Tragedi Zara Qairina: Viralnya Rekaman CCTV dan Dugaan Bullying yang Guncang Malaysia

Tragedi Zara Qairina: Viralnya Rekaman CCTV dan Dugaan Bullying yang Guncang Malaysia

ilustrasi-pixabay-

Tragedi Zara Qairina: Viralnya Rekaman CCTV dan Dugaan Bullying yang Guncang Malaysia

Kasus kematian tragis Zara Qairina, siswi berusia 13 tahun asal Papar, Sabah, Malaysia, telah mengguncang hati masyarakat luas. Tragedi yang terjadi pada awal Juli 2025 ini tidak hanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga dan teman-temannya, tetapi juga memicu gelombang kemarahan publik di seluruh penjuru negeri. Apalagi setelah beredar video yang diduga merekam detik-detik terakhir kehidupan gadis remaja tersebut, membuat isu ini menjadi sorotan nasional bahkan internasional.



Video yang diklaim sebagai rekaman CCTV dari area asrama sekolah Zara tersebar luas di media sosial, terutama di platform TikTok. Salah satu akun, @lelpa.janita.alha, mengunggah cuplikan yang disebut-sebut menunjukkan Zara berada di ruang laundry atau "dobi" sekitar pukul 02.30 pagi, beberapa menit sebelum ditemukan dalam kondisi kritis. Adegan dalam video tersebut menunjukkan sosok anak perempuan yang diduga Zara, tampak sendirian, dengan ekspresi cemas dan gerakan yang terlihat terburu-buru.

Namun, hingga kini, pihak Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM) belum memberikan konfirmasi resmi terkait keaslian video tersebut. Mereka menegaskan bahwa semua bukti digital, termasuk rekaman kamera pengawas, sedang dianalisis secara mendalam oleh tim forensik. "Kami tidak bisa mengonfirmasi atau menyangkal isi video yang beredar. Yang bisa kami katakan, penyelidikan masih berlangsung dan kami mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan informasi yang belum diverifikasi," ujar Komisaris Polisi Sabah, Datuk Mohd Zainuddin bin Abdul Rahman, dalam konferensi pers pada 20 Juli 2025.

Detik-Detik Tragedi: Dari Laundry ke Selokan
Insiden memilukan ini bermula pada dini hari tanggal 16 Juli 2025, sekitar pukul 03.00 pagi. Seorang petugas kebersihan yang sedang bertugas di asrama sekolah menemukan Zara dalam kondisi tidak sadarkan diri di saluran pembuangan air (selokan) yang berada di dekat gedung asrama. Tubuhnya ditemukan dalam posisi terluka parah, dengan bekas lebam di beberapa bagian tubuh dan pakaian yang basah kuyup.



Saksi mata mengungkapkan bahwa sebelum ditemukan, sekitar pukul 02.30, Zara sempat terlihat menuju ruang laundry untuk mencuci pakaian. "Dia tampak biasa saja, tidak ada yang aneh. Tapi hanya 30 menit kemudian, dia sudah ditemukan di selokan dalam keadaan kritis," ungkap salah satu teman sekelasnya yang enggan disebutkan namanya.

Zara langsung dilarikan ke Rumah Sakit Queen Elizabeth I di Kota Kinabalu dengan ambulans. Namun, nyawanya tak tertolong. Dokter menyatakan ia meninggal dunia pada 17 Juli 2025, tepat sehari setelah ditemukan. Penyebab kematian awalnya diduga karena trauma berat akibat jatuh dari lantai tiga gedung asrama. Namun, spekulasi ini mulai dipertanyakan seiring munculnya informasi baru yang lebih mengerikan.

Isu Bullying dan Dugaan Kekerasan Fisik
Yang membuat kasus ini semakin memanas adalah dugaan kuat bahwa Zara korban bullying oleh senior di sekolahnya. Beberapa sumber anonim dari kalangan pelajar menyebutkan bahwa Zara kerap diejek, diintimidasi, bahkan dipaksa melakukan pekerjaan rumah tangga oleh teman-teman yang lebih tua. "Dia sering diminta mencuci pakaian senior, dibangunkan tengah malam, dan kadang dikunci di luar asrama," kata salah satu siswi yang mengaku pernah melihat kejadian tersebut.

Lebih mencengangkan lagi, beredar kabar dari kalangan dalam bahwa Zara diduga dimasukkan ke dalam mesin cuci sebelum akhirnya ditemukan di selokan. Meski belum terbukti secara forensik, narasi ini cepat menyebar dan memicu kemarahan publik. Banyak netizen yang menyebut tindakan tersebut sebagai kekejaman yang tidak manusiawi, terlebih korban masih berusia 13 tahun.

Tagar #JusticeForZara pun meledak di media sosial. Di TikTok, Instagram, dan Twitter, ribuan pengguna membagikan video, ilustrasi, dan doa untuk Zara. Banyak yang menuntut pertanggungjawaban dari pihak sekolah, otoritas pendidikan, hingga aparat penegak hukum. "Anak 13 tahun tidak boleh mati seperti ini. Kami butuh keadilan, bukan hanya belasungkawa," tulis seorang netizen dari Kuala Lumpur.

Penyelidikan Resmi dan Otopsi Ulang
Menanggapi tekanan publik yang semakin tinggi, Kantor Jaksa Agung Malaysia (Attorney General’s Chambers/AGC) mengumumkan bahwa mereka akan menggelar pemeriksaan menyeluruh terhadap kasus ini. Proses hukum ini akan dilakukan oleh Pengadilan Koroner secara independen, sesuai dengan Pasal 339 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Malaysia, yang mengatur tentang inquest (pemeriksaan kematian).

"Tujuan dari inquest ini adalah untuk menentukan penyebab, cara, dan keadaan kematian Zara Qairina, termasuk apakah ada unsur pidana yang terlibat, seperti penganiayaan, kelalaian, atau bahkan pembunuhan," jelas juru bicara AGC dalam siaran pers resmi.

Sebagai bagian dari proses penyelidikan, jenazah Zara telah digali kembali dari pemakamannya di Pemakaman Muslim Tanjung Ubi, Kampung Mesapol, pada Sabtu, 19 Juli 2025. Jenazah kemudian dibawa ke Rumah Sakit Queen Elizabeth I untuk menjalani otopsi ulang oleh tim forensik independen. Hasil otopsi ini diharapkan bisa memberikan gambaran lebih jelas mengenai penyebab kematian dan adanya tanda-tanda kekerasan fisik yang diduga terjadi sebelum kematiannya.

Tanggapan Pihak Sekolah dan Kementerian Pendidikan
Hingga kini, pihak sekolah tempat Zara menuntut ilmu masih bungkam. Namun, sumber internal menyebutkan bahwa pihak manajemen sedang melakukan audit internal terhadap sistem asrama dan budaya sekolah. Sementara itu, Kementerian Pendidikan Malaysia telah membentuk tim investigasi khusus untuk meninjau kembali kebijakan asrama dan perlindungan siswa di seluruh negeri.

Menteri Pendidikan, Fadhlina Sidek, menyatakan keprihatinan mendalam atas kejadian ini. "Ini adalah tragedi yang sangat menyedihkan. Kami berjanji akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan asrama dan memastikan tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan atau pelecehan di lingkungan pendidikan," ujarnya dalam wawancara eksklusif dengan Bernama.

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya