Pencabutan Izin Tambang di Raja Ampat: Langkah Tegas Pemerintah Lindungi Ekosistem Laut Dunia

Prabowo-Instagram-
Pencabutan Izin Tambang di Raja Ampat: Langkah Tegas Pemerintah Lindungi Ekosistem Laut Dunia
Pada 10 Juni 2025, pemerintah Indonesia mencatat sejarah baru dalam dunia konservasi lingkungan dengan pencabutan empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel yang beroperasi di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Keputusan ini diambil setelah rapat terbatas yang dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo Subianto pada 9 Juni 2025 di Hambalang, Bogor.
Langkah tegas tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menjaga kelestarian ekosistem laut yang luar biasa kaya dan unik. Raja Ampat, dikenal sebagai surga biodiversitas laut dunia, menjadi salah satu kawasan konservasi strategis yang wajib dilindungi demi masa depan bangsa dan generasi mendatang.
Empat Perusahaan Tambang Dihentikan Operasinya
Dalam konferensi pers yang disiarkan secara langsung melalui kanal resmi pemerintah di YouTube, Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, mengumumkan pencabutan izin operasional dari empat perusahaan pertambangan, yakni:
PT Anugerah Surya Pratama
PT Nurham
PT Mulia Raymond Perkasa
PT Kawei Sejahtera Mining
Menurut penjelasan Prasetyo, langkah ini didasarkan pada evaluasi menyeluruh atas pelanggaran regulasi lingkungan serta ketidaksesuaian praktik operasional dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Ia menegaskan bahwa perlindungan terhadap ekosistem laut Raja Ampat adalah prioritas utama.
“Pencabutan izin ini adalah langkah yang perlu diambil untuk melindungi kawasan yang memiliki ekosistem laut yang sangat penting bagi Indonesia dan dunia,” ujarnya tegas.
PT Nurham Jadi Sorotan Publik
Dari keempat perusahaan yang dicabut izinnya, PT Nurham menjadi sorotan publik yang paling besar. Meskipun sebelumnya tidak banyak dikenal luas, pasca-pencabutan izin, masyarakat mulai mencari informasi lebih dalam tentang siapa pemilik perusahaan tersebut.
Hingga saat ini, identitas pemilik PT Nurham belum terkonfirmasi secara resmi, sehingga memicu berbagai spekulasi di kalangan masyarakat. Banyak pihak menuntut transparansi lebih lanjut terkait struktur kepemilikan perusahaan tersebut, terutama karena lokasi tambangnya berada di kawasan sensitif lingkungan.
Kerusakan Lingkungan Jadi Alasan Utama
Prasetyo menjelaskan bahwa alasan utama pencabutan izin adalah adanya kerusakan lingkungan akibat aktivitas eksplorasi nikel yang tidak sesuai standar. Selain merusak vegetasi daratan, aktivitas tambang juga dinilai mengancam keberagaman hayati laut yang menjadi daya tarik utama Raja Ampat sebagai destinasi wisata kelas dunia dan pusat konservasi internasional.
Raja Ampat sendiri dikenal memiliki lebih dari 600 spesies karang dan lebih dari 1.500 jenis ikan, menjadikannya wilayah dengan biodiversitas laut tertinggi di planet bumi. Ancaman terhadap ekosistem ini tentu saja menjadi perhatian serius bagi para ilmuwan, aktivis lingkungan, hingga komunitas global.
Dasar Hukum: Peraturan Presiden 2025
Langkah pencabutan izin ini didukung oleh Peraturan Presiden (Perpres) yang mulai berlaku sejak Januari 2025. Aturan tersebut memberikan kerangka hukum baru dalam pengelolaan kawasan hutan dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah Indonesia Timur.
Perpres ini menjadi dasar kuat bagi pemerintah untuk melakukan penyaringan ulang terhadap izin-izin yang sudah ada, terutama yang tidak sesuai dengan prinsip ekologi modern dan pembangunan berkelanjutan.
Tidak Semua Perusahaan Terkena Dampak
Menariknya, PT Gag Nikel , anak usaha PT Antam yang juga beroperasi di kawasan Raja Ampat, tidak termasuk dalam daftar perusahaan yang dicabut izinnya. Bahkan, perusahaan tersebut telah mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) hingga akhir 2025.
Kebijakan selektif ini memicu pro dan kontra di masyarakat. Namun, pemerintah menegaskan bahwa hanya perusahaan yang memenuhi standar lingkungan tinggi dan berkomitmen pada prinsip keberlanjutan yang akan diberikan izin untuk tetap beroperasi.
Dukungan dari Wakil Menteri Hukum dan HAM
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mugiyanto, menyatakan dukungan penuh terhadap keputusan Presiden. Ia menekankan bahwa Indonesia adalah negara hukum, dan perusahaan yang melanggar prinsip kelestarian lingkungan harus siap menghadapi konsekuensi hukum.
“Sanksi tegas harus diberlakukan agar tidak ada lagi pihak yang seenaknya mengeksploitasi alam tanpa peduli dampaknya,” tandasnya.
Perlunya Transparansi dan Akuntabilitas
Melalui Sekretariat Negara, pemerintah juga menyerukan pentingnya transparansi dalam proses penerbitan maupun pencabutan izin tambang. Setiap rencana investasi di kawasan konservasi harus melalui evaluasi berbasis konservasi, bukan semata-mata pada nilai ekonomis jangka pendek.
Momentum pencabutan izin ini diharapkan menjadi awal dari reformasi struktural dalam tata kelola sumber daya alam Indonesia. Masyarakat sipil dan LSM lingkungan pun menyambut baik langkah ini sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menjaga kelestarian alam.
Raja Ampat: Warisan Alam Strategis
Sebagai salah satu titik konservasi laut terpenting di dunia, Raja Ampat selalu menjadi fokus perhatian para ilmuwan dan lembaga konservasi internasional. Keberadaan terumbu karang yang masih alami, biota laut langka, dan ekosistem kompleks lainnya membuat kawasan ini tidak bisa digantikan.
Langkah pemerintah untuk melindunginya menunjukkan komitmen kuat terhadap isu-isu global seperti perubahan iklim dan kehilangan biodiversitas.
Tantangan Implementasi dan Partisipasi Publik
Meski menuai apresiasi, implementasi keputusan ini tidaklah mudah. Beberapa tantangan besar yang dihadapi antara lain kemungkinan gugatan hukum dari perusahaan, proses rehabilitasi lingkungan yang rusak, hingga risiko munculnya praktik ilegal mining di masa mendatang.