Siapa Ismet Syahputra? Keluarga Pasien RSUD Sekayu yang Intimidasi Dokter Syahpri Putra Wangsa

Ismet-Instagram-
Siapa Ismet Syahputra? Keluarga Pasien RSUD Sekayu yang Intimidasi Dokter Syahpri Putra Wangsa
Kronologi Lengkap Kasus Intimidasi di RSUD Sekayu: Ismet Syahputra Buka Suara, Dokter Syahpri Tetap Tempuh Jalur Hukum
Sebuah insiden yang mengguncang dunia medis dan publik Sumatera Selatan kembali mencuat ke permukaan. Video yang memperlihatkan seorang dokter spesialis dikelilingi dan diintimidasi oleh keluarga pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, viral di media sosial pada pertengahan Agustus 2025. Kejadian yang terjadi pada Selasa, 12 Agustus 2025 itu memicu kemarahan luas, khususnya dari kalangan tenaga kesehatan (nakes), serta mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah.
Namun, setelah sempat menjadi sorotan nasional, akhirnya pihak keluarga pasien angkat bicara. Melalui konferensi pers yang digelar di Sekayu, Ismet Syahputra—putra dari pasien lanjut usia yang dirawat di rumah sakit tersebut—tampil secara langsung untuk memberikan klarifikasi atas insiden yang sempat membuat nama RSUD Sekayu tercoreng.
Viral di TikTok, Aksi Intimidasi Terhadap Dokter Syahpri Putra Wangsa
Video yang awalnya diunggah oleh akun TikTok @dioselektronik menunjukkan suasana tegang di salah satu ruang perawatan RSUD Sekayu. Dalam rekaman berdurasi kurang dari dua menit, tampak seorang dokter berpakaian lengkap dengan masker medis, Dr. Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD, K-GH, Finasim, dikelilingi oleh sejumlah orang yang diduga keluarga pasien.
Dokter Syahpri, yang saat itu sedang melakukan visit rutin, terlihat dicecar dengan nada tinggi dan sikap agresif. Salah satu pria—kemudian diketahui sebagai Ismet Syahputra—menarik tubuh dokter dan memaksa membuka maskernya. Adegan itu memicu kemarahan netizen, yang menilai tindakan tersebut merupakan bentuk kekerasan verbal dan fisik terhadap tenaga kesehatan.
“Kejadian baru-baru ini, Selasa 12 Agustus 2025, keluarga pasien secara emosional melakukan tindakan kekerasan fisik maupun intimidasi verbal terhadap salah seorang nakes, yaitu dr. Syahpri, di RSUD Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan,” tulis akun @dioselektronik dalam keterangan videonya yang telah dibagikan ribuan kali.
Pemkab Sekayu Tegaskan Dukungan untuk Tenaga Kesehatan
Tak lama setelah video beredar, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musi Banyuasin melalui Dinas Kesehatan menyatakan sikap tegas. Bupati Musi Banyuasin, dalam pernyataan resmi, menyatakan dukungan penuh terhadap Dr. Syahpri Putra Wangsa dan menegaskan bahwa setiap tenaga kesehatan harus dilindungi saat menjalankan tugas.
“Kami tidak akan mentolerir segala bentuk intimidasi atau kekerasan terhadap tenaga medis. Mereka bekerja dengan dedikasi tinggi demi kesembuhan pasien. Jika ada ketidakpuasan, harus diselesaikan secara profesional, bukan dengan cara kasar,” tegas Bupati.
Pemkab juga memastikan bahwa pihak rumah sakit akan melakukan evaluasi internal terkait pelayanan dan sistem koordinasi antara dokter, perawat, dan keluarga pasien.
Ismet Syahputra Buka Suara: "Saya Kecewa, Bukan Benci"
Di tengah tekanan publik, Ismet Syahputra akhirnya tampil di hadapan media. Dengan wajah penuh penyesalan, pria berambut cepak ini menjelaskan bahwa tindakannya bukan bermaksud merendahkan profesi dokter, melainkan merupakan pelampiasan dari rasa kecewa yang telah menggunung selama beberapa hari.
“Saya anak dari pasien, ibu saya berusia 72 tahun, menderita diabetes dengan komplikasi serius. Dirawat sebagai pasien VIP, tapi selama empat hari kami tidak bisa bertemu dokter spesialis yang menangani,” ujarnya dengan suara bergetar.
Ismet mengaku frustrasi karena pihak rumah sakit tidak memberikan kejelasan terkait jadwal visit dokter. Ia menyebut bahwa saat akhir pekan, tidak ada dokter spesialis yang bisa ditemui, meskipun status pasiennya adalah VIP.
“Kami bayar lebih sebagai pasien VIP, tapi pelayanannya tidak beda jauh dengan pasien BPJS. Bahkan, ketika saya tanya soal rencana pengobatan lanjutan, jawabannya hanya ‘syukuri saja kondisi ibu Anda’. Itu yang membuat saya emosi,” ungkapnya.
Alasan Memaksa Dokter Buka Masker: Ingin Pastikan Dokter Asli
Salah satu momen paling kontroversial dalam video adalah saat Ismet memaksa Dr. Syahpri membuka maskernya. Saat dikonfirmasi, Ismet menjelaskan bahwa tindakannya itu didasari oleh keraguan.
“Saya tidak tahu apakah dokter itu benar-benar dokter spesialis atau bukan. Saya ingin memastikan bahwa yang menangani ibu saya adalah dokter yang kompeten. Di benak saya, kalau dokter asli, pasti tidak akan takut membuka masker. Tapi saya sadar, itu bukan cara yang tepat,” akunya.
Ia juga menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada Dr. Syahpri, meski menegaskan bahwa kekecewaannya terhadap sistem pelayanan rumah sakit tetap ada.
“Saya minta maaf atas tindakan yang melampaui batas. Tapi saya harap pihak rumah sakit juga introspeksi. Pasien VIP harusnya mendapat prioritas, bukan malah dibiarkan menunggu tanpa kepastian,” katanya.
Dr. Syahpri: "Masker Bukan Arogansi, Tapi SOP Medis"
Di sisi lain, Dr. Syahpri Putra Wangsa angkat bicara melalui wawancara eksklusif. Ia menegaskan bahwa penggunaan masker saat visit bukan bentuk arogansi atau sikap tidak menghargai keluarga pasien, melainkan bagian dari protokol kesehatan yang wajib dipatuhi.
“Saya menangani pasien dengan risiko infeksi tinggi, termasuk kasus TBC. Masker adalah perlindungan bagi saya, pasien, dan keluarga. Jika saya terpapar, bisa membahayakan banyak orang. Ini bukan soal gengsi, tapi soal keselamatan bersama,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan rasa trauma akibat insiden tersebut. “Saya merasa diintimidasi, ditarik, dan dipaksa membuka masker di depan pasien dan keluarga. Itu bukan hanya pelanggaran etika, tapi juga ancaman terhadap keselamatan profesi kami.”
Gestur Maaf, Tapi Tetap Tempuh Jalur Hukum
Dalam konferensi pers, terlihat jelas Ismet Syahputra menjabat tangan Dr. Syahpri. Beberapa pihak menilai gestur tersebut sebagai bentuk permintaan maaf. Namun, Dr. Syahpri menegaskan bahwa meskipun ia menerima permintaan maaf, ia tetap akan melanjutkan kasus ini ke ranah hukum.
“Saya tidak ingin ini menjadi preseden buruk bagi tenaga kesehatan lain. Jika hari ini kami diam, besok bisa jadi dokter lain yang menjadi korban. Saya sudah ajukan laporan resmi ke Polres Musi Banyuasin. Ini bukan soal dendam, tapi soal perlindungan profesi,” tegasnya.
Laporan tersebut telah diterima dengan nomor register: LP/1245/VIII/2025/Polres Muba. Pihak kepolisian menyatakan akan segera melakukan pemanggilan terhadap saksi-saksi, termasuk pihak rumah sakit dan keluarga pasien.
Dampak Sosial dan Perlindungan Nakes: Harus Ada Solusi Sistemik
Kasus ini menjadi cerminan betapa rentannya posisi tenaga kesehatan di tengah tekanan layanan publik yang belum merata. Meskipun pasien dan keluarga berhak atas informasi dan pelayanan, namun batas antara kritik dan intimidasi harus jelas.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Musi Banyuasin turut angkat suara. “Kami mendukung penuh langkah hukum yang diambil Dr. Syahpri. Perlindungan terhadap nakes bukan hanya tanggung jawab rumah sakit, tapi juga masyarakat dan negara,” ujar dr. Andi Pratama, Ketua IDI Muba.
Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sumsel juga menyatakan akan memantau perkembangan kasus ini sebagai bagian dari upaya perlindungan terhadap hak pekerja sektor kesehatan.
Refleksi: Antara Harapan Pasien dan Kewajiban Profesional
Kasus di RSUD Sekayu bukan sekadar konflik antara dokter dan keluarga pasien. Ini adalah benturan antara harapan tinggi dari keluarga pasien dengan keterbatasan sistem pelayanan kesehatan di daerah. Ismet merasa diperlakukan tidak adil sebagai pasien VIP. Di sisi lain, dokter juga bekerja di bawah tekanan tinggi, dengan beban kerja yang besar dan risiko infeksi yang nyata.
Baca juga: Tragedi Zara Qairina: Viralnya Rekaman CCTV dan Dugaan Bullying yang Guncang Malaysia