Mengapa Bumi Terasa Sangat Panas Saat Berada di Titik Terjauh dari Matahari? Ini Jawabannya!

bumi-pixabay-
Mengapa Bumi Terasa Sangat Panas Saat Berada di Titik Terjauh dari Matahari? Ini Jawabannya!
Pernahkah Anda merasa heran, mengapa cuaca terasa begitu panas meskipun Bumi sedang berada di titik paling jauh dari matahari? Fenomena alam ini dikenal dengan istilah aphelion , dan mungkin cukup mengejutkan bagi banyak orang karena suhu bumi justru bisa meningkat saat kondisi seperti ini terjadi.
Setiap tahun, sekitar awal bulan Juli, Bumi mencapai titik aphelion dalam orbitnya yang berbentuk elips mengelilingi matahari. Pada titik ini, jarak antara Bumi dan matahari mencapai sekitar 152 juta kilometer — lebih jauh dari rata-rata jarak normal sebesar 149,6 juta kilometer. Meski demikian, suhu permukaan bumi tetap saja terasa sangat panas, bahkan di beberapa wilayah dunia mencatat rekor tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Mengapa Suhu Tetap Tinggi Saat Aphelion?
Fakta ilmiah menyebutkan bahwa intensitas panas yang kita rasakan tidak sepenuhnya bergantung pada jarak Bumi ke matahari. Faktor utama yang memengaruhi perubahan suhu adalah kemiringan sumbu rotasi Bumi dan distribusi daratan serta lautan.
Bumi memiliki kemiringan sumbu sekitar 23,5 derajat. Kemiringan inilah yang menjadi penyebab adanya musim di berbagai belahan dunia. Saat ini, misalnya, belahan Bumi utara sedang mengalami musim panas. Di sana, sinar matahari mengenai permukaan dengan sudut yang lebih tegak, sehingga energi yang diterima lebih besar meskipun secara keseluruhan intensitas radiasi matahari sedikit berkurang karena aphelion.
Sementara itu, di wilayah seperti Indonesia yang beriklim tropis dan tidak mengenal musim panas secara astronomis, kenaikan suhu juga bisa dirasakan. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor lokal seperti pola angin muson, efek urban heat island di perkotaan, dan yang paling signifikan adalah pemanasan global akibat aktivitas manusia.
Aphelion: Fenomena Rutin yang Menarik untuk Diamati
Meski seringkali dikaitkan dengan perubahan iklim ekstrem, fenomena aphelion sebenarnya hanyalah bagian dari siklus alami peredaran Bumi mengelilingi matahari. Aphelion terjadi setiap tahun, biasanya antara tanggal 4 hingga 6 Juli, dan tidak memiliki dampak langsung yang signifikan terhadap cuaca atau iklim global.
Perbedaan jarak antara aphelion dan perihelion (titik terdekat Bumi ke matahari) hanya sekitar 3 persen, sehingga penurunan intensitas cahaya matahari yang diterima Bumi pun tidak cukup besar untuk memengaruhi suhu secara drastis.
Yang unik, justru aphelion memberikan peluang langka bagi para penggemar astronomi untuk menikmati langit malam yang indah. Bulan tampak lebih terang dan konstelasi bintang musim panas seperti Lyra, Cygnus, dan Aquila dapat diamati dengan jelas dari belahan Bumi utara.
Salah Kaprah Media tentang Aphelion
Beberapa waktu terakhir, media massa dan platform digital ramai membahas fenomena aphelion. Sayangnya, tidak semua informasi yang tersaji benar. Banyak yang salah kaprah mengira aphelion sebagai penyebab cuaca panas yang ekstrem. Padahal, seperti dilansir oleh CNN dan Space.com, kenaikan suhu global lebih dipengaruhi oleh emisi gas rumah kaca, deforestasi, dan pola hidup tidak ramah lingkungan.
Aphelion sendiri bukanlah ancaman bagi kehidupan di Bumi. Ia adalah momen alami yang seharusnya mengundang rasa takjub akan kompleksitas tata surya dan gerak planet-planet di dalamnya.