Selat Hormuz Berada Dimana? Inilah Jantung Ekonomi Dunia yang Terancam Akibat Ketegangan AS-Iran

tanda tanya-pixabay-
Selat Hormuz Berada Dimana? Inilah Jantung Ekonomi Dunia yang Terancam Akibat Ketegangan AS-Iran
Pada Minggu, 22 Juni 2025, Parlemen Iran mengambil keputusan penting yang berpotensi mengguncang perekonomian global. Mereka menyetujui rencana penutupan Selat Hormuz untuk seluruh aktivitas pelayaran sebagai bentuk protes atas serangan militer Amerika Serikat (AS) terhadap fasilitas nuklir di Iran.
Keputusan ini langsung menuai perhatian dunia karena Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut paling strategis di muka bumi. Banyak negara dan institusi internasional mulai memprediksi dampak ekonomi yang akan timbul jika rencana tersebut benar-benar direalisasikan.
Apa Itu Selat Hormuz?
Selat Hormuz adalah sebuah selat sempit yang menghubungkan Teluk Persia dengan Laut Oman dan Samudra Hindia. Wilayah ini menjadi penghubung antara Timur Tengah dan lautan lepas yang digunakan oleh ribuan kapal setiap bulannya.
Secara geografis, Selat Hormuz terletak di antara Iran dan Oman. Meskipun luasnya hanya sekitar 90 kilometer dari ujung ke ujung, namun perannya sangat besar dalam rantai pasok energi global.
Dengan kedalaman rata-rata mencapai 30 meter dan lebar jalur navigasi sekitar 54 kilometer, Selat Hormuz tetap menjadi jalur utama karena tidak ada alternatif lain yang lebih efisien untuk mengangkut minyak mentah dan gas alam cair dari kawasan Teluk.
Kenapa Disebut "Jantung Minyak Dunia"?
Julukan “jantung minyak dunia” bukan tanpa alasan. Selat Hormuz menjadi saluran distribusi utama bagi sumber daya energi dari lima produsen minyak terbesar dunia: Arab Saudi, Kuwait, Irak, Iran, dan Uni Emirat Arab.
Setiap harinya, hampir 28 juta barel minyak mentah melintasi selat ini menuju pasar-pasar di Asia, Eropa, dan Amerika. Selain itu, sekitar sepertiga dari total perdagangan gas alam cair (LNG) dunia juga melewati jalur ini.
Data dari Badan Energi Internasional (IEA) menyebutkan bahwa sekitar 17% dari konsumsi energi dunia bergantung pada kelancaran arus lalu lintas maritim di Selat Hormuz.
Ancaman Serius Bagi Stabilitas Global
Langkah Iran untuk menutup Selat Hormuz tentu saja bukan isapan jempol belaka. Sebagai respons atas serangan udara AS yang dilakukan beberapa hari sebelumnya, langkah ini bisa menjadi titik balik dalam ketegangan geopolitik dunia.
Presiden AS Donald Trump telah mengonfirmasi bahwa militer AS melakukan serangan terhadap tiga situs nuklir di Iran sebagai pembalasan atas dugaan pelanggaran kesepakatan non-proliferasi nuklir. Hal ini semakin memperburuk situasi yang sudah panas akibat serangan Israel pada 13 Juni 2025 silam.
“Parlemen telah mencapai kesimpulan bahwa Selat Hormuz harus ditutup,” kata Mayor Jenderal Esmaeli Kowsari, anggota Komisi Keamanan Nasional Parlemen Iran, seperti dikutip dari Anadolu Agency.
Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan Dewan Keamanan Tertinggi Nasional Iran, yang akan memberikan instruksi lebih lanjut apakah rencana penutupan akan dilanjutkan atau tidak.
Dampak Potensial Penutupan Selat Hormuz
Jika benar-benar ditutup, maka harga minyak dunia diprediksi akan melonjak drastis. Pasokan energi global akan tersendat, dan negara-negara importir besar seperti Tiongkok, India, dan Jepang akan terkena imbasnya secara langsung.
Sementara itu, negara-negara produsen minyak di Teluk akan kesulitan mengekspor komoditas mereka, yang bisa memicu keruntuhan ekonomi regional.
Organisasi Maritim Internasional (IMO) dan NATO juga sudah mulai mempertimbangkan langkah-langkah antisipatif, termasuk rencana pengawalan kapal dagang dan kemungkinan intervensi militer jika situasi semakin memanas.
Jalur Perdagangan Strategis yang Rawan Konflik
Sejarah mencatat bahwa Selat Hormuz adalah wilayah yang rawan konflik. Pada masa lalu, selat ini pernah menjadi medan pertikaian saat Perang Teluk pada tahun 1980-an, serta insiden penyanderaan kapal asing oleh Iran.
Karena itulah, banyak negara memiliki kepentingan besar untuk menjaga kelancaran dan keamanan jalur ini. Bahkan, kekuatan-kekuatan maritim dunia seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Tiongkok memiliki kapal perang yang berpatroli di sekitar wilayah tersebut.