Luhut Tanggapi Absennya Megawati dari Upacara HUT ke-80 RI: Kita Ini Satu Bangsa, Satu Tujuan

Luhut-Instagram-
Luhut Tanggapi Absennya Megawati dari Upacara HUT ke-80 RI: Kita Ini Satu Bangsa, Satu Tujuan
Upacara kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80 pada Minggu, 17 Agustus 2025, digelar dengan khidmat di halaman Istana Merdeka, Jakarta. Namun, perhelatan bersejarah ini menyisakan catatan ketika mantan Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri, tidak tampak hadir di antara deretan kepala negara dan wakil kepala negara yang hadir secara langsung.
Ketidakhadiran Megawati menarik perhatian publik, terlebih karena sosoknya yang masih sangat berpengaruh dalam kancah politik nasional. Alih-alih menghadiri upacara resmi di Istana, Megawati memilih mengikuti peringatan HUT RI bersama kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Pilihan tersebut memicu berbagai spekulasi, namun tanggapan dari petinggi pemerintah justru menekankan semangat persatuan dan toleransi.
Menanggapi absennya Megawati, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, tampil tenang dan menekankan pentingnya kebersamaan di tengah perbedaan pilihan. Dalam wawancara singkat usai upacara, Luhut mengatakan bahwa meskipun pihaknya sangat mengharapkan kehadiran seluruh mantan presiden dan wakil presiden, ketidakhadiran Megawati bukanlah hal yang perlu diperbesar.
"Kita berharap lengkap, ya. Semua pemimpin bangsa bisa hadir, berkumpul, dan menunjukkan rasa persatuan. Tapi mungkin Ibu Mega memang berhalangan, nggak apa-apa. Yang penting, semangat kebangsaannya tetap terjaga," ujar Luhut dengan nada santai, namun penuh makna.
Luhut menilai, kehadiran para mantan kepala negara dalam satu momen seperti HUT RI bukan sekadar simbol protokoler, melainkan pesan kuat bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurutnya, saat para pemimpin bisa duduk bersama—meski berasal dari latar belakang politik yang berbeda—maka itulah wujud konkret dari Bhinneka Tunggal Ika dalam praktik.
"Momen seperti ini sangat bagus untuk menunjukkan kepada rakyat bahwa kita ini satu. Tidak peduli masa jabatan, partai, atau perbedaan pandangan, kita tetap satu bangsa, satu tujuan: Indonesia yang maju, adil, dan berdaulat," tegas Luhut.
Lebih lanjut, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ini menekankan bahwa kekompakan para tokoh nasional adalah kunci utama kemajuan bangsa. Dalam konteks global yang penuh tantangan, Luhut meyakini bahwa persatuan elite politik akan memberi dampak positif pada stabilitas nasional, iklim investasi, hingga kepercayaan internasional terhadap Indonesia.
"Bangsa yang kuat bukan karena sumber daya alamnya, tapi karena kekompakan pemimpinnya. Kalau kita bisa bersatu, maka rakyat juga akan percaya bahwa masa depan kita terjamin," ujarnya.
Pernyataan Luhut seolah menjadi penyejuk di tengah spekulasi yang sempat berkembang luas di media sosial. Banyak warganet yang mempertanyakan alasan di balik ketidakhadiran Megawati, dengan sebagian mengaitkannya dengan dinamika politik menjelang pemilu mendatang. Namun, Luhut menolak mengaitkan absennya Megawati dengan isu-isu politik jangka pendek.
"Ibu Mega tetap dihormati sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah bangsa. Beliau punya kontribusi besar. Pilihan untuk merayakan kemerdekaan bersama kader partainya juga sah-sah saja. Tidak harus selalu di Istana untuk menunjukkan cinta tanah air," tambahnya.
Fenomena ini juga mengundang komentar dari para pengamat politik. Dr. Rizal Sukma, pakar hubungan internasional, menilai bahwa ketidakhadiran Megawati bukanlah bentuk penolakan terhadap pemerintah, melainkan ekspresi dari keragaman cara merayakan kemerdekaan.