Balas Dendam Netizen Indonesia ke Hutan Amazon, Akibat Rating Rendah dari Warganet Brasil pada Gunung Rinjani

amazon-pixabay-
Balas Dendam Netizen Indonesia ke Hutan Amazon, Akibat Rating Rendah dari Warganet Brasil pada Gunung Rinjani
Belakangan ini, dunia maya dihebohkan dengan aksi saling memberikan ulasan negatif antara netizen Indonesia dan warganet Brasil di Google Maps. Perseteruan ini bermula dari insiden yang menimpa seorang pendaki asal Brasil, Juliana Marins Peixoto (32), yang meninggal dunia setelah mengalami jatuh di kawasan Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Setelah kabar kematian Juliana tersebar luas, sejumlah warganet Brasil mulai meluapkan kekecewaannya dengan memberikan rating 1 bintang kepada Gunung Rinjani di platform Google Maps. Mereka menyatakan bahwa proses evakuasi korban terlalu lambat dan tidak memadai, sehingga berdampak pada keselamatan nyawa.
Tidak tinggal diam, netizen Indonesia pun membalas tindakan tersebut dengan cara serupa, namun dialihkan ke destinasi wisata alam paling ikonik di Brasil: Hutan Amazon. Ribuan netizen Indonesia mulai memenuhi kolom ulasan Google Maps Hutan Amazon dengan komentar-komentar bernada sindiran lucu namun tajam.
Ulasan Lucu-Lucuan dari Netizen Indonesia
Sejak beberapa hari lalu, ulasan-ulasan unik mulai membanjiri halaman Google Maps Hutan Amazon. Meski disampaikan dalam bentuk candaan, tetapi pesan balasan dari netizen Indonesia cukup jelas tersampaikan.
Beberapa ulasan seperti:
"Banyak nyamuk nggak ada nasi Padang daunnya kurang kerasa," tulis akun @sui***i.
Ada juga yang menyampaikan keluhan khas anak muda Indonesia, "Sayang banget jauh-jauh pergi ke situ ternyata tidak jual tahu bulat," ujar akun @mr***e.
Sementara itu, akun @sh***w menulis dengan nada ancaman santai: "Di Amazon banyak anakonda dan siluman ular. Jangan ke sini."
Ungkapan-ungkapan ini menjadi viral di media sosial, terutama di Twitter dan Instagram, serta turut memicu gelombang solidaritas dari netizen lain untuk ikut memberikan ulasan serupa.
Meskipun Diserbu Rating Negatif, Amazon Masih Bertahan dengan Skor Tinggi
Meskipun tengah dibanjiri ribuan ulasan negatif dari netizen Indonesia, faktanya hutan hujan terbesar di dunia ini masih memiliki rating yang relatif baik di Google Maps. Hingga artikel ini ditulis, Hutan Amazon mencatatkan skor rata-rata 4,0 dari 12.531 ulasan yang telah dimuat.
Rating ini tentunya didominasi oleh ulasan positif dari pengunjung internasional yang datang langsung ke lokasi, termasuk para peneliti, fotografer alam, serta pecinta lingkungan dari berbagai negara.
Namun, jumlah ulasan buruk dari Indonesia terus meningkat, dan hal ini mulai mendapatkan perhatian dari kalangan pariwisata kedua negara.
Ancaman bagi Citra Pariwisata Nasional?
Perseteruan virtual ini berpotensi menimbulkan dampak yang lebih luas, terutama bagi citra pariwisata kedua negara. Bila tidak dikendalikan dengan bijaksana, aksi "perang rating" ini bisa merugikan upaya promosi wisata yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
Gunung Rinjani, misalnya, merupakan salah satu destinasi hiking paling populer di Asia Tenggara. Selain keindahan alamnya, konsep wisata trekking yang ramah dan terorganisir membuat banyak wisatawan mancanegara tertarik berkunjung.
Demikian pula dengan Hutan Amazon, yang merupakan warisan alam dunia yang dilindungi UNESCO. Selain sebagai tujuan ekowisata, Amazon juga menjadi pusat riset ilmiah dan pelestarian biodiversitas global.
Jika perseteruan ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin akan timbul persepsi negatif yang bisa mengurangi minat wisatawan asing untuk datang ke kedua tempat tersebut.
Harapan akan Solidaritas Digital yang Lebih Dewasa
Kejadian ini menjadi refleksi betapa kuatnya pengaruh media sosial dan platform digital seperti Google Maps dalam membentuk opini publik global. Namun, penting juga bagi netizen untuk menggunakan sarana ini dengan lebih bijak dan dewasa.
Alih-alih terjebak dalam siklus balas dendam, masyarakat digital dapat memanfaatkan ruang online untuk membangun dialog, saling memahami, dan menjembatani perbedaan budaya.
Kepada pihak berwenang di kedua negara, baik Kementerian Pariwisata Indonesia maupun instansi pariwisata Brasil, momen ini bisa menjadi pembelajaran untuk meningkatkan sistem darurat di destinasi wisata alam, serta melakukan edukasi kepada wisatawan tentang protokol keselamatan saat berwisata di area rawan.