Tunjangan Rumah Dinas DPRD DKI Jakarta Tembus Rp70,4 Juta per Bulan, Publik Heboh: "Duit Rakyat Dipakai untuk Fasilitas Mewah?"

Tunjangan Rumah Dinas DPRD DKI Jakarta Tembus Rp70,4 Juta per Bulan, Publik Heboh:

uang-pixabay-

Tunjangan Rumah Dinas DPRD DKI Jakarta Tembus Rp70,4 Juta per Bulan, Publik Heboh: "Duit Rakyat Dipakai untuk Fasilitas Mewah?"

Anggaran tunjangan rumah dinas bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mencuat ke permukaan setelah sejumlah informasi bocor ke publik melalui media sosial. Yang mengejutkan, besaran tunjangan tersebut ternyata jauh melampaui angka yang diterima oleh anggota DPR RI, bahkan mencapai Rp70,4 juta per bulan untuk anggota biasa, dan Rp78,8 juta per bulan untuk para pimpinan DPRD DKI Jakarta.



Temuan ini memicu gelombang reaksi keras dari masyarakat, terutama di tengah situasi ekonomi yang masih belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi. Banyak warga yang mempertanyakan kewajaran besaran tunjangan tersebut, mengingat sumber dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta — alias uang rakyat.

Bocoran dari Twitter, Viral dalam Hitungan Jam
Kebocoran informasi ini bermula dari sebuah cuitan akun Twitter @thedufresne pada 24 Agustus 2025. Dalam unggahannya, akun tersebut membagikan tangkapan layar dari Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 415 Tahun 2022, yang ditandatangani langsung oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, pada 27 April 2022.

Dalam dokumen tersebut secara eksplisit disebutkan besaran tunjangan perumahan yang diberikan kepada anggota dan pimpinan DPRD DKI Jakarta. Rinciannya:



Pimpinan DPRD DKI Jakarta: Rp78,8 juta per bulan
Anggota DPRD DKI Jakarta: Rp70,4 juta per bulan
“Nilai tunjangan perumahan DPRD DKI jauh lebih besar dibandingkan DPR RI. Tapi gak ada yang ribut,” tulis akun tersebut, disertai dengan tautan dokumen resmi yang bisa diakses publik.

Cuitan ini langsung menjadi viral, mendapat lebih dari 26.900 tayangan dan ratusan balasan dari netizen yang geram. Banyak yang menyebut bahwa besaran tunjangan tersebut terlalu fantastis, apalagi jika dibandingkan dengan kondisi rakyat kecil yang masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar.

Perubahan Aturan: Dari Rumah Dinas Jadi Uang Tunai
Sebelumnya, berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 153 Tahun 2017, hanya pimpinan DPRD DKI Jakarta yang berhak mendapatkan rumah dinas, sementara anggota dewan lainnya tidak wajib mendapat fasilitas tersebut. Artinya, mereka harus mengurus sendiri tempat tinggal selama menjalankan tugas di Jakarta.

Namun, aturan ini berubah melalui Pergub Nomor 17 Tahun 2022, yang mengubah bentuk fasilitas dari rumah fisik menjadi tunjangan uang tunai. Alih-alih menyediakan bangunan, Pemprov DKI memilih membayar anggota dewan dalam bentuk uang dengan nilai yang sangat besar.

Perubahan ini dinilai banyak pihak sebagai langkah yang kontroversial. Selain karena besaran nominalnya yang mencengangkan, juga karena tidak disosialisasikan secara terbuka kepada publik. Padahal, anggaran ini bersumber dari APBD yang disusun dari pajak dan kontribusi masyarakat Jakarta.

Perbandingan dengan DPR RI: Ada Apa di Balik Angka?
Jika dibandingkan dengan anggota DPR RI, yang mendapatkan tunjangan rumah dinas sebesar Rp50 juta per bulan, anggota DPRD DKI Jakarta justru menerima lebih besar — selisih hampir Rp20 juta lebih tinggi.

Padahal, secara hierarki dan cakupan kerja, DPR RI memiliki tanggung jawab nasional, sementara DPRD DKI Jakarta bersifat lokal. Fakta ini memperkuat kritik publik yang merasa bahwa terjadi ketidakadilan dalam alokasi anggaran publik.

"Kalau DPR RI yang kerja di tingkat nasional dapat Rp50 juta, lalu kenapa DPRD DKI yang kerjanya di wilayah Jakarta saja malah dapat Rp70 juta? Ini logikanya di mana?" tanya seorang netizen dengan akun @jakartabergerak.

Kritik Publik Menggema: "Ini Bukan Hanya Soal Uang, Tapi Etika"
Reaksi publik tidak hanya datang dari netizen biasa. Banyak aktivis, akademisi, dan pegiat antikorupsi turut angkat suara. Mereka menilai bahwa besaran tunjangan ini mencerminkan krisis etika dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik.

Salah satu komentar mencolok datang dari akun @widiatis279:
"Makanya yang bikin KepGub gak pernah direwelin ya tempo hari itu, soalnya dikasih fasilitas mewah ke anggota dewan pakai duit APBD alias duit rakyat. Bokis emang itu orang dan orang-orang itu."

Sementara akun @felixsgl1 menyinggung kemungkinan adanya pertukaran kepentingan politik, terkait proyek-proyek besar seperti Formula E:
"Kalau gak salah ini demi nginderin Hak Angket gegara Formula E bukan sih? Makannya yang tadinya PDIP nolak bersama beberapa parpol akhirnya semua parpol pada dukung Formula E. Inget banget ane."

Komentar ini mengarah pada dugaan bahwa kenaikan tunjangan bisa jadi merupakan bentuk imbalan politik untuk memuluskan kebijakan kontroversial, seperti pelaksanaan Formula E di Jakarta, yang selama ini menuai pro dan kontra.

Respons Resmi Belum Muncul, DPRD DKI Didesak Buka Suara
Hingga berita ini diturunkan, DPRD DKI Jakarta maupun Pemprov DKI belum memberikan keterangan resmi terkait besaran tunjangan tersebut. Padahal, publik berhak mengetahui dasar hukum, pertimbangan teknis, serta justifikasi ekonomi di balik angka-angka fantastis ini.

Sejumlah lembaga pengawas, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mulai didesak untuk melakukan audit mendalam terhadap penggunaan anggaran ini. Masyarakat meminta transparansi penuh: dari proses pengambilan keputusan, hingga realisasi pencairan dana.

Transparansi dan Akuntabilitas: Kunci Kepercayaan Publik
Pengelolaan keuangan publik seharusnya menjadi cerminan dari tata kelola pemerintahan yang baik. Setiap rupiah yang berasal dari pajak rakyat harus dipertanggungjawabkan secara transparan, efisien, dan adil.

Besarnya tunjangan rumah dinas DPRD DKI Jakarta ini bukan sekadar isu nominal. Ini adalah cerminan dari prioritas kebijakan. Di satu sisi, warga Jakarta masih menghadapi persoalan macet, banjir, kemiskinan, dan akses pendidikan kesehatan yang belum merata. Di sisi lain, wakil rakyat justru mendapat fasilitas yang terkesan mewah dan berlebihan.

Publik Berhak Tahu: Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Masyarakat Jakarta berhak mendapatkan penjelasan yang jujur dan terbuka. Mereka berhak tahu:

Baca juga: Nonton Download Sa Gabing Mainit Film Semi Filipina Sub Indo No Sensor di Vivamax Bukan LK21 Full Adegan Panas Dari Angel Aril dan Candy Veloso

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya