Ahmad Dhani dan Uan Juicy Luicy Tawarkan Musik Gratis untuk Cafe, LMKN Langsung Bereaksi: Jangan Salah Paham!

Ahmad Dhani dan Uan Juicy Luicy Tawarkan Musik Gratis untuk Cafe, LMKN Langsung Bereaksi: Jangan Salah Paham!

Ahmad dhani-Instagram-

Ahmad Dhani dan Uan Juicy Luicy Tawarkan Musik Gratis untuk Cafe, LMKN Langsung Bereaksi: Jangan Salah Paham!

Polemik terkait pembayaran royalti musik di tempat umum seperti kafe, restoran, dan tempat hiburan kembali memanas di tengah masyarakat. Isu yang sempat redup kini mencuat lagi setelah sejumlah musisi ternama, termasuk Ahmad Dhani dan penyanyi indie Uan Juicy Luicy, mengumumkan niat mereka untuk menggratiskan lagu-lagunya agar bisa diputar bebas di berbagai tempat usaha tanpa dikenakan biaya royalti.



Langkah ini diambil sebagai bentuk empati terhadap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang selama ini mengeluhkan beban tambahan akibat kewajiban membayar royalti musik. Namun, keputusan yang terdengar mulia ini justru menuai kontroversi dan langsung mendapat respons keras dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), lembaga yang secara resmi ditunjuk pemerintah untuk mengelola hak cipta musik di Indonesia.

Musisi Peduli UMKM, Tapi Lembaga Hukum Minta Hati-Hati
Melalui unggahan di akun Instagram @undercover.id pada 11 Agustus 2025, disebutkan bahwa gelombang solidaritas dari kalangan musisi muncul setelah banyak pemilik kafe dan resto mengeluhkan tekanan finansial akibat aturan pemutaran musik berbayar. Beberapa usaha kuliner bahkan terpaksa mematikan musik di tempat mereka demi menghindari sanksi atau tuntutan pembayaran royalti.

Dalam situasi seperti ini, Ahmad Dhani, sosok legendaris di blantika musik Indonesia, tampil sebagai pelopor. Ia menyatakan bahwa seluruh katalog lagunya bisa diputar secara gratis di kafe atau tempat umum tanpa perlu izin tambahan atau pembayaran. Tak ketinggalan, penyanyi indie Uan Juicy Luicy juga menyatakan hal serupa, menegaskan bahwa musiknya bisa digunakan tanpa biaya untuk mendukung suasana hangat di tempat usaha.



Namun, langkah baik ini langsung dikoreksi oleh LMKN. Dalam pernyataannya, Yessy Kurniawan, Komisioner LMKN, menekankan bahwa keputusan seorang pencipta lagu untuk menggratiskan karyanya tidak serta-merta membuat lagu tersebut bisa diputar bebas oleh siapa pun, di mana pun.

Mengapa Menggratiskan Tidak Sama dengan Boleh Diputar Bebas?
“Jadi, kalau seorang pencipta menggratiskan lagunya, itu belum tentu berarti rekaman suara dari para performer atau pemilik master recording juga setuju,” jelas Yessy dalam wawancara eksklusif yang dikutip dari unggahan tersebut.

Ia menambahkan bahwa dalam satu lagu, terdapat tiga hak yang harus diperhitungkan: hak cipta atas lagu (milik pencipta), hak terkait atas rekaman suara (milik label atau produser), dan hak penampilan publik (milik artis atau label rekaman). Ketiganya dikelola oleh LMKN sebagai lembaga yang ditunjuk oleh Kementerian Hukum dan HAM.

“Artinya, meskipun pencipta bilang ‘gratis’, belum tentu pemilik rekaman atau artis yang menyanyikan lagu itu setuju. Jadi, jangan sampai muncul opini yang salah bahwa semua lagu bisa diputar begitu saja hanya karena sang pencipta mengizinkan,” tegas Yessy.

Lagu adalah Kolaborasi, Bukan Hanya Milik Satu Orang
LMKN juga mengingatkan bahwa sebuah lagu adalah hasil kolaborasi panjang dari banyak pihak. Mulai dari penulis lagu, komposer, musisi, produser, hingga teknisi rekaman. Semua pihak ini memiliki hak ekonomi atas karya yang dihasilkan.

“Seperti yang disampaikan oleh Profesor Ramli, rekaman musik adalah produk kolaboratif. Di dalamnya ada keringat, waktu, dan investasi besar. Jadi, tolong jangan langsung ‘ditelan mentah-mentah’ dengan asumsi bahwa lagu bisa diputar gratis hanya karena satu pihak mengizinkan,” ujar Yessy.

Menurutnya, jika pemilik kafe atau resto tetap memutar musik tanpa izin resmi, meskipun lagu tersebut diklaim gratis oleh penciptanya, mereka tetap berisiko secara hukum jika pemilik hak lainnya tidak memberikan persetujuan.

Respons Warganet: Antara Dukungan dan Kritik Tajam
Pernyataan LMKN ini pun langsung memicu gelombang diskusi di media sosial. Banyak warganet yang mendukung langkah Ahmad Dhani dan Uan Juicy Luicy sebagai bentuk kepedulian terhadap pelaku usaha kecil. Namun, tak sedikit pula yang mengkritik keberadaan LMKN, bahkan menuduh lembaga tersebut tidak transparan dan tidak memberikan manfaat nyata bagi musisi.

“LMKN platformnya apa? Sok-sok narik duit, tapi platform musiknya aja numpang di Spotify dan YouTube. Terus kontribusi buat musisi di mana?” tulis akun @junn2, mencerminkan kekecewaan sebagian kalangan terhadap sistem pengelolaan royalti yang dinilai tidak adil.

Akun @erika_yuri25 menambahkan, “Iya kan jadi nggak bisa dapat duit, nggak jadi cair-cair-cair. Musisi kecil aja susah dapat royalti, malah lembaga begini yang meraup untung.”

Sementara itu, akun @alifawang96 menyindir tajam: “LMKN ini pengen dapat gaji tapi gak kerja. Harusnya bikin sistem yang mudah dan transparan, bukan malah bikin bingung.”

Perlu Reformasi Sistem Royalti, Bukan Cuma Saling Salahkan
Di tengah perdebatan yang memanas, banyak pihak menyerukan perlunya reformasi sistem pengelolaan hak cipta musik di Indonesia. Para pelaku industri kreatif, mulai dari musisi indie hingga pengusaha kafe, menginginkan sistem yang lebih adil, transparan, dan mudah diakses.

Beberapa usulan muncul, seperti pembentukan platform digital nasional yang bisa melacak pemutaran musik secara real-time, sistem pembayaran mikro berbasis lokasi usaha, atau bahkan skema royalti progresif yang menyesuaikan dengan omzet tempat usaha.

“Kita butuh sistem yang fair, bukan sistem yang justru memberatkan pelaku usaha dan tidak memberi kepastian bagi musisi,” ujar seorang pengamat budaya digital, Damar Wijaya, dalam wawancara terpisah.

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya