Selebgram Disabilitas Nicky Clara Jelaskan Kronologi 17 Warga Negara Indonesia Dideportasi dari Tibet, Benarkah Akibat Simbol Separatisme di Kaos OTe?

Selebgram Disabilitas Nicky Clara Jelaskan Kronologi 17 Warga Negara Indonesia Dideportasi dari Tibet, Benarkah Akibat Simbol Separatisme di Kaos OTe?

Nicky-Instagram-

Selebgram Disabilitas Nicky Clara Jelaskan Kronologi 17 Warga Negara Indonesia Dideportasi dari Tibet, Benarkah Akibat Simbol Separatisme di Kaos OTe?
17 Warga Negara Indonesia Dideportasi dari Tibet, Diduga Terkait Simbol Separatisme di Kaos OTe, Begini Kronologi Lengkapnya

Pada Selasa, 20 Mei 2025, sebuah rombongan wisatawan berjumlah 17 orang warga negara Indonesia (WNI), satu orang warga negara asing (WNA) Kanada, dan seorang tour leader terlibat dalam insiden yang tidak menyenangkan selama kunjungan mereka ke Tibet, Tiongkok. Perjalanan wisata yang awalnya direncanakan sebagai pengalaman eksplorasi budaya dan alam ternyata berakhir dengan pendeportasian secara paksa oleh otoritas setempat.



Kejadian ini dibagikan langsung oleh salah satu peserta perjalanan, Nicky Clara, melalui akun Instagram pribadinya, @nickyclara. Unggahannya menjadi viral karena mengungkapkan kronologi lengkap serta pengalaman traumatis yang dialami oleh para wisatawan selama proses penahanan hingga pemulangan.

Rencana Wisata yang Berubah Menjadi Mimpi Buruk
Rombongan tersebut menggunakan layanan agen perjalanan OTe, yang telah memberikan informasi detail serta perlengkapan untuk mendukung perjalanan wisata mereka. Sebelum keberangkatan, OTe membagikan travel booklet serta kaos resmi yang harus dipakai saat sesi foto bersama selama perjalanan.

Setibanya di Lhasa, ibu kota Tibet, para peserta disambut oleh pemandu lokal dan sopir yang akan menemani perjalanan mereka. Jadwal perjalanan dimulai pada 21 Mei 2025, dengan rencana kunjungan ke berbagai destinasi wisata populer di wilayah tersebut.



Namun, pada hari kedua perjalanan, tanggal 22 Mei, pemandu wisata tiba-tiba meminta semua peserta untuk memakai kaos yang diberikan oleh OTe agar bisa difoto esok harinya, yaitu pada tanggal 23 Mei.

Lokasi Tujuan Jadi Awal Mula Masalah
Perjalanan menuju lokasi yang direncanakan pada 23 Mei memakan waktu sekitar 2,5 jam dari Lhasa. Di tengah perjalanan, pemandu tur keluar masuk bis beberapa kali, dan situasi mulai mencurigakan ketika ia meminta semua peserta untuk melepas kaos yang mereka kenakan.

"Di pemberhentian pertama, saya melihat pemandu kita ditarik dan diapit oleh dua orang bertubuh besar," tulis Nicky dalam unggahannya.

Saat pemberhentian kedua, setelah penyewaan oksigen, pemandu kembali memperingatkan peserta untuk tetap tinggal di dalam bis. Setelah beberapa kali bolak-balik, pemandu memberi kabar bahwa seorang polisi akan naik ke bis untuk melanjutkan perjalanan. Namun, alih-alih melanjutkan wisata, rombongan justru dibawa ke kantor polisi.

Interogasi Intensif dan Pengenaan Borgol
Selama interogasi yang berlangsung cukup lama, para peserta ditanyai mengenai alasan mereka memakai kaos yang ternyata memiliki simbol bermuatan politik—simbol separatisme yang mengarah pada aspirasi kemerdekaan Tibet dari Tiongkok. Hal ini tentu saja merupakan pelanggaran serius di mata hukum China.

Yang lebih mengejutkan lagi, selama proses pemeriksaan, tangan dan kaki para wisatawan diborgol. Ini menunjukkan bahwa otoritas setempat menganggap kasus ini sebagai ancaman keamanan serius, meskipun para wisatawan mengklaim tidak mengetahui makna simbol di kaos tersebut.

"Sekitar pukul 9 malam, kami diberitahu bahwa kami dideportasi dan harus meninggalkan Tibet besok pagi," tulis Nicky.

Pengawasan Ketat hingga Kembali ke Chengdu
Setelah menjalani pemeriksaan, rombongan dikembalikan ke hotel di Lhasa sebelum diterbangkan ke Chengdu. Selama itu, mereka merasa gerak-geriknya selalu diawasi. Bahkan di Chengdu, rombongan tetap dikawal hingga akhirnya diterbangkan kembali ke Jakarta.

Trauma dan Kerugian Materiil-Imateriil
Nicky Clara dan peserta lainnya mengaku sangat dirugikan atas kejadian ini. Bukan hanya kerugian materi seperti biaya perjalanan yang mahal, tetapi juga dampak psikologis yang signifikan. Mereka merasa dicoreng dengan tuduhan terlibat dalam gerakan separatisme, yang bisa saja membayangi masa depan mereka dalam hal imigrasi atau reputasi sosial.

Baca juga: Siapa Anak dan Suami Ustadzah Shuniyya Ruhama? Diduga Transgender, Benarkah Bukan Orang Sembarangan?

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya