Sejarah Lahirnya Hari Bhayangkara, Perayaan Kepolisian Republik Indonesia yang Jatuh pada 1 Juli

Bayangkari-Instagram-
Sejarah Lahirnya Hari Bhayangkara, Perayaan Kepolisian Republik Indonesia yang Jatuh pada 1 Juli
Setiap tanggal 1 Juli, masyarakat Indonesia memperingati Hari Bhayangkara — hari besar bagi institusi kepolisian negara ini. Tapi tahukah Anda mengapa tepat di tanggal tersebut dipilih sebagai momentum untuk merayakan jasa dan perjuangan Polri? Ada sejarah panjang yang melatarbelakangi penetapan Hari Bhayangkara, sebuah momen penting dalam pembentukan identitas dan struktur kepolisian nasional.
Awal Mula Penetapan Hari Bhayangkara
Tanggal 1 Juli bukanlah angka biasa dalam kalender sejarah Indonesia. Tanggal ini menjadi simbol lahirnya otonomi lembaga kepolisian sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem pemerintahan Republik Indonesia. Hal ini berawal dari dikeluarkannya Penetapan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1946 , yang menandai perubahan signifikan dalam struktur dan tanggung jawab organisasi kepolisian saat itu.
Sebelum adanya ketetapan ini, Djawatan Kepolisian Negara (kepolisian saat itu) masih berada di bawah naungan Departemen Dalam Negeri dan hanya bertanggung jawab dalam bidang administrasi saja. Sementara itu, urusan operasional sepenuhnya dikendalikan oleh Jaksa Agung. Situasi ini tentu membuat koordinasi menjadi tidak efektif dan mengurangi kewenangan langsung kepolisian dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Otonomi Baru untuk Kepolisian
Dengan terbitnya Penetapan Pemerintah No. 11/1946, Djawatan Kepolisian Negara mendapat pengakuan baru. Kini, mereka tidak lagi bergantung secara langsung kepada Departemen Dalam Negeri atau Jaksa Agung, tetapi langsung bertanggung jawab kepada Perdana Menteri . Ini merupakan langkah awal menuju pengakuan bahwa kepolisian adalah lembaga mandiri yang memiliki peran strategis dalam menjaga keamanan dan ketertiban nasional.
Pengakuan ini juga membawa konsekuensi tersendiri: posisi Kepala Kepolisian Negara disamakan dengan jabatan seorang menteri. Artinya, kepolisian memiliki kedudukan setara dengan departemen lainnya dalam susunan pemerintahan. Langkah ini menjadi fondasi kuat bagi perkembangan Polri di masa depan.
Perjalanan Panjang Struktur dan Fungsi Kepolisian
Seiring dinamika politik dan keamanan di Indonesia, struktur serta peran kepolisian terus mengalami penyesuaian. Pada era Orde Lama , Polri sempat menjadi bagian dari tubuh ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), bersanding dengan TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Dalam situasi ini, Polri memiliki status setara dengan angkatan bersenjata lainnya.
Namun kondisi ini berubah pasca peristiwa G30S/PKI tahun 1965. Setelah rangkaian peristiwa kelam tersebut, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 132 Tahun 1967 yang ditetapkan pada 24 Agustus 1967. Melalui keputusan ini, struktur pertahanan dan keamanan nasional diatur ulang. ABRI yang terdiri dari AD, AL, AU, dan AK (Angkatan Kepolisian) tetap ada, namun seluruhnya berada di bawah koordinasi Departemen Pertahanan dan Keamanan, serta dipimpin oleh Panglima Angkatan.
Langkah ini menandai dimulainya proses pemisahan antara kepolisian dan militer, meskipun bentuk finalnya baru tercapai puluhan tahun kemudian.
Asal Usul Nama "Bhayangkara"
Istilah “Bhayangkara” yang kini melekat erat dengan institusi kepolisian ternyata memiliki akar sejarah yang sangat tua. Nama ini berasal dari zaman Kerajaan Majapahit , salah satu kerajaan besar di Nusantara. Dalam tradisi Majapahit, Bhayangkara adalah istilah untuk pasukan elite yang dibentuk oleh Patih Gajah Mada demi menjaga keselamatan raja dan melindungi kerajaan dari ancaman luar maupun dalam.
Pasukan Bhayangkara dikenal loyal, tangguh, dan memiliki dedikasi tinggi. Mereka adalah pelindung utama sang raja dan stabilitas kerajaan. Oleh karena itu, penyematan nama “Bhayangkara” pada institusi kepolisian modern bisa dimaknai sebagai upaya menghidupkan kembali semangat pengabdian, keberanian, dan kesetiaan para pendahulu bangsa.