Viral Video Promosi Pariwisata Borobudur Sebut Umrah, FPI dan Ormas Islam Geruduk Kantor Dinas Pariwisata Magelang

Viral Video Promosi Pariwisata Borobudur Sebut Umrah, FPI dan Ormas Islam Geruduk Kantor Dinas Pariwisata Magelang

borobudur-pixabay-

Viral Video Promosi Pariwisata Borobudur Sebut Umrah, FPI dan Ormas Islam Geruduk Kantor Dinas Pariwisata Magelang

Aksi protes besar-besaran terjadi di Kantor Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Magelang pada Rabu (4/6/2025). Puluhan anggota Front Pembela Islam (FPI) bersama sejumlah organisasi masyarakat (ormas) Islam turun ke jalan untuk menyampaikan penolakan mereka terhadap sebuah video promosi pariwisata Candi Borobudur yang dinilai menyinggung umat Islam.



Video berdurasi singkat namun viral di media sosial itu menuai kontroversi karena penggunaan istilah “umrah” dalam narasinya. Dalam video tersebut, narator mengatakan:

"Nikmati pengalaman spiritual yang unik di Candi Borobudur. Kini, umat Islam dapat melakukan umrah tanpa harus jauh-jauh ke Tanah Suci Mekkah."

Pernyataan ini memicu reaksi keras dari kalangan ulama dan ormas Islam, karena istilah “umrah” merupakan ritual ibadah khusus yang dilakukan oleh umat Muslim di Mekkah, Arab Saudi. Penggunaannya dalam konteks promosi wisata budaya tentu saja menimbulkan kesan penistaan agama.



FPI Desak Proses Hukum bagi Pelaku
Front Pembela Islam (FPI) menjadi salah satu pihak yang paling vokal dalam mengecam pembuat dan penyebar video tersebut. Ustadz Abdul Rahman Abu Dzaki, Panglima Front Jihad Islam (FJI) DIY-Jawa Tengah, mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap nilai-nilai keagamaan.

“Ini bukan sekadar kesalahan teknis atau kurang sensitif. Ini adalah bentuk penistaan agama yang bisa memecah belah kerukunan antarumat beragama,” ujarnya saat aksi.

Sementara itu, Priyo Waspodo selaku Ketua Forum Ukhuwah Islamiyah Magelang Raya (Fuimara) menegaskan bahwa pihaknya tidak hanya ingin klarifikasi, tetapi juga tuntutan agar pelaku diproses secara hukum.

“Kami tidak akan diam jika ada upaya melecehkan keyakinan umat Islam. Kami minta pihak berwenang bertindak tegas agar kasus ini tidak berlarut-larut,” tandasnya.

Disparpora Tegaskan Video Bukan Produksi Resmi
Menanggapi tudingan yang sempat mengaitkan video tersebut dengan instansi pemerintah, Kepala Disparpora Kabupaten Magelang, Mulyanto, dengan tegas menyatakan bahwa video promosi tersebut bukan produk resmi dari dinasnya.

“Kami sudah memastikan bahwa video tersebut bukan hasil produksi atau rancangan kami. Kami sangat menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan antarumat beragama, dan tidak akan pernah membuat materi promosi yang bersifat provokatif atau merugikan pihak manapun,” kata Mulyanto.

Ia pun mengimbau kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan konten promosi wisata untuk lebih teliti dan memperhatikan aspek religius serta budaya, guna menghindari kesalahpahaman di tengah masyarakat.

Kasus Ini Jadi Peringatan Bagi Dunia Kreatif
Kontroversi ini menjadi catatan penting bagi para pelaku industri kreatif, khususnya dalam bidang promosi pariwisata. Di tengah maraknya penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam pembuatan konten digital, diperlukan kehati-hatian dan pemahaman mendalam tentang sensitivitas budaya dan agama.

Ahli komunikasi dan media, Dr. Luhur Prasetyo, menilai bahwa kasus seperti ini bisa dicegah jika tim kreatif melakukan riset dan konsultasi dengan tokoh-tokoh agama atau budaya sebelum merilis suatu konten.

“Teknologi AI memang membantu dalam proses kreatif, tetapi manusia tetap dibutuhkan untuk memberikan pertimbangan etika dan moral. Konten promosi haruslah informatif, menarik, sekaligus menghargai nilai-nilai luhur yang hidup di masyarakat,” katanya.

Netizen Terbelah: Ada yang Mengutuk, Ada yang Anggap Berlebihan
Di media sosial, respons publik terhadap video ini terbagi dua. Sebagian besar netizen mengecam penggunaan istilah “umrah” karena dianggap melanggar batas norma agama. Namun, sebagian kecil lainnya berpendapat bahwa hal ini terlalu dilebih-lebihkan dan seharusnya cukup diselesaikan dengan edukasi.

Namun, banyak yang sepakat bahwa pemerintah daerah dan pihak penyelenggara promosi wisata harus lebih selektif dalam memilih mitra produksi konten, terutama dalam era di mana informasi bisa menyebar luas dalam hitungan menit.

Baca juga: Save Raja Ampat, Bukan Tanah Kosong! Artinya Apa? Inilah Aksi Solidaritas untuk Menjaga Keindahan Alam Papua yang Viral di Medsos

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya