LMKN Minta Royalti Murotal Al-Qur'an, Publik Heboh: Pungutan Sah atau Pungli Berkedok Hukum?

LMKN Minta Royalti Murotal Al-Qur'an, Publik Heboh: Pungutan Sah atau Pungli Berkedok Hukum?

Ilustrasi Masjid--

Beberapa kalangan menilai, LMKN terlalu agresif dalam mengejar target pendapatan, tanpa memperhatikan konteks sosial dan keagamaan dari penggunaan musik atau suara tertentu. Alih-alih menjadi pelindung seniman, LMKN justru dinilai berpotensi merusak citra kelembagaan dan menimbulkan keresahan di masyarakat.

Baca juga: Siapa Anak dan Suami Sulastri? Mantan Teman Mpok Alpa yang Viral Usai Diduga Terlibat Kasus Penipuan Rp1,3 Miliar, Bukan Orang Sembarangan?



Perlukah Revisi Regulasi dan Audit LMKN?
Kasus ini membuka kembali diskusi tentang perlunya audit independen terhadap kinerja LMKN, serta revisi regulasi terkait penerapan blanket tariff. Banyak pihak menyerukan agar pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM, turun tangan untuk mengkaji ulang kebijakan yang berpotensi menimbulkan ketidakadilan.

“Ini bukan soal menolak royalti, tapi soal keadilan dan kepatuhan hukum,” ujar seorang pengamat kebijakan publik. “Kalau sistemnya asal tarik, tanpa verifikasi, maka bukan pelindungan hak cipta namanya, tapi pemerasan legal.”

Beberapa usulan mulai mencuat, seperti:



Penerapan sistem pay-per-use (bayar sesuai konten yang diputar), bukan berdasarkan jumlah kamar.
Pengecualian eksplisit untuk konten keagamaan seperti murotal, adzan, dan khutbah.
Transparansi data penggunaan royalti, termasuk distribusi dana kepada pencipta yang sah.

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya