Dua Oknum ASN di Bojonegoro Terjerat Kasus Pungli Janji Pengangkatan CPNS, Korban Rugi Ratusan Juta

Polisi-Instagram-
Dua Oknum ASN di Bojonegoro Terjerat Kasus Pungli Janji Pengangkatan CPNS, Korban Rugi Ratusan Juta
Dua oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, terbukti terlibat dalam praktik pungutan liar (pungli) yang merugikan masyarakat. Mereka diduga menjanjikan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) kepada seorang warga dengan iming-iming bisa lolos seleksi, namun ternyata hanya akal-akalan belaka untuk mengambil uang korban hingga ratusan juta rupiah.
Kasus ini mencuat setelah beredar video di media sosial, khususnya di platform X (sebelumnya Twitter), yang diunggah oleh akun @heraloebss. Dalam rekaman tersebut tampak salah satu oknum ASN tengah menerima sejumlah uang dari calon korban. Video ini menjadi bukti awal yang memicu investigasi lebih lanjut oleh instansi terkait.
Berdasarkan hasil penyelidikan, dua pelaku yang terlibat adalah SW, seorang tenaga pendidik berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro, dan W, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Keduanya diduga bekerja sama dalam menjalankan aksi penipuan sistematis yang menyasar harapan masyarakat untuk menjadi abdi negara.
Modus operandi yang digunakan cukup licik. Pelaku menawarkan "jalan pintas" agar korban bisa diangkat sebagai CPNS tanpa melalui prosedur resmi seperti seleksi kompetensi dasar (SKD) atau seleksi kompetensi bidang (SKB). Dengan dalih memiliki koneksi kuat di lingkungan pemerintahan, mereka meyakinkan korban bahwa pengangkatan bisa dipermudah asalkan membayar sejumlah uang sebagai biaya administrasi dan "tunjangan keberhasilan".
Namun, janji manis itu tak pernah terealisasi. Korban yang telah menyerahkan uang secara berkala hingga total mencapai Rp449 juta, akhirnya sadar telah ditipu setelah lama menunggu tanpa kabar pasti. Kekecewaan berubah menjadi laporan resmi kepada pihak berwenang, yang kemudian memicu langkah hukum dan disiplin oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) serta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan dan sidang kode etik, kedua oknum ASN tersebut akhirnya dinyatakan bersalah. Mereka dipanggil secara resmi untuk mendengarkan keputusan sanksi yang dijatuhkan atas pelanggaran berat terhadap kode etik dan disiplin pegawai negeri.
SW, sang guru PPPK, dihukum dengan sanksi paling berat: pemutusan hubungan kerja (PHK) secara tidak hormat. Ini berarti ia tidak hanya kehilangan pekerjaan, tetapi juga reputasi sebagai aparatur negara. Status PHK tidak hormat juga berdampak pada hak-hak pensiun dan tunjangan lainnya di masa depan.
Sementara itu, W, ASN yang bertugas di RSUD, menerima sanksi berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah serta pemotongan Tunjangan Tambahan Penghasilan (TPP) sebesar 25 persen selama 12 bulan berturut-turut. Meski tidak dipecat, sanksi ini merupakan bentuk teguran keras atas kelalaian dan pelanggaran integritas yang dilakukan.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Bojonegoro, saat dikonfirmasi, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberi ruang bagi ASN yang menyalahgunakan jabatan untuk keuntungan pribadi. “Ini pelanggaran serius. ASN harus menjadi teladan, bukan malah mempermainkan harapan masyarakat,” ujarnya.
Ia juga mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya para pelamar CPNS, untuk waspada terhadap oknum-oknum yang menjanjikan kelulusan dengan imbalan uang. “Seleksi CPNS dilakukan secara transparan, terbuka, dan berbasis sistem elektronik. Tidak ada celah bagi siapa pun untuk masuk lewat pintu belakang,” tegasnya.
Kasus ini menuai sorotan luas dari publik. Banyak netizen yang mengungkapkan kemarahan dan keprihatinan melalui kolom komentar di media sosial. Mereka menuntut agar aparat penegak hukum juga turun tangan, karena selain pelanggaran disiplin ASN, kasus ini juga berpotensi masuk ranah pidana penipuan dan tindak pidana korupsi.
“Ini bukan sekadar kesalahan administratif, tapi bentuk eksploitasi terhadap harapan orang miskin yang ingin bekerja secara jujur,” tulis salah satu netizen.
Lembaga anti-korupsi lokal juga turut angkat bicara. Mereka mendesak agar kasus ini tidak hanya diselesaikan secara internal kepegawaian, tetapi juga dibawa ke ranah hukum pidana jika terbukti ada unsur penipuan dan penggelapan uang.
Kasus pungli CPNS di Bojonegoro menjadi cermin betapa urgennya penguatan sistem rekrutmen ASN yang bebas dari intervensi dan korupsi. Di tengah antusiasme tinggi masyarakat untuk menjadi abdi negara, penting bagi pemerintah daerah untuk memastikan bahwa proses seleksi benar-benar adil, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ke depan, BKD Bojonegoro berencana meningkatkan sosialisasi tentang mekanisme pendaftaran CPNS, termasuk melalui seminar, talkshow, dan kampanye digital. Tujuannya agar masyarakat semakin paham dan tidak mudah tertipu oleh rayuan sesat oknum yang mengaku bisa membantu kelulusan.
Selain itu, pihaknya juga akan memperkuat sistem pengawasan internal dan membuka saluran pengaduan yang mudah diakses oleh masyarakat. “Jika melihat indikasi pungli atau penipuan terkait rekrutmen ASN, segera laporkan. Kami akan tindaklanjuti dengan cepat,” tambah Kepala BKD.
Kasus ini sekaligus menjadi peringatan keras bagi seluruh ASN di Indonesia: jabatan adalah amanah, bukan alat untuk mencari keuntungan pribadi. Siapa pun yang menyalahgunakannya, akan berhadapan dengan konsekuensi hukum dan moral yang berat.