Viral di Twitter, Profil Google Scholar dengan 3 Juta Sitasi Tuai Sorotan: Ini Klarifikasi Yoesoep Edhie Rachmad

PRAKTIS! Cara dan Tutorial Mudah Gunakan DuckDuckGo Twitter X Terbaru 2024, Cek Daftar Fitur Unggulan Bikin Makin Canggih dan Anti Lemot-PEXEL-
Viral di Twitter, Profil Google Scholar dengan 3 Juta Sitasi Tuai Sorotan: Ini Klarifikasi Yoesoep Edhie Rachmad
Baru-baru ini, dunia akademik Indonesia digemparkan oleh sebuah profil di Google Scholar milik seorang dosen bernama Yoesoep Edhie Rachmad. Profil tersebut tiba-tiba menjadi sorotan luas setelah angka sitasi—jumlah kutipan dari karya ilmiahnya—diklaim mencapai lebih dari tiga juta, dengan h-index mendekati 1.700. Angka yang sangat fantastis, bahkan di luar nalar dunia akademik global.
Tak heran, profil tersebut langsung menjadi bahan perbincangan di media sosial, khususnya Twitter, setelah sebuah akun bernama @fake_journals mengunggah tangkapan layar yang menampilkan data tersebut. Unggahan itu pun cepat menyebar, memicu gelombang spekulasi, pertanyaan, hingga kritik dari kalangan akademisi, peneliti, hingga netizen umum.
Angka Fantastis yang Memicu Kecurigaan
Dalam tangkapan layar yang viral, profil Yoesoep Edhie Rachmad terlihat mencantumkan publikasi ilmiah yang bahkan bertanggal 2025, tetapi sudah dikutip ribuan kali. Padahal, saat ini (Agustus 2025), tahun 2025 belum selesai. Bagaimana mungkin sebuah artikel yang belum sempat dipublikasikan secara luas sudah dikutip dalam jumlah besar?
Fakta inilah yang membuat banyak orang langsung curiga. Apakah ini kasus manipulasi data? Atau justru ada celah teknis dalam sistem Google Scholar yang dimanfaatkan? Pertanyaan-pertanyaan ini beredar luas di linimasa, dengan berbagai komentar mulai dari skeptis hingga satir.
Akun @fake_journals, yang dikenal aktif mengungkap praktik publikasi predatory journal dan manipulasi akademik, menyebut bahwa profil tersebut “tidak masuk akal secara logika akademik.” Ia menegaskan bahwa hampir tidak mungkin seorang peneliti, meskipun dari institusi paling bergengsi sekalipun, bisa mencapai h-index 1.700 dalam karier akademiknya.
Untuk konteks, h-index tertinggi yang pernah dicatat dalam sejarah akademik global—milik ilmuwan seperti Robert Langer atau Ronald C. Kessler—berada di kisaran 200–300. Angka 1.700 jelas merupakan anomali yang menimbulkan alarm besar di kalangan akademisi.
Klarifikasi dari Sang Akademisi
Menanggapi gelombang kritik dan spekulasi, Yoesoep Edhie Rachmad akhirnya angkat suara. Melalui komentar di platform LinkedIn, ia memberikan klarifikasi resmi terkait profil Google Scholar-nya yang tengah menjadi perbincangan.
“Saya ingin menyampaikan bahwa saya adalah seorang akademisi sungguhan, bukan pelaku manipulasi data atau peretas sistem,” tulisnya tegas.
Ia menegaskan bahwa dirinya telah lama berkecimpung dalam dunia penelitian, pendidikan, dan kolaborasi akademik lintas institusi. Perjalanannya dalam dunia akademik, kata dia, dimulai sejak tahun 1992, saat ia bergabung dengan tim riset di bawah naungan lembaga pendidikan formal yang berkomitmen pada integritas ilmiah.
“Saya percaya bahwa pencapaian akademik yang autentik harus dibangun atas dasar integritas, profesionalisme, dan inovasi—bukan melalui trik atau praktik yang meragukan,” lanjutnya.
Yoesoep juga menegaskan bahwa ia tidak pernah terlibat dalam upaya peretasan, pembuatan akun palsu, atau skema peningkatan sitasi secara ilegal. Ia menolak tudingan bahwa profil Google Scholar-nya adalah hasil dari manipulasi massal atau penggunaan bot.
Apa yang Sebenarnya Terjadi? Bug atau Kesalahan Sistem?
Meskipun Yoesoep membantah keterlibatannya dalam manipulasi, banyak pihak tetap mempertanyakan bagaimana data seaneh itu bisa muncul di Google Scholar—platform yang seharusnya memiliki sistem verifikasi dan filtering yang ketat.
Beberapa pakar teknologi akademik menduga, fenomena ini bisa jadi merupakan kesalahan sistem (bug) atau masalah sinkronisasi data antara database eksternal dengan profil Google Scholar. Google Scholar sendiri dikenal menggunakan algoritma otomatis untuk mengumpulkan data publikasi dari berbagai sumber, termasuk situs jurnal, repositori, dan portal akademik.
Jika ada kesalahan dalam pelabelan metadata—seperti tanggal publikasi, nama penulis, atau jumlah kutipan—maka bisa saja terjadi distorsi besar seperti yang terjadi pada profil ini. Ada kemungkinan profil Yoesoep tercampur dengan data penulis lain yang namanya mirip, atau terjadi duplikasi entri secara masif.
Selain itu, beberapa akademisi juga mengingatkan bahwa Google Scholar tidak sepenuhnya bebas dari kesalahan. Profil yang tidak diverifikasi secara manual bisa saja menampilkan data yang tidak akurat, terutama jika penulis tidak aktif mengelola atau mengoreksi profilnya.
Latar Belakang Pendidikan Yoesoep Edhie Rachmad
Berdasarkan data dari PDDIKTI (Pangkalan Data Pendidikan Tinggi), Yoesoep Edhie Rachmad tercatat sebagai lulusan Magister Manajemen di Universitas Dr. Soetomo pada tahun 2021. Ia juga terdaftar sebagai doktor (S3) dalam bidang Ilmu Manajemen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Surabaya, dengan status kelulusan pada tahun 2025.
Meskipun pendidikannya terverifikasi, jumlah publikasi dan sitasi yang tercantum di Google Scholar jelas tidak sebanding dengan jejak akademik yang tercatat di sistem resmi. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa data di Google Scholar mungkin tidak merepresentasikan realitas akademik yang sebenarnya.
Respons Komunitas Akademik: Antara Skeptis dan Dukungan
Reaksi dari kalangan akademisi pun bervariasi. Sebagian besar menyambut dengan skeptis, meminta agar sistem evaluasi akademik—termasuk penggunaan Google Scholar—diperbaiki dan tidak dijadikan satu-satunya tolok ukur kinerja ilmiah.