Ronald Tannur Dapat Remisi 90 Hari di HUT RI ke-80, Mantan Terdakwa Kasus Pembunuhan Dini Sera Afrianti, Bebas yang Kini Kembali ke Penjara

Ronald-Instagram-
Ronald Tannur Dapat Remisi 90 Hari di HUT RI ke-80, Mantan Terdakwa Kasus Pembunuhan Dini Sera Afrianti, Bebas yang Kini Kembali ke Penjara
Di tengah perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, sejumlah narapidana mendapatkan pengurangan hukuman atau remisi dari pemerintah. Salah satu nama yang mencuri perhatian publik adalah Gregorius Ronald Tannur, terpidana kasus kematian Dini Sera Afrianti, yang resmi mendapatkan remisi selama 90 hari.
Pemberian remisi ini disampaikan langsung oleh Kalapas Salemba, Mohammad Fadil, dalam keterangan pers yang dirilis pada Minggu, 17 Agustus 2025. Ronald Tannur tercatat sebagai salah satu dari sejumlah narapidana yang mendapat penghargaan atas perilaku baik selama menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan.
“Remisi diberikan kepada narapidana yang telah memenuhi syarat administratif dan substantif, termasuk berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan, serta dinilai memiliki potensi risiko yang menurun,” jelas Fadil.
Daftar narapidana yang mendapatkan remisi dalam rangka HUT RI tahun ini cukup mencengangkan, mengingat beberapa di antaranya merupakan nama-nama besar yang kerap menjadi sorotan media. Selain Ronald Tannur, tercatat pula nama-nama seperti Ahmad Fathonah, Edward Seky Soeryadjaya, John Repra alias John Kei, M.B. Gunawan, dan Ofan Sofwan.
Dari Vonis Bebas hingga Dibui Kembali
Perjalanan hukum Ronald Tannur memang penuh lika-liku. Awalnya, ia divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti, yang menimbulkan gelombang protes dari keluarga korban dan masyarakat luas. Vonis bebas tersebut sempat dianggap sebagai bentuk keadilan yang terdistorsi, mengingat bukti-bukti kuat yang mengarah pada keterlibatannya dalam peristiwa tragis tersebut.
Namun, semua berubah ketika terungkap adanya praktik suap yang melibatkan tiga hakim yang mengadili perkara tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil membongkar jaringan korupsi yang membuat vonis bebas Ronald Tannur menjadi bermasalah secara hukum.
Pada 22 Oktober 2024, Mahkamah Agung (MA) secara resmi menganulir vonis bebas yang sebelumnya dijatuhkan. Majelis hakim agung yang diketuai oleh Soesilo, dengan anggota Ainal Mardiah dan Sutarjo, memutuskan untuk mengganti vonis tersebut dengan hukuman 5 tahun penjara.
Putusan ini menjadi titik balik penting dalam kasus yang sempat mengguncang kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. MA menegaskan bahwa vonis bebas sebelumnya tidak sah karena diwarnai praktik korupsi, sehingga perlu dibatalkan demi keadilan substantif.
Penangkapan Kembali dan Proses Hukum Berjalan
Tak lama setelah putusan MA diketok, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Kejaksaan Negeri Surabaya segera bertindak. Pada 27 Oktober 2024, Ronald Tannur ditangkap di kediamannya di kawasan perumahan Victoria Regency, Surabaya. Penangkapan ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari putusan kasasi MA yang telah berkekuatan hukum tetap.
Kembalinya Ronald Tannur ke balik jeruji besi disambut dengan rasa lega oleh keluarga Dini Sera Afrianti. Mereka selama ini terus memperjuangkan keadilan, terutama setelah vonis bebas yang dianggap tidak adil sempat membuat mereka kehilangan harapan.
“Kami percaya pada proses hukum. Meski sempat terasa pahit, akhirnya keadilan menang. Kami berterima kasih pada MA dan aparat penegak hukum yang tidak menyerah,” ujar salah satu anggota keluarga korban, yang enggan disebutkan namanya.
Remisi Diberikan karena Perilaku Baik
Meski kembali menjalani hukuman, Ronald Tannur ternyata menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan selama berada di Lapas Salemba. Ia diketahui aktif mengikuti berbagai program pembinaan, mulai dari kegiatan keagamaan hingga pelatihan keterampilan. Sikap kooperatif dan disiplin selama masa tahanan menjadi pertimbangan utama pemberian remisi.
“Remisi bukanlah hadiah, melainkan bentuk penghargaan terhadap narapidana yang menunjukkan komitmen untuk berubah dan kembali menjadi warga negara yang produktif,” tegas Kalapas Salemba.
Pemberian remisi kepada Ronald Tannur tentu menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Di satu sisi, banyak yang mempertanyakan apakah terpidana dalam kasus sensitif seperti ini layak mendapatkan pengurangan hukuman. Di sisi lain, sejumlah pihak menilai bahwa sistem pemasyarakatan harus tetap memberikan ruang bagi rehabilitasi, selama narapidana benar-benar menunjukkan itikad baik.