Ibu-Ibu di Tahun 80-90-an Melarang Suami Vasektomi, Ini Alasannya yang Masih Relevan Hingga Kini

Dokter -pixabay-
Ibu-Ibu di Tahun 80-90-an Melarang Suami Vasektomi, Ini Alasannya yang Masih Relevan Hingga Kini
Usulan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengenai pemberdayaan pria dalam program Keluarga Berencana (KB) melalui vasektomi beberapa waktu lalu sempat menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Tak sedikit pro dan kontra bermunculan, terutama dari kalangan wanita. Banyak yang menolak keras, bahkan menyampaikan kekhawatiran mereka secara terbuka.
Namun, jika kita menengok kembali ke masa lalu, tepatnya di era tahun 1980 hingga 1990-an, ternyata program KB bagi pria lewat prosedur medis vasektomi bukanlah hal baru. Pada masa itu, sejumlah pria sudah ada yang bersedia menjalani tindakan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab atas pengaturan jumlah anak dalam keluarga.
Sayangnya, justru pada masa tersebut banyak istri atau ibu-ibu yang tidak setuju dengan keputusan suami untuk melakukan vasektomi. Bahkan, tak jarang mereka sampai melarang keras sang suami agar tidak mengambil langkah tersebut.
Lalu, apa sebenarnya alasan di balik penolakan para ibu di masa lalu? Mengapa mereka merasa cemas dan takut jika suami menjalani vasektomi?
Pengakuan Anak dari Ayah yang Menjalani Vasektomi
Sebuah pengakuan menarik datang dari seorang wanita yang ayahnya merupakan salah satu pria yang telah menjalani vasektomi di era 80-90-an. Ia membagikan kisah keluarganya tersebut melalui sebuah video yang beredar di media sosial, khususnya TikTok, akun @mataharijinggaaja.
Dalam video tersebut, ia menjelaskan bahwa ayahnya memilih jalani vasektomi karena ingin memberikan rasa nyaman dan perlindungan kepada sang istri. Tujuannya adalah agar ibunya tidak perlu lagi khawatir akan risiko kehamilan yang membahayakan kesehatannya.
"Almarhum ayahku itu kan vasektomi karena dia kasihan sama ibukaku kalau harus sampai gimana-gimana gitu," ujar wanita ini dikutip oleh JatimNetwork.com .
Wanita tersebut juga menceritakan bagaimana ibunya seringkali mendapat pertanyaan dari orang-orang sekitar, terutama sesama ibu-ibu di lingkungan tempat tinggal mereka. Pertanyaan yang paling sering muncul adalah: “Kenapa nekat izinkan suami vasektomi?”
Ketidakpercayaan Terhadap Kesetiaan Suami
Menurut pengakuan wanita tersebut, alasan utama mengapa banyak istri di masa itu menolak atau takut memberi izin suami menjalani vasektomi bukanlah karena ketidaktahuan soal manfaat medisnya. Namun lebih kepada faktor psikologis dan kekhawatiran akan kesetiaan pasangan.
“Kalian tahu gak kenapa perempuan-perempuan itu justru tidak mengizinkan suami vasektomi?” katanya dalam video. “Jadi ibu-ibu zaman dulu itu takut sekali suami-suaminya itu main gila karena tahu kalau berhubungan sama perempuan lain nggak mungkin hamil.”
Jadi, logika yang digunakan oleh sebagian besar wanita saat itu adalah: jika suami tidak bisa membuat perempuan lain hamil, maka risiko perselingkuhan semakin tinggi. Dan inilah yang menjadi akar dari ketakutan mereka.
“Mereka itu justru nggak percaya sama suaminya, bukan sama vasektominya,” lanjutnya.
Pernyataan ini pun langsung menuai beragam reaksi dari warganet. Banyak netizen yang menyambut pengakuan ini dengan anggukan kepala, karena merasa alasan tersebut masih relevan hingga saat ini.
Respon Netizen: Apakah Ketakutan Itu Masih Ada?
Berbagai komentar dari warganet pun berdatangan di kolom unggahan video tersebut. Sebagian besar mengiyakan bahwa pemikiran para ibu di masa lampau itu masih terdengar familiar di telinga generasi milenial dan Gen Z saat ini.
Salah satu komentar dari akun @Nirmala23 mengatakan, “Gausah th 80-90 kak, ini Gubernur Jabar lg gencar program vasektomi aja komentar ibu2 pd gt ‘Klo aku sih gamau ya, yg ada suami bebas jajan, gpp aku kena efek KB yg penting suami setia.’”
Sementara itu, akun @Ciel✙✘✙ menulis, “Eh tp bener kok kak ???????????? Anak milenial jg bbrp ada yg mikir gini.”
Tidak hanya itu, pendapat lain dari akun @mamak bornas menyebutkan, “Menurut aq sih memang itu alasan paling utama kak. bisa jd penyebab para lelaki jd PK (pelaku poligami).”