Indonesia Disebut Masuk Daftar Hitam Jepang? Ini Fakta di Balik Isu yang Viral dari YouTuber Neo Japan

Neo-Instagram-
Indonesia Disebut Masuk Daftar Hitam Jepang? Ini Fakta di Balik Isu yang Viral dari YouTuber Neo Japan
Belakangan ini, isu tentang kemungkinan Indonesia masuk daftar hitam (blacklist) oleh Jepang tengah menjadi pembicaraan hangat di berbagai platform media sosial. Pemicunya adalah unggahan dari seorang YouTuber dan konten kreator bernama Neo Japan atau Dian Kusuma, yang membagikan informasi sensitif terkait meningkatnya kasus kriminal yang dilakukan oleh sejumlah warga negara Indonesia (WNI), khususnya peserta program pelatihan teknis di Negeri Sakura.
Dalam video yang diunggah melalui akun TikTok @neojapan.official pada 9 Juli 2025, Dian mengungkapkan adanya kekhawatiran serius dari pihak otoritas Jepang terkait perilaku beberapa peserta magang asal Indonesia. Lebih lanjut, dalam update terbarunya pada 11 Juli 2025, ia menampilkan tangkapan layar percakapan langsung dengan seorang pejabat dari salah satu serikat pekerja besar di Jepang.
Kasus Terbaru: Pencurian Tunai oleh Peserta Magang
Kasus yang menjadi sorotan utama adalah aksi pencurian uang tunai yang dilakukan oleh seorang peserta magang teknis asal Indonesia. Menurut isi percakapan tersebut, pelaku telah mengembalikan seluruh uang hasil curiannya dan menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada korban. Korban pun memberikan pengampunan dan mencabut laporan polisi yang sebelumnya sudah dibuat.
“Kali ini, pelaku mencuri uang tunai dan menyelesaikannya secara pribadi dengan meminta maaf serta mengembalikan uang secara penuh. Korban juga menyatakan bahwa mereka sudah memaafkan pelaku dan tidak akan melanjutkan proses hukum,” demikian isi percakapan yang dibagikan oleh Neo Japan.
Meski kasus tersebut berhasil diselesaikan secara damai, dampaknya ternyata cukup luas. Serikat pekerja Jepang mulai merasa khawatir atas reputasi WNI secara keseluruhan, terutama karena bukan hanya sekali ini saja insiden seperti ini terjadi.
Bukan Sekali Saja: Berbagai Pelanggaran Sebelumnya
Menurut sumber yang dikutip dari percakapan Neo Japan, pihak serikat pekerja menyebutkan beberapa pelanggaran serupa yang pernah terjadi sebelumnya. Beberapa di antaranya termasuk pencurian hasil panen, pencurian sepeda, penjambretan ringan, hingga tindakan-tindakan kriminal kecil lainnya di toko-toko lokal.
Insiden- insiden ini membuat citra buruh magang Indonesia di Jepang semakin terpuruk. Bahkan, sejumlah serikat pekerja mulai mempertimbangkan untuk menyetop perekrutan tenaga kerja dari Indonesia dan beralih ke negara lain yang dinilai memiliki tingkat pelanggaran lebih rendah.
"Beberapa serikat pekerja sudah mulai melirik Mongolia sebagai alternatif," kata Neo Japan mengutip pernyataan dari pejabat serikat tersebut.
Ancaman Penggantian Tenaga Kerja Asal Indonesia
Pada pertemuan yang direncanakan akan digelar pada Senin mendatang, Dian Kusuma akan turut hadir sebagai perwakilan untuk membahas situasi ini lebih lanjut bersama perwakilan serikat pekerja Jepang. Ia menegaskan bahwa jika sentimen negatif terhadap WNI terus berkembang, maka bisa berdampak besar pada program pelatihan teknis dan pengiriman tenaga kerja ke Jepang.
"Saya sangat khawatir jika omongan ini menyebar luas di masyarakat Jepang, maka akan sangat sulit bagi peserta pelatihan teknis dari Indonesia untuk diterima di masa depan," tuturnya.
Ia juga menyoroti pentingnya peran agen pengirim di Indonesia dalam memilih, merekrut, dan melatih para peserta magang agar siap secara mental dan profesional ketika bekerja di luar negeri.
Penolakan atas Stereotip Negatif terhadap Pekerja Asing
Meskipun pihak serikat pekerja Jepang mengakui adanya peningkatan jumlah kasus kriminal yang melibatkan WNI, mereka menolak anggapan bahwa peningkatan jumlah pekerja asing otomatis akan diikuti oleh peningkatan angka kejahatan.
“Jumlah pekerja asing memang meningkat, tetapi itu tidak berarti bahwa semua peningkatan kejahatan disebabkan oleh mereka. Ada banyak faktor yang harus kita pertimbangkan,” kata pejabat serikat tersebut.
Namun, ia menambahkan bahwa persepsi publik tetap menjadi faktor yang sangat kuat dalam membentuk kebijakan di masa depan. Jika stigma negatif terus menyebar, maka risiko terbesarnya adalah Indonesia bisa benar-benar dicoret dari daftar negara pengirim tenaga kerja ke Jepang.