DP Hanya Rp50 Juta, Motif Membunuh Kepala BRI Terungkap: Utang Fiktif Rp13 Miliar dan Dalang di Balik Bayangan

Dwi hartono-Instagram-
DP Hanya Rp50 Juta, Motif Membunuh Kepala BRI Terungkap: Utang Fiktif Rp13 Miliar dan Dalang di Balik Bayangan
Kasus pembunuhan sadis yang menimpa Muhammad Ilham Pradipta, Kepala Cabang Pembantu Bank BRI Cempaka Putih, masih menyisakan keterkejutan di masyarakat. Di balik aksi keji tersebut, terungkap alasan yang mencengangkan: hanya dengan uang muka (DP) sebesar Rp50 juta, sejumlah pelaku nekat menculik dan membunuh seorang pejabat bank. Yang lebih mengejutkan, dalang di balik aksi ini bukan sosok gelap, melainkan seorang pengusaha sukses, motivator kondang, dan YouTuber dengan jutaan pengikut.
Dwi Hartono alias DH, pria berusia 45 tahun yang dikenal luas sebagai sosok inspiratif di dunia edukasi nonformal, kini berada di balik jeruji besi. Ia ditangkap oleh tim gabungan Polda Metro Jaya pada 23 Agustus 2025 di Kota Solo, Jawa Tengah. Penangkapan ini menjadi puncak dari penyelidikan intensif selama tiga hari setelah korban ditemukan tewas mengenaskan di area persawahan Bekasi, Jawa Barat.
Dari Motivator Sukses hingga Tersangka Pembunuhan
Sebelum terjerat kasus ini, Dwi Hartono dikenal sebagai figur publik yang karismatik. Melalui kanal YouTube “Klan Hartono” yang memiliki lebih dari 800 ribu subscriber, ia kerap membagikan konten motivasi, tips bisnis, dan gaya hidup sukses. Selain itu, ia juga mendirikan platform pendidikan nonformal bernama “Guruku”, yang digadang-gadang sebagai solusi pembelajaran modern bagi masyarakat dari berbagai latar belakang.
Namun, citra cemerlang itu runtuh seketika ketika polisi mengungkap keterlibatannya dalam kasus penculikan dan pembunuhan terhadap Ilham Pradipta, pegawai BRI yang masih berusia 34 tahun. Korban pertama kali dilaporkan hilang setelah diculik di area parkir PT Lotte Mart Ciracas, Jakarta Timur, pada 20 Agustus 2025. Kejadian ini sempat membuat keluarga dan rekan kerja korban panik, hingga akhirnya jenazah ditemukan keesokan harinya dalam kondisi mengenaskan: tangan dan kaki terikat kuat, serta mata dililit lakban hitam.
Pinjaman Fiktif Rp13 Miliar Jadi Akar Masalah
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, motif di balik pembunuhan ini diduga kuat terkait dengan pinjaman fiktif senilai Rp13 miliar. Pinjaman ini diklaim dilakukan atas nama perusahaan yang terkait dengan DH, namun diduga tidak pernah benar-benar digunakan atau bahkan tidak pernah diterima oleh pihak yang seharusnya.
“Korban diduga terlibat dalam proses pengajuan kredit tersebut, dan menjadi kunci dalam investigasi internal bank,” ujar Kombes Pol. Andika Cahya, Kabid Humas Polda Metro Jaya, dalam konferensi pers, Kamis (28/8/2025).
Diduga, Ilham Pradipta mulai mencurigai adanya praktik manipulasi dokumen dan melaporkan temuannya ke atasan. Hal inilah yang kemudian memicu kemarahan pihak-pihak yang merasa terancam, termasuk Dwi Hartono, yang diduga sebagai otak intelektual di balik aksi penculikan dan pembunuhan.
Iming-iming Uang Puluhan Juta, DP Hanya Rp50 Juta
Yang mengejutkan, para pelaku eksekusi ternyata hanya menerima uang muka sebesar Rp50 juta dari total imbalan yang dijanjikan mencapai puluhan juta rupiah. Uang tersebut diberikan oleh seseorang berinisial F, yang hingga kini identitasnya belum diungkap secara resmi oleh kepolisian.
“Pelaku eksekusi hanya menerima DP sekitar Rp50 juta. Mereka belum menerima pembayaran penuh karena aksi keji ini terungkap lebih cepat oleh tim penyidik,” jelas Andika.
Polisi menduga, F merupakan perantara antara DH dan para pelaku lapangan. Ia bertindak sebagai penyalur pesan sekaligus pemberi dana operasional. Namun, hingga kini, polisi masih melakukan pendalaman terhadap keterlibatan F, termasuk kemungkinan adanya aktor lain di balik layar.
Jejak Digital dan Jejak Kriminal
Dwi Hartono bukan sekadar motivator biasa. Ia juga merupakan pengusaha yang mengelola dua perusahaan besar: PT Hartono Mandiri Makmur, yang bergerak di bidang pengembangan perangkat lunak, dan PT Digitalisasi Aplikasi Indonesia (DAI), perusahaan yang menaungi platform “Guruku”. Kedua perusahaan tersebut berlokasi di kompleks perumahan mewah di Kota Wisata, Bogor, Jawa Barat—tempat tinggal DH yang dikenal megah dan eksklusif.
Jejak digital DH sangat kuat. Di media sosial, ia kerap memamerkan gaya hidup mewah: mobil mewah, pesawat pribadi, hingga liburan ke luar negeri. Namun, di balik kemewahan itu, polisi mulai mengungkap celah-celah finansial yang bermasalah. Beberapa sumber menyebutkan bahwa perusahaan DH sedang mengalami tekanan likuiditas yang cukup berat, sehingga pinjaman fiktif ini diduga merupakan upaya untuk menyelamatkan bisnisnya dari kebangkrutan.
Dari Jambi hingga Jakarta: Citra Sang Dermawan yang Pudar
Di kampung halamannya di Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, Jambi, Dwi Hartono dikenal sebagai sosok dermawan. Ia kerap menggelar acara sosial, mendatangkan artis ibu kota, ustaz ternama, dan membagikan sembako kepada warga kurang mampu. Bahkan, beberapa warga menyebutnya sebagai “pahlawan lokal” yang peduli terhadap kemajuan desa.
Namun, kabar penangkapannya membuat warga setempat terkejut. “Kami tidak menyangka. Dia selalu terlihat baik, sering bantu warga. Tapi kalau memang benar, ya kami serahkan ke proses hukum,” ujar Pak Jono, tokoh masyarakat setempat.
Penangkapan dan Pengakuan Pelaku
Selain DH, polisi juga menangkap tiga rekannya di Solo dan satu pelaku lainnya di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Kelima orang ini diduga terlibat langsung dalam perencanaan hingga eksekusi penculikan dan pembunuhan. Dari hasil pemeriksaan, mereka mengaku hanya menjalankan perintah dari atasannya, tanpa mengetahui secara detail motif di balik aksi tersebut.
Kuasa hukum DH, Adrianus Agau, membantah kliennya sebagai pelaku utama. Ia mengklaim bahwa Dwi Hartono hanya diminta untuk “menjemput paksa” korban atas perintah pihak lain yang disebutnya berinisial F.
“Adik kami diminta menjemput korban di sore hari karena ada persoalan administrasi kredit. Tapi kami tidak tahu kalau akan berujung pada penculikan dan kematian,” ujar Adrianus dalam wawancara eksklusif dengan media.
Namun, polisi meragukan narasi tersebut. “Kami punya bukti kuat, termasuk rekaman CCTV, komunikasi digital, dan aliran dana yang mengarah langsung ke rekening DH. Ini bukan sekadar ‘penjemputan’, tapi perencanaan matang,” tegas Andika.
Polisi Ungkap Modus dan Ancaman Hukuman
Modus yang digunakan pelaku cukup terstruktur. Mereka memantau pergerakan korban selama beberapa hari, lalu melakukan penyergapan di tempat parkir yang sepi. Korban dibawa ke lokasi terpencil, diinterogasi, dan kemudian dibunuh untuk menutupi jejak.
Akibat perbuatannya, DH dan para pelaku lainnya dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 365 ayat (3) KUHP tentang pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan kematian, serta Pasal 333 KUHP tentang penculikan. Jika terbukti bersalah, mereka terancam hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Publik Terkejut, Media Sosial Heboh
Kasus ini langsung menjadi viral di media sosial. Banyak netizen yang tidak percaya bahwa seorang motivator yang dulu diidolakan kini menjadi tersangka pembunuhan. Tagar #KlanHartono dan #MotivatorPembunuh sempat menduduki trending topik Twitter selama dua hari berturut-turut.