Berapa Gaji Karyawan Mie Gacoan? Benarkah Tidak Sesuai dengan Beban Kerja?

Gacoan-Instagram-
Berapa Gaji Karyawan Mie Gacoan? Benarkah Tidak Sesuai dengan Beban Kerja?
Di Balik Murahnya Mie Gacoan: Kisah Pahit Karyawan di Balik Kesuksesan Restoran Mie Pedas Nomor 1 di Indonesia Favorit Anak Muda
Mie Gacoan, restoran mie instan dengan konsep unik dan harga terjangkau, telah menjadi destinasi kuliner favorit anak muda di seluruh Indonesia. Popularitasnya terus melonjak, gerainya bermunculan di berbagai kota besar, hingga membuatnya dikenal sebagai salah satu brand F&B (Food and Beverage) yang sedang naik daun. Namun, di balik kesuksesan itu, tersimpan kisah memilukan dari para pekerja yang bekerja keras di balik layar.
Baru-baru ini, beberapa mantan karyawan Mie Gacoan membongkar pengalaman mereka selama bekerja di perusahaan tersebut melalui media sosial. Pengakuan mereka mengungkap realita pahit tentang kondisi kerja yang jauh dari kata manusiawi. Banyak netizen yang merasa terkejut dan geram setelah mengetahui fakta-fakta ini.
Gaji Rendah untuk Jam Kerja yang Melelahkan
Salah satu hal paling mencolok yang diungkap adalah soal upah. Seorang mantan karyawan menyebut bahwa saat masa pelatihan, ia hanya digaji sebesar Rp2,7 juta. Setelah itu, gajinya naik sedikit menjadi Rp3,5 juta per bulan. Jumlah ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan beban kerja yang harus mereka tanggung.
Yang lebih parah lagi, sistem kerja “jumping shift” diterapkan tanpa kompensasi tambahan. Sistem ini mengharuskan karyawan bekerja dua kali dalam sehari — misalnya pagi dan malam — sehingga jam kerja menjadi sangat panjang dan melelahkan. Padahal, gaji tetap tidak bertambah meski tenaga yang dikeluarkan jauh lebih besar.
Beban Berat di Bagian Kitchen
Bagian dapur atau kitchen disebut-sebut sebagai "jantung" operasional restoran, karena merekalah yang memastikan pesanan pelanggan bisa tersaji tepat waktu. Namun ironisnya, para pekerja di bagian ini justru mendapat bayaran paling rendah dibanding divisi lainnya.
Selain gaji yang minim, mereka juga harus menghadapi tekanan tinggi akibat target dan ritme kerja yang cepat. Tidak jarang, stres dan kelelahan menjadi teman sehari-hari bagi mereka yang bekerja di sana.
Lembur Tak Dibayar, Cuti Pun Dipotong Gaji
Masih ada lagi masalah serius yang diungkap: lembur yang tidak dibayarkan. Menurut cerita mantan karyawan, klaim uang lembur hanya bisa diajukan kepada manajer shift pagi. Sayangnya, karyawan yang bertugas sampai larut malam atau bahkan dini hari tidak punya kesempatan untuk bertemu dengan manajer tersebut.
Akibatnya, banyak karyawan pulang setelah jam 2 dini hari, tapi gaji mereka tetap seperti biasa. Uang lembur yang seharusnya menjadi hak mereka, hilang begitu saja.
Selain itu, cuti Lebaran yang merupakan hak dasar pekerja juga tidak diberikan secara penuh. Bahkan izin sakit sekalipun diklaim akan dipotong dari gaji bulanan. Di luar itu, ketika restoran sedang sepi, manajemen bisa memutuskan untuk meliburkan karyawan secara tiba-tiba, tanpa gaji hari itu dibayarkan.
Kontrak Disita, Hukuman Berat untuk Kesalahan Kecil
Tudingan lain yang cukup mencengangkan datang dari praktik kontrak kerja yang dilakukan oleh perusahaan. Mantan karyawan mengatakan bahwa kontrak yang telah ditandatangani tidak diberikan salinannya kepada pekerja. Hal ini tentu saja menimbulkan rasa tidak aman dan rentan terhadap eksploitasi.
Lebih buruk lagi, jika seorang karyawan melakukan kesalahan, hukumannya bukan hanya surat peringatan, tapi juga berupa pencabutan libur mingguan dan pemaksaan untuk lembur. Ini menunjukkan adanya pola disiplin yang cenderung represif dan tidak mendidik.