Apa Penyebab I Gusti Kompyang Manila Meninggal Dunia? Benarkah Serangan Jantung? Inilah Kronologi dan Biodata Lengkapnya

Apa Penyebab I Gusti Kompyang Manila Meninggal Dunia? Benarkah Serangan Jantung? Inilah Kronologi dan Biodata Lengkapnya

Igk-Instagram-

Apa Penyebab I Gusti Kompyang Manila Meninggal Dunia? Benarkah Serangan Jantung? Inilah Kronologi dan Biodata Lengkapnya
Dunia militer, olahraga, dan konservasi alam Indonesia kehilangan salah satu tokoh paling berpengaruh di generasinya. I Gusti Kompyang Manila, atau akrab disapa IGK Manila, menghembuskan napas terakhir pada 18 Agustus 2025 di Rumah Sakit Bunda Menteng, Jakarta. Ia tutup usia di usia 83 tahun, setelah menjalani masa perawatan intensif akibat komplikasi penyakit yang dideritanya.

Kabar duka ini langsung menyentak hati banyak kalangan, terutama keluarga, kerabat, rekan sejawat di lingkungan TNI, dunia olahraga, hingga para pegiat konservasi. Kepergian sang purnawirawan perwira tinggi TNI AD ini bukan sekadar kehilangan sosok militer, tetapi juga kehilangan panutan yang selama hidupnya dikenal penuh dedikasi, rendah hati, dan tak pernah lelah berkontribusi untuk kemajuan bangsa.



Dari Singaraja ke Puncak Karier Militer
Lahir di Singaraja, Bali, pada 8 Juli 1942, IGK Manila tumbuh dalam lingkungan yang menekankan nilai-nilai kejuangan dan nasionalisme. Semangat itulah yang membawanya melanjutkan pendidikan di Akademi Militer (Akmil), lembaga bergengsi yang melahirkan para pemimpin militer terbaik bangsa. Lulus dari Akmil, ia memulai karier militernya dengan langkah yang mantap, meniti jenjang kepangkatan hingga mencapai puncak sebagai Mayor Jenderal TNI AD.

Sepanjang kariernya di TNI, IGK Manila dikenal sebagai perwira yang disiplin, visioner, dan memiliki komitmen tinggi terhadap stabilitas nasional. Ia pernah menjabat sebagai Komandan Batalyon, Staf Ahli, hingga menjadi bagian dari anggota pimpinan TNI AD. Kepemimpinannya selalu dihormati karena keseimbangan antara tegas dan humanis.

Namun, peran militernya tak berhenti di ruang rapat atau barak latihan. IGK Manila juga menunjukkan kepiawaiannya dalam tugas-tugas strategis yang menuntut keberanian dan kecerdasan taktis. Salah satu yang paling ikonik adalah Operasi Ganesha—misi besar untuk memindahkan lebih dari 100 ekor gajah dari kawasan hutan yang terancam pembangunan ke tempat perlindungan yang lebih aman di Sumatera Selatan.



“Panglima Gajah” dan Jejak Konservasi yang Tak Lekang Waktu
Operasi Ganesha, yang dipimpin langsung oleh IGK Manila pada era 1980-an, menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah konservasi satwa liar di Indonesia. Misi ini tidak hanya membutuhkan koordinasi militer yang cermat, tetapi juga pemahaman mendalam tentang ekosistem dan perilaku hewan. Keberhasilan operasi ini membuatnya dijuluki “Panglima Gajah” oleh masyarakat dan rekan-rekannya.

“Operasi ini bukan hanya tentang memindahkan gajah, tapi tentang menghormati alam dan menjaga keseimbangan ekosistem,” ujar salah satu mantan anggota tim operasi dalam wawancara beberapa tahun lalu. Julukan “Panglima Gajah” pun melekat erat pada sosoknya, menjadi simbol bahwa militer juga bisa menjadi garda terdepan dalam pelestarian lingkungan.

Jejaknya dalam dunia konservasi terus menginspirasi generasi muda, terutama dalam menghadapi tantangan deforestasi dan konflik manusia-satwa yang kian kompleks.

Bapak Wushu Indonesia: Membawa Seni Bela Diri ke Panggung Dunia
Di luar dunia militer, IGK Manila memiliki sumbangsih besar dalam dunia olahraga nasional, khususnya dalam perkembangan wushu di Indonesia. Di tengah dominasi cabang olahraga tradisional dan modern lainnya, wushu bisa tumbuh pesat berkat peran strategisnya.

Pada tahun 1992, IGK Manila ditunjuk sebagai Ketua Umum pertama Pengurus Besar Wushu Indonesia (PB Wushu Indonesia). Sejak saat itu, ia membangun fondasi organisasi dari nol, merancang program latihan, merekrut pelatih, dan membuka akses pelatihan internasional bagi atlet-atlet berbakat Tanah Air.

Salah satu langkah visioner yang diambilnya adalah mengirim 14 atlet pelatnas wushu untuk menjalani pelatihan intensif di Shanxi, Tiongkok, pusat lahirnya seni bela diri ini. Program ini bukan sekadar pertukaran teknik, tetapi bagian dari strategi jangka panjang untuk membentuk atlet Indonesia yang mampu bersaing di level internasional.

Upaya tersebut membuahkan hasil gemilang. Dalam beberapa tahun, atlet-atlet binaan PB Wushu mulai menorehkan prestasi di ajang SEA Games, Asian Games, hingga kejuaraan dunia. Hari ini, wushu telah menjadi salah satu cabang andalan Indonesia dalam meraih medali, dan semua itu tidak lepas dari fondasi yang dibangun oleh IGK Manila.

Karena kontribusinya yang monumental, ia secara luas dijuluki sebagai “Bapak Wushu Indonesia”—sebuah gelar yang tidak hanya simbolis, tetapi benar-benar mencerminkan peran sentralnya dalam mempopulerkan dan memajukan olahraga ini.

Manajer Tim Sepak Bola yang Berjiwa Juara
Tak hanya di wushu, IGK Manila juga pernah aktif dalam dunia sepak bola nasional. Ia pernah menjabat sebagai manajer Persija Jakarta, klub ibu kota yang dikenal penuh gairah dan loyalitas suporter. Kepemimpinannya membawa stabilitas manajerial dan semangat disiplin militer ke dalam tubuh tim.

Namun, pencapaian terbesarnya di dunia sepak bola adalah ketika ia menjadi manajer Tim Nasional Indonesia yang sukses meraih medali emas di SEA Games 1991. Keberhasilan ini menjadi momen bersejarah, karena merupakan salah satu prestasi tertinggi timnas Indonesia di kancah regional. Di balik sorotan pada para pemain, IGK Manila bekerja di balik layar dengan memastikan kesiapan mental, fisik, dan logistik tim berjalan optimal.

“Beliau bukan hanya manajer, tapi juga motivator dan bapak bagi kami,” kenang salah satu mantan pemain timnas yang tampil di SEA Games 1991. “Disiplin, tegas, tapi penuh perhatian.”

Jejak di Lembaga Pemerintahan dan Komunikasi Nasional
Perjalanan karier IGK Manila tidak hanya terbatas di bidang militer dan olahraga. Ia juga menunjukkan kapasitasnya dalam tata kelola pemerintahan dan komunikasi publik. Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal di Departemen Penerangan, kementerian yang saat itu menjadi ujung tombak penyebaran informasi nasional.

Di era sebelum era digital, peran Departemen Penerangan sangat krusial dalam menyampaikan kebijakan pemerintah kepada masyarakat. IGK Manila dikenal mampu menjalankan tugas ini dengan profesionalisme tinggi, menjaga keseimbangan antara kepentingan negara dan kebutuhan informasi publik.

Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN)—lembaga yang kini dikenal sebagai Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Di sana, ia turut membentuk karakter calon-calon pemimpin daerah dengan nilai-nilai integritas, nasionalisme, dan pelayanan publik.

Ia juga aktif dalam organisasi komunikasi amatir, menjabat sebagai Wakil Ketua Umum ORARI (Organisasi Amatir Radio Indonesia). Di masa darurat atau bencana, peran ORARI sangat vital, dan kehadirannya di organisasi ini menunjukkan komitmennya terhadap pemanfaatan teknologi untuk kepentingan sosial.

Warisan Abadi Sang Prajurit
Kepergian IGK Manila meninggalkan duka yang mendalam, tetapi juga warisan yang abadi. Ia adalah contoh nyata bahwa seorang prajurit tidak hanya berjuang di medan perang, tetapi juga di medan pembangunan bangsa—dalam bidang olahraga, pendidikan, konservasi, dan pemerintahan.

Sosoknya menjadi inspirasi bagi generasi muda yang ingin mengabdi tanpa pamrih. Dari barak militer hingga stadion, dari hutan Sumatera hingga kantor kementerian, jejaknya terus terasa.

“Beliau adalah manusia serba bisa, tapi tetap rendah hati,” kata salah satu koleganya dalam sebuah wawancara. “Tidak banyak orang yang bisa berprestasi di begitu banyak bidang, tapi tetap dihormati oleh semua kalangan.”

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya