TikTok Terancam Diblokir, Diduga Menolak Patuh pada RUU Penyiaran yang Sedang Dibahas DPR

tiktok-pixabay-
TikTok Terancam Diblokir, Diduga Menolak Patuh pada RUU Penyiaran yang Sedang Dibahas DPR
Platform media sosial TikTok kembali menjadi sorotan publik setelah terancam diblokir oleh pemerintah Indonesia. Ancaman ini muncul lantaran TikTok diduga tidak bersedia mematuhi aturan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang saat ini sedang dibahas oleh Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
RUU Penyiaran yang tengah dalam proses legislasi ini dirancang untuk memberikan kerangka hukum bagi platform digital, termasuk TikTok, agar bertanggung jawab atas algoritma dan ekosistem konten yang mereka distribusikan. Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat, aman, dan sesuai dengan nilai-nilai sosial serta norma yang berlaku di Indonesia.
Namun, sikap TikTok yang dianggap tidak kooperatif dalam proses regulasi ini memicu reaksi tajam dari pihak pemerintah. Wakil-wakil rakyat dari Komisi I DPR RI menegaskan bahwa negara memiliki kewenangan penuh untuk mengatur platform digital, mengingat adanya UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) serta UU Perlindungan Data Pribadi yang menjadi dasar hukum pengawasan terhadap layanan digital.
Ancaman Blokir dan Sanksi Administratif
Salah satu anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, menyatakan bahwa jika TikTok tetap bersikeras tidak mematuhi regulasi yang akan ditetapkan, maka pihaknya tidak segan mengambil langkah tegas. Langkah tersebut bisa berupa sanksi administratif hingga pemutusan akses layanan TikTok di Indonesia melalui mekanisme PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik).
“Negara memiliki kewenangan untuk mengatur platform digital. Jika TikTok tidak mau patuh, maka kami akan ambil langkah hukum,” ujar Amelia dalam salah satu rapat dengar pendapat yang dilakukan DPR beberapa waktu lalu.
Ancaman pemblokiran ini bukan sekadar isapan jari. RUU Penyiaran yang masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) DPR RI 2025 menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam menata ekosistem digital di Tanah Air. RUU ini tidak hanya menargetkan media tradisional, tetapi juga platform digital seperti TikTok, YouTube, Instagram, dan lainnya yang memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat.
TikTok: Kami Berbeda dari Media Konvensional
Sebagai respons, pihak TikTok melalui Head of Public Policy, Hilmi Adrianto, menyampaikan bahwa platform ini tidak seharusnya disamakan dengan lembaga penyiaran konvensional. Hilmi menjelaskan bahwa TikTok merupakan platform berbasis konten buatan pengguna (User Generated Content/UGC), yang dinamis dan tidak bisa dikontrol secara penuh seperti media tradisional.
“TikTok adalah platform yang berbeda dari media penyiaran konvensional. Kami mendorong regulasi yang dibuat secara khusus untuk platform digital, bukan regulasi yang dipaksakan dari aturan penyiaran tradisional,” ucap Hilmi dalam keterangan resminya.
Menurut Hilmi, regulasi yang terlalu ketat dan tidak sesuai dengan karakteristik platform digital justru dapat menghambat inovasi dan kreativitas para konten kreator. Ia menyarankan agar pemerintah membuat aturan khusus untuk media sosial, bukan memaksa platform digital masuk ke dalam kerangka hukum penyiaran konvensional.
Pro dan Kontra Masyarakat
Keputusan pemerintah yang mempertimbangkan pemblokiran TikTok memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama dari kalangan pelaku usaha online dan para konten kreator. Banyak dari mereka yang menggantungkan penghasilan dari platform ini merasa khawatir jika TikTok benar-benar diblokir.
Beberapa konten kreator menyampaikan kekhawatiran mereka bahwa pemblokiran TikTok akan memengaruhi penghasilan mereka. Sementara itu, sebagian masyarakat justru menyambut baik langkah pemerintah.
“Saya setuju TikTok diblokir kalau memang tidak mau patuh. Negara kita berdaulat, perusahaan asing harus menghormati hukum kita,” tulis akun Instagram @pakbolot999 dalam kolom komentar.
Di media sosial, opini masyarakat terbagi. Ada yang mendukung langkah pemerintah demi menjaga kedaulatan digital nasional, namun ada juga yang menganggap hal ini sebagai bentuk pembatasan ruang kreatif dan ekspresi digital.
Pemerintah Tegaskan Kedaulatan Digital
Menanggapi berbagai reaksi tersebut, pemerintah menegaskan bahwa langkah yang diambil bukan dimaksudkan untuk membatasi kreativitas, tetapi untuk menegakkan kedaulatan digital Indonesia. Negara memiliki hak untuk mengatur platform asing yang beroperasi di wilayahnya, terutama yang memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat.
Indonesia adalah negara yang berdaulat, dan setiap perusahaan, baik lokal maupun asing, harus mematuhi hukum yang berlaku. RUU Penyiaran diharapkan menjadi payung hukum yang adil dan seimbang bagi semua pihak, termasuk pengguna, konten kreator, dan penyedia layanan digital.