Profil Biodata Rama Sahid Sosok Tamu yang Diusir dari Hotel Indonesia Pekalongan Syariah, Lengkap: Umur, Agama dan Akun IG

Pekalongan-Instagram-
Hotel Bawa-bawa PHRI, Tamu Merasa Diancam
Yang membuat situasi semakin memanas adalah ketika pihak hotel membawa-bawa nama Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dalam argumen mereka. Rama, yang mengaku memiliki koneksi dengan PHRI, langsung menegaskan bahwa nama organisasi tersebut tidak boleh digunakan untuk menekan tamu.
“Jangan bawa-bawa nama PHRI. Saya juga kenal orang sana. Malah saya akan kasep (laporkan) ke PHRI nanti,” ujarnya tegas.
Ia juga menilai bahwa tindakan hotel sangat tidak profesional. “Ini bukan hanya soal biaya tambahan, tapi soal keselamatan tamu. Mengusir tamu di tengah malam, mengetuk pintu kamar dengan keras, mengancam – ini bisa membahayakan siapa pun,” katanya.
Aplikasi Pemesanan Diserang, Hotel Dibully Netizen
Insiden ini langsung memicu reaksi keras dari warganet. Banyak yang merasa prihatin dan marah melihat perlakuan hotel terhadap tamu yang telah membayar lunas melalui aplikasi resmi.
Rama bahkan langsung meminta aplikasi pemesanan hotel (yang ia sebut dengan inisial Travelka) untuk mengambil tindakan tegas.
“Please Travel*ka, tolong beresin kasus ini. Ini bisa mengancam keselamatan tamu-tamu lainnya,” serunya dalam video.
Netizen pun beramai-ramai memberikan ulasan negatif di Google Maps. Rating Hotel Indonesia Pekalongan turun dari 3,8 menjadi 3,7 dari skala 5 bintang, dari total lebih dari 830 ulasan. Nama hotel bahkan diubah secara kolektif oleh warganet menjadi “Hotel Ghoib Indonesia Pekalongan” sebagai bentuk sindiran terhadap praktik yang dinilai tidak transparan.
Pihak Hotel Akhirnya Klarifikasi
Setelah heboh di media sosial, pihak Hotel Indonesia Pekalongan memberikan klarifikasi melalui akun Instagram @popfmindonesia. Dalam pernyataannya, mereka mengakui bahwa Rama hanya diminta tambahan Rp10.224, yang mereka sebut sebagai “biaya administrasi aplikasi”.
Hotel juga menyatakan bahwa mereka telah mengajukan permintaan bertemu dengan Rama untuk menyelesaikan persoalan secara damai dan klarifikasi lebih lanjut.
Namun, klarifikasi ini justru memperkeruh suasana. Banyak netizen menilai bahwa alasan “biaya administrasi” tidak masuk akal, apalagi jika sudah ada pembayaran penuh melalui aplikasi.
Netizen Geram: “Pakai Label Syariah Tapi Ada Riba?”
Kontroversi ini semakin panas karena hotel menyandang label “syariah”, yang seharusnya menjamin transparansi, kejujuran, dan larangan atas praktik riba atau eksploitasi terhadap konsumen.
“Pakai nama syariah tapi ada sistem riba? Minta bayaran tambahan padahal sudah bayar di aplikasi. Ini jelas melanggar prinsip syariah,” sindir akun @affandia***.
Akun @egaandala*** menambahkan, “Lihat review di Google Maps, ternyata sudah lama ada modus minta extra payment di lokasi. Asli, parah banget hotel ini!”
Sementara itu, @gardenskyni*** menegaskan, “Emang hotel yang salah. Kalau sudah bayar lewat aplikasi, kenapa harus bayar lagi? Gak ada aturan yang mengharuskan itu. Ini jelas eksploitasi.”
Rama Sahid: Lebih dari Sekadar Konten Kreator
Tidak banyak yang tahu bahwa Rama Sahid bukan hanya konten kreator biasa. Ia adalah Founder Adaptable Consulting dan inisiator gerakan ‘Yuk Berani Bicara’, yang fokus pada pemberdayaan individu dan profesional muda. Ia juga dikenal sebagai professional trainer, penulis, dan pengusaha.
Dengan latar belakang profesionalnya, Rama menilai kejadian ini bukan sekadar masalah pribadi, melainkan cerminan dari sistem yang rapuh dalam industri perhotelan, terutama terkait perlindungan konsumen dan akuntabilitas pihak hotel terhadap aplikasi pemesanan.
“Saya bukan ingin membuat heboh. Saya ingin ada perbaikan sistem. Agar tamu lain tidak mengalami hal yang sama,” ujarnya.
Imbauan untuk Industri Perhotelan dan Aplikasi
Insiden ini menjadi pelajaran penting bagi industri perhotelan, khususnya hotel yang mengusung konsep syariah. Label tersebut bukan hanya branding, tapi juga tanggung jawab moral dan hukum terhadap tamu.
Rama menekankan pentingnya kerja sama yang sehat antara hotel dan aplikasi pemesanan. “Jika ada selisih harga, itu urusan internal. Jangan dibebankan ke tamu. Konsumen harus dilindungi.”
Ia juga mendesak aplikasi pemesanan hotel untuk lebih ketat dalam memverifikasi hotel mitra, terutama yang menggunakan label khusus seperti “syariah”, “eco-friendly”, atau “family-friendly”.
Apa yang Harus Dilakukan Tamu Jika Mengalami Hal Serupa?
Pakar konsumen dan hukum perhotelan menyarankan beberapa langkah jika tamu mengalami permintaan biaya tambahan yang tidak sesuai dengan booking:
Minta penjelasan tertulis dari pihak hotel terkait biaya tambahan.
Simpan bukti pembayaran dan konfirmasi booking dari aplikasi.
Rekam percakapan (jika memungkinkan) sebagai bukti.
Laporkan ke aplikasi pemesanan dan minta refund atau mediasi.
Laporkan ke PHRI atau Kementerian Pariwisata jika diperlukan.
Penutup: Saat Transparansi Jadi Hak, Bukan Hanya Janji
Kasus Rama Sahid di Hotel Indonesia Pekalongan bukan sekadar drama viral. Ini adalah alarm keras bagi industri pariwisata Indonesia: transparansi dan perlindungan konsumen harus jadi prioritas.
Hotel yang mengusung label syariah, ramah keluarga, atau ramah lingkungan harus konsisten dengan nilai-nilai yang diusung. Jika tidak, bukan hanya reputasi yang hancur, tapi juga kepercayaan publik.
Dan untuk aplikasi pemesanan, sudah saatnya mereka lebih proaktif dalam memfilter mitra hotel, bukan hanya berdasarkan rating semu, tapi juga integritas pelayanan.
Sementara itu, Rama Sahid menyatakan bahwa ia masih menunggu respons resmi dari aplikasi pemesanan dan akan mempertimbangkan langkah hukum jika tidak ada keadilan.
“Saya berani bicara bukan untuk saya, tapi untuk jutaan tamu lain yang mungkin takut bersuara,” katanya menutup video terakhirnya.