Komdigi Kaji Wacana Internet Premium untuk WhatsApp Call: Pro Kontra di Media Sosial Memanas

Komdigi Kaji Wacana Internet Premium untuk WhatsApp Call: Pro Kontra di Media Sosial Memanas

hp-pixabay-

Komdigi Kaji Wacana Internet Premium untuk WhatsApp Call: Pro Kontra di Media Sosial Memanas

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) kembali menjadi sorotan publik setelah muncul wacana penggunaan internet premium bagi masyarakat yang ingin melakukan panggilan suara maupun video melalui aplikasi WhatsApp. Rencana ini, yang masih dalam tahap pengkajian, langsung memicu gelombang reaksi di media sosial, mulai dari kritik pedas hingga pertanyaan kritis dari netizen terkait kebijakan yang dinilai berpotensi memberatkan rakyat.



Wacana ini pertama kali mencuat dari cuitan akun Twitter @rickukardjono pada 4 Agustus 2025. Dalam unggahannya, ia membagikan sebuah foto Menteri Komdigi, Meutya Hafid, yang disertai narasi mengejutkan: "Komdigi kaji pengguna harus beli internet premium jika ingin telfon WhatsApp." Cuitan tersebut cepat menyebar, dibanjiri komentar dari warganet yang merasa kebijakan ini justru menjauhkan pemerintah dari kebutuhan rakyat kecil.

Tak hanya di Twitter, isu ini juga ramai diperbincangkan di platform lain seperti Facebook. Salah satu unggahan dari akun WUNA Info yang dikutip oleh Kilat.com pada 5 Juli 2025 turut menguatkan informasi tersebut. Dalam postingan itu, disebutkan bahwa Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Kementerian Komdigi, Denny Setiawan, memberikan penjelasan terkait wacana internet premium.

Alasan Dibalik Wacana Internet Premium
Denny Setiawan menegaskan bahwa rencana ini masih berupa diskusi awal dan belum memasuki tahap kebijakan resmi. Namun, ia mengungkapkan alasan teknis di balik wacana tersebut. Menurutnya, layanan over-the-top (OTT) seperti WhatsApp, Zoom, dan platform streaming membutuhkan bandwidth yang sangat besar, padahal operator telekomunikasi tidak mendapatkan kontribusi langsung dari penggunaan layanan tersebut.



"Operator seluler harus terus membangun kapasitas jaringan yang besar untuk mendukung layanan OTT, tapi mereka tidak mendapat imbalan dari perusahaan-perusahaan global yang memanfaatkan infrastruktur ini," ujar Denny. "Sementara itu, layanan seperti video call dan streaming memakan banyak bandwidth, sehingga perlu ada mekanisme yang adil dalam penggunaan dan pendanaan infrastruktur digital."

Denny menambahkan bahwa konsep internet premium bisa menjadi solusi untuk menyeimbangkan beban biaya infrastruktur. Dengan model ini, pengguna yang membutuhkan kualitas koneksi tinggi untuk aktivitas seperti video call atau gaming online bisa memilih paket khusus dengan kecepatan stabil dan prioritas akses.

Respons Publik: Marah, Kecewa, dan Penuh Kepedulian
Meski dijelaskan sebagai wacana awal, respons publik terhadap wacana ini justru sangat keras. Banyak warganet yang menilai kebijakan semacam ini hanya akan menambah beban ekonomi masyarakat, terutama di tengah situasi inflasi dan daya beli yang belum sepenuhnya pulih.

Akun Twitter @pradasami menyampaikan kekecewaannya dengan nada sinis: "Pejabat isinya bagaimana cara mengambil uang dari rakyat, benar-benar tunggu bubar. Belum ada sebijipun yang mikir untuk membantu rakyat agar bisa hidup layak."

Sementara itu, akun @ellen_js93940 menyoroti paradigma pemerintahan yang dinilainya semakin jauh dari rakyat. "Terus aja rakyat dicekek sampai gak bisa nafas. Di negara lain, pemerintah dan pejabatnya selalu bedain rakyatnya, kenapa disini malah pejabatnya berlomba-lomba mau cekik rakyatnya ya?" katanya, menambahkan bahwa kebijakan seperti ini bisa memicu ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.

Ada pula akun @biasalahanakmuda yang menyindir perubahan nama kementerian dari Kominfo menjadi Komdigi. "Kirain Kementerian ini ganti nama terus biar gak sakit-sakitan, kok malah gak sembuh-sembuh?" cuitnya, mengisyaratkan bahwa perubahan struktur tidak diikuti oleh perbaikan kualitas kebijakan.

Apakah Internet Premium Akan Diterapkan?
Hingga kini, Kementerian Komdigi belum merilis pernyataan resmi terkait rencana ini. Namun, sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa wacana internet premium sedang dikaji dalam forum-forum teknis bersama operator telekomunikasi, asosiasi OTT, serta regulator seperti Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

Salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan adalah model tiered internet access — yaitu layanan internet dengan level kecepatan dan prioritas berbeda, mirip dengan paket broadband di negara maju. Namun, model ini menuai tantangan besar di Indonesia, di mana penetrasi internet masih belum merata dan banyak masyarakat bergantung pada kuota data terbatas.

Pakar Teknologi: Hati-hati, Ini Bisa Ancam Net Neutrality
Dr. Rizal Djamaluddin, pakar kebijakan teknologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), mengingatkan bahwa wacana internet premium berpotensi melanggar prinsip net neutrality — yaitu prinsip bahwa semua data di internet harus diperlakukan secara setara tanpa diskriminasi atau pembayaran ekstra untuk akses lebih cepat.

"Jika diterapkan secara gegabah, kebijakan ini bisa menciptakan dua kelas internet: yang mampu bayar dan yang tidak. Ini akan memperlebar kesenjangan digital," tegasnya. Ia menyarankan agar pemerintah fokus pada perluasan infrastruktur dan peningkatan kapasitas jaringan, bukan pada monetisasi layanan yang sudah menjadi kebutuhan dasar.

Langkah Selanjutnya: Publik Perlu Dilibatkan
Banyak pihak menuntut transparansi dan keterlibatan publik dalam proses pengambilan keputusan. "Ini bukan sekadar soal teknis jaringan, tapi juga soal hak akses informasi dan komunikasi," ujar aktivis digital rights, Sari Ningsih dari Lembaga Keadilan Digital (LKD). "Kementerian harus membuka ruang diskusi publik sebelum membahas kebijakan yang langsung menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat."

Komdigi sendiri dikabarkan akan menggelar rapat koordinasi dengan stakeholder terkait dalam waktu dekat. Dalam pertemuan tersebut, diharapkan akan dibahas tidak hanya aspek teknis, tetapi juga dampak sosial, ekonomi, dan hukum dari wacana internet premium.

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya