Ambulans Dihentikan Saat Menuju Pasien Kritis, Nyawa Tak Terselamatkan Gara-gara Salah Paham

Ambulans Dihentikan Saat Menuju Pasien Kritis, Nyawa Tak Terselamatkan Gara-gara Salah Paham

Ambulans-Instagram-

Menurut aturan yang berlaku, ambulan bisa menggunakan sirine dalam tiga situasi utama: saat menjemput pasien, saat mengantarkan pasien ke rumah sakit, dan saat melakukan evakuasi darurat. Setiap situasi ini membutuhkan respons cepat, terutama ketika berhubungan dengan penyakit kritis seperti serangan jantung, stroke, atau cedera parah.

“Penundaan satu atau dua menit saja bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati,” tambahnya.



Aturan Lalu Lintas untuk Kendaraan Prioritas
Mobil ambulan termasuk dalam kategori kendaraan prioritas, sama seperti mobil pemadam kebakaran dan kendaraan polisi. Di bawah UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan darurat diberikan hak untuk melanggar beberapa aturan lalu lintas—seperti melewati lampu merah atau berkendara di jalur terlarang—asalkan tetap memprioritaskan keselamatan.

Penghadangan ambulan, meskipun dilakukan tanpa niat buruk, tetap saja berpotensi melanggar undang-undang tersebut. Lebih penting lagi, hal ini bisa menyebabkan konsekuensi fatal, seperti yang terjadi di Karanganyar.

Edukasi Publik Perlu Digencarkan
Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat. Banyak orang salah kaprah mengenai fungsi ambulans dan penggunaan sirinenya. Banyak yang berpikir bahwa jika tidak ada pasien di dalamnya, ambulan tidak layak mendapat prioritas.



Padahal, dalam banyak kasus, ambulan sedang dalam perjalanan menuju lokasi pasien. Dan sering kali, detik-detik pertama adalah yang paling krusial dalam menentukan apakah nyawa bisa diselamatkan.

Untuk itu, pihak komunitas ambulan, dinas kesehatan, kepolisian, serta instansi terkait harus bekerja sama untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Sosialisasi mengenai tugas dan hak kendaraan darurat perlu diperluas, baik melalui media sosial, kampanye di tempat umum, hingga program pelatihan bagi para sopir kendaraan umum.

Permintaan Maaf Harus Disertai Pembelajaran Bersama
Meski sopir truk telah menyampaikan permintaan maaf, langkah ini harus diiringi dengan upaya konkret untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Bukan hanya sekadar permintaan maaf, tetapi juga pembelajaran kolektif tentang pentingnya toleransi, empati, dan kesadaran akan arti sebuah tanggung jawab sosial.

“Jangan sampai kita menjadi penghalang bagi nyawa yang sedang bergantung pada menit-menit terakhir,” ucap salah seorang relawan medis.

Baca juga: Islah Bahrawi Soroti Perang Canggih Iran-Israel: Indonesia Siapkah dengan Alutsista Terkini?

Kesimpulan: Sirine Bukan Hiasan, tapi Harapan
Ambulan bukanlah kendaraan biasa. Di balik setiap suara sirine yang terdengar, selalu ada nyawa yang tengah dipertaruhkan. Bahkan ketika ambulan masih kosong, harapan untuk menyelamatkan seseorang sudah mulai bergerak.

Kita semua, sebagai pengguna jalan, punya tanggung jawab moral untuk memberi ruang bagi kendaraan darurat. Karena di balik kemacetan, demonstrasi, atau aktivitas sehari-hari, ada saat-saat di mana nyawa manusia lebih penting dari segalanya.

Semoga tragedi ini menjadi titik awal perubahan. Agar kesadaran akan pentingnya menyingkirkan ego berkendara dan mengutamakan keselamatan bisa lebih tinggi. Dan yang terpenting, semoga tidak ada lagi nyawa yang hilang sia-sia karena kurangnya pemahaman dan empati.

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya