Kementerian PKP Rilis Denah Rumah Subsidi Tipe 18m2 yang Bikin Heboh, Posisi Kamar Jadi Sorotan Netizen

Rumah-Instagram-
Kementerian PKP Rilis Denah Rumah Subsidi Tipe 18m2 yang Bikin Heboh, Posisi Kamar Jadi Sorotan Netizen
Pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) baru-baru ini merilis denah rumah subsidi untuk tipe 18 meter persegi. Meski dirancang sebagai solusi hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah, desain rumah tersebut justru memicu perdebatan di kalangan netizen, khususnya di media sosial Twitter.
Rencana tata letak atau denah yang dipublikasikan menunjukkan bahwa kamar tidur ditempatkan di bagian belakang rumah, sedangkan ruang servis seperti dapur dan kamar mandi berada di depan dan tengah. Desain ini dinilai tidak ideal oleh banyak pihak karena dinilai mengorbankan aspek kenyamanan dan kebutuhan dasar penghuni rumah.
Denah Kontroversial, Warganet Bereaksi
Cuitan pertama kali yang membuat desain ini viral berasal dari akun Twitter @ipunk_baik pada 11 Juni 2025. Dalam unggahannya, ia membagikan gambar denah rumah subsidi tipe 18m2 beserta penjelasan mengenai pembagian area dalam rumah tersebut.
"Bagian A (depan) merupakan area living dengan tambahan dapur, bagian B (tengah) adalah kamar tidur, dan bagian C (belakang) merupakan WC. Desain ini lebih menarik, tapi isu utamanya adalah minimnya penghawaan serta pencahayaan alami dalam kamar tidur," tulisnya dalam cuitan yang telah dibaca lebih dari 252 ribu kali.
Bukan hanya itu, dalam desain lain yang turut disertakan, kamar mandi bahkan diletakkan di dalam kamar tidur. Hal ini tentu saja semakin memperparah kritik yang datang dari berbagai pihak.
Tanggapan Resmi dari Kementerian PKP
Menanggapi kontroversi yang berkembang, Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP, Sri Haryati, memberikan klarifikasi. Ia menjelaskan bahwa tipe rumah 18m2 bukanlah pengganti dari tipe sebelumnya, melainkan opsi tambahan bagi masyarakat.
"Itu tidak diganti, tetapi kami menambah fiturnya. Nanti masyarakat yang akan memilih opsinya," ujar Sri saat dikonfirmasi.
Namun, meskipun disebut sebagai opsi tambahan, banyak warganet yang tetap mempertanyakan apakah ukuran 18m2 layak disebut sebagai hunian layak huni, terlebih jika ditujukan untuk keluarga kecil dengan satu anak.
Kritik Pedas dari Warganet
Berbagai komentar pedas pun memenuhi kolom balasan cuitan tersebut. Akun @ghifarv menulis: “Itu klaim bisa untuk keluarga 1 anak benerankah?” Pertanyaan ini mencerminkan keraguan banyak orang akan kemampuan rumah sekecil itu untuk menampung kebutuhan hidup minimal sebuah keluarga kecil.
Akun @cungss juga menyampaikan kritik keras: “Tidak manusiawi. Tidak pantas sebagai rumah subsidi yang asumsinya ditinggali secara permanen. Bukti keengganan dan ketidakmampuan pemerintah menangani perumahan rakyat.”
Sementara itu, akun @sellasellasella menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada pengembangan apartemen daripada rumah tapak berukuran mini. “Ini kayak apartemen-apartemen studio ya, percayalah tinggal sendiri aja susah bergerak, mau masak spacenya kecil, mau sholat susah spacenya gak ada, apalagi kalau ada tamu. Daripada rumah seukuran begini, mending bikin apartemen sekalian deh dengan ukuran yang lebih besar dikit dan penghuni lebih banyak,” tulisnya.
Ada juga akun @dianxiawang yang membandingkan desain tersebut dengan hunian di China. “Oh, layout kayak gitu emang banyak sih di China. Tapi lokasi di pusat kota yang akses kemana-mananya gampang, bukan di daerah pinggiran yang aksesnya jauh kemana-mana. Terus yang tinggal biasanya anak-anak muda fresh grad yang baru kerja 2-3 tahunan dan lajang, bukan yang sudah berkeluarga,” paparnya.
Persoalan Sirkulasi Udara dan Pencahayaan Alami
Selain soal distribusi ruang, isu yang paling sering diangkat oleh para pengkritik adalah kurangnya sirkulasi udara dan pencahayaan alami di dalam rumah. Kamar tidur yang ditempatkan di bagian belakang rumah dinilai sangat rentan menjadi lembab, gelap, dan pengap.
Hal ini tentu saja bertentangan dengan prinsip dasar arsitektur perumahan yang baik, yaitu menciptakan hunian yang sehat, nyaman, dan ergonomis bagi penghuninya. Padahal, rumah subsidi seharusnya menjadi solusi atas krisis perumahan di kalangan masyarakat menengah ke bawah.