian masyarakat. Beberapa tokoh pahlawan dalam film ini digambarkan dengan gaya animasi yang sangat berbeda dari ekspektasi publik, menimbulkan pro dan kontra di media sosial.
Selain itu, ada pula kritik terhadap narasi film yang dianggap terlalu simplistik dalam menyampaikan nilai-nilai kebangsaan. Banyak netizen yang mempertanyakan, apakah film ini benar-benar mampu menyentuh hati generasi muda, atau justru terkesan seperti "propaganda wajib" yang kehilangan esensi seni.
Namun, di balik kritik tersebut, ada juga dukungan dari komunitas animator dan pegiat seni lokal. Mereka memandang Merah Putih: One for All sebagai langkah berani dalam mengangkat tema sejarah dan patriotisme lewat medium animasi — sesuatu yang masih sangat langka di industri film Indonesia.
Ambisi Besar di Balik Layar
Film Merah Putih: One for All bukan sekadar hiburan. Ia hadir dengan misi kuat: menginspirasi generasi muda untuk mencintai tanah air melalui pendekatan visual yang segar dan modern. Dengan menggabungkan elemen sejarah, fantasi, dan aksi, film ini mencoba menyajikan kembali perjuangan para pahlawan kemerdekaan dalam format yang lebih mudah dicerna oleh anak-anak dan remaja.
Menurut tim produksi, proses pembuatan film ini melibatkan ratusan animator lokal, dengan teknologi animasi 3D yang dikembangkan secara mandiri. Mereka menolak menggunakan jasa luar negeri demi menjaga kemandirian kreatif dan menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal.
"Kami ingin membuktikan bahwa Indonesia mampu membuat film animasi berkualitas tanpa harus bergantung pada negara lain," kata Endiarto.
Dukungan Publik Jadi Kunci Keberlangsungan
Kini, nasib Merah Putih: One for All ada di tangan penonton. Meski penayangannya terbatas, film ini tetap bisa berkembang jika mendapat respons positif dari masyarakat. Banyak pihak berharap, dukungan terhadap film ini bukan hanya soal menonton, tapi juga membangun ekosistem perfilman animasi nasional yang berkelanjutan.
"Kalau kita terus mengabaikan karya lokal, maka kita hanya akan menjadi penonton di negeri sendiri," ujar Dina, seorang pegiat budaya dari Jakarta, yang sengaja menonton film ini di Kelapa Gading XXI.
Apa yang Harus Diketahui Penonton?
Bagi Anda yang tertarik menonton Merah Putih: One for All, berikut informasi terbaru:
Film masih tayang, tapi hanya di lokasi terbatas.
Jadwal pemutaran sangat minim, terutama di luar Jakarta.
Belum ada rencana rilis di platform streaming dalam waktu dekat.
Tiket bisa dibeli melalui aplikasi resmi bioskop atau situs penjualan tiket online.
Harapan di Balik Keterbatasan
Kendati menghadapi banyak tantangan, Merah Putih: One for All tetap menjadi simbol perlawanan kreatif. Ia bukan sekadar film, tapi cermin dari perjuangan anak bangsa untuk eksis di industri yang kompetitif. Dibalik keterbatasan dana, kontroversi, dan minimnya promosi, film ini tetap berdiri — meski hanya di beberapa layar.
Ke depan, banyak pihak berharap pemerintah dan swasta bisa memberikan lebih banyak dukungan terhadap film-film animasi lokal. Baik melalui hibah, insentif, maupun kolaborasi strategis yang membuka akses lebih luas bagi karya-karya nasional.
Seperti kata Endiarto, "Satu layar yang menayangkan film ini adalah kemenangan bagi kita semua."
Penutup:
Jadi, apakah Merah Putih: One for All benar-benar batal tayang? Jawabannya: tidak sepenuhnya. Film ini mungkin tidak merajai box office, tapi ia tetap hadir — dengan semangat yang sama seperti para pahlawan yang diangkatnya. Dan dalam dunia seni, kehadiran itu sendiri sudah merupakan bentuk perlawanan.
Bagi Anda yang ingin mendukung perfilman nasional, mungkin inilah saatnya untuk pergi ke bioskop, menonton, dan menyebarkan cerita ini. Karena di balik layar kecil itu, ada mimpi besar yang sedang berjuang untuk tetap hidup.