Kejagung Tetapkan Tiga Tersangka Kasus Korupsi Kredit Sritex, Ini Identitas Lengkapnya

uang-pixabay-
Kejagung Tetapkan Tiga Tersangka Kasus Korupsi Kredit Sritex, Ini Identitas Lengkapnya
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menunjukkan komitmennya dalam penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi. Kali ini, lembaga tersebut menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman atau yang lebih dikenal dengan nama Sritex. Selain Iwan Setiawan Lukminto yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka, dua tersangka baru yang turut diamankan adalah Dicky Syahbandinata dan Zainuddin Mappa.
Penetapan ketiganya sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan alat bukti yang cukup. Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, seperti dikutip dari Antara melalui Kilat.com.
Kronologi Penetapan Tersangka
Menurut keterangan resmi Kejagung, kasus ini bermula dari pemberian kredit oleh dua bank daerah, yakni PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) serta PT Bank DKI kepada perusahaan tekstil raksasa, Sritex. Proses pemberian kredit tersebut diduga tidak sesuai dengan prosedur dan analisa yang memadai, sehingga berujung pada kerugian negara.
Dalam pernyataannya, Abdul Qohar menjelaskan bahwa tersangka Dicky Syahbandinata (DS), saat itu menjabat sebagai Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial di Bank BJB pada tahun 2020. Sementara itu, Zainuddin Mappa (ZM) menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank DKI pada periode yang sama.
Keduanya diduga kuat memberikan kredit secara melawan hukum kepada Sritex dan entitas anak usaha perusahaan tersebut. Proses pemberian kredit dinilai tidak memenuhi prinsip kehati-hatian, termasuk minimnya analisa risiko serta pengabaian terhadap persyaratan yang seharusnya dipenuhi oleh debitur.
Iwan Lukminto, Mantan Dirut Sritex Juga Terseret
Sebagai informasi tambahan, Iwan Setiawan Lukminto (ISL) yang merupakan mantan Direktur Utama PT Sritex selama kurun waktu 2005–2022 juga telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. Iwan diduga menjadi aktor utama dalam penerimaan kredit yang tidak sesuai prosedur tersebut.
Qohar menegaskan bahwa hubungan antara para tersangka sangat signifikan dalam menggerakkan mekanisme pemberian kredit yang bermasalah. Dengan demikian, Kejagung tidak ragu untuk menahan ketiga tersangka untuk keperluan penyidikan lebih lanjut.
Ketiganya Ditahan di Rutan Salemba
Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka, baik Iwan Lukminto, Dicky Syahbandinata, maupun Zainuddin Mappa langsung menjalani masa penahanan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Langkah ini diambil guna memperlancar proses penyidikan dan mencegah segala bentuk intervensi eksternal.
“Penahanan dilakukan sebagai bagian dari upaya preventif agar proses hukum berjalan lancar dan transparan,” ujar Qohar.
Respons Publik dan Harapan Masyarakat
Penetapan tiga tersangka dalam kasus ini mendapat perhatian luas dari publik, terlebih karena Sritex merupakan salah satu perusahaan manufaktur tekstil terbesar di Indonesia. Perusahaan ini dikenal sebagai eksportir besar dan memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
Namun, skandal korupsi ini tentu saja mencoreng citra industri tekstil tanah air. Berbagai kalangan berharap Kejagung dapat mengungkap fakta-fakta hukum secara menyeluruh dan membawa semua pihak yang terlibat ke meja hijau. Masyarakat juga menginginkan transparansi dalam proses hukum, termasuk potensi adanya tersangka tambahan.
Penekanan Prinsip G to G dalam Penyidikan
Dalam pemaparannya, Abdul Qohar juga menyinggung pentingnya pendekatan government to government (G to G) dalam penyelesaian kasus ini. Pendekatan semacam ini dianggap penting untuk memastikan koordinasi efektif antar instansi pemerintah, terutama dalam hal audit keuangan dan investigasi teknis terkait pemberian kredit.
Selain itu, Kejagung akan bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengetahui besaran kerugian negara akibat pemberian kredit yang tidak wajar tersebut.