Peter Gontha Kritik Keras Pelayanan Bea Cukai di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta: Bisa Bikin Turis Kabur!

Peter gontha-Instagram-
Peter Gontha Kritik Keras Pelayanan Bea Cukai di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta: Bisa Bikin Turis Kabur!
Pengusaha kondang Peter Gontha melontarkan kritik tajam terhadap pelayanan bea cukai di Terminal 3 (T3) Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang. Ia menyebut situasi di sana sebagai “bencana” yang bisa merusak citra Indonesia di mata internasional.
Dalam pandangan Peter, sistem bea cukai di bandara kebanggaan Indonesia itu jauh tertinggal dibandingkan negara-negara maju seperti Jepang, Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat. Di negara-negara tersebut, proses kepabeanan berjalan cepat, efisien, dan didukung oleh teknologi mutakhir serta prinsip kepercayaan.
Sistem Berbasis Teknologi vs Manual
Menurutnya, negara-negara maju sudah menggunakan teknologi dan kecerdasan buatan untuk mendeteksi penumpang yang mencurigakan. Sementara itu, bagi penumpang yang tidak membawa barang yang perlu dideklarasikan, mereka bisa langsung keluar tanpa hambatan besar.
“Kalau kamu punya barang yang harus dilaporkan, kamu lewat jalur deklarasi. Kalau tidak, ya tinggal jalan keluar. Sangat sederhana,” ujar Peter.
Namun, jika terbukti melakukan pelanggaran atau berbohong, maka konsekuensinya sangat berat—mulai dari denda besar hingga ancaman hukuman penjara. Hal ini menegaskan bahwa sistem tersebut tetap ketat, tapi tidak membebani pengguna jasa yang jujur.
Sayangnya, kondisi di Bandara Soetta, khususnya di Terminal 3, masih jauh dari standar tersebut.
Semrawut dan Tidak Ramah Pengguna
Peter mengeluhkan betapa semua penumpang, termasuk turis asing, dipaksa untuk mengisi formulir elektronik bea cukai tanpa penjelasan yang jelas. Selain itu, minimnya petunjuk arah di lokasi dan kurangnya petugas yang fasih berbahasa Inggris membuat situasi semakin membingungkan.
“Banyak turis asing yang bingung, bahkan cenderung ‘dilempar’ ke sana ke mari tanpa panduan yang jelas,” tuturnya.
Ia menilai sistem ini bukan hanya merepotkan, tetapi juga menciptakan kesan buruk terhadap Indonesia. Padahal, pertama kali masuk ke suatu negara, pengalaman di bandara menjadi kesan awal yang sangat kuat—baik bagi wisatawan maupun pebisnis asing.
Bandingkan dengan Negara Lain yang Lebih Efektif
Di banyak bandara modern dunia, lanjut Peter, formulir fisik atau QR code sudah tidak digunakan lagi. Mereka lebih memilih pendekatan berbasis data dan risiko, di mana sistem secara otomatis menganalisis siapa saja yang perlu diperiksa lebih lanjut.
“Sisanya dibiarkan lewat dengan cepat. Prinsipnya sederhana: yang jujur tidak usah khawatir. Tapi kalau kamu mencoba menipu dan ketahuan, dendanya bisa sangat besar dan barangmu bisa disita,” paparnya.
Baca juga: Sosok Sutobin Halim: Dari Ahli Teknologi Arsitektur Hingga Jabatan Tinggi di PT G70 Asia