Tarian Anak di Pacu Jalur Viral, Malaysia Klaim Budaya Riau? Netizen Geram: Kebiasaan Tetangga!

Dikha-Instagram-
Tarian Anak di Pacu Jalur Viral, Malaysia Klaim Budaya Riau? Netizen Geram: Kebiasaan Tetangga!
Baru-baru ini, tradisi budaya unik dari Provinsi Riau kembali mencuri perhatian publik. Sebuah video yang menampilkan aksi seorang anak kecil sedang menari lincah di ujung sebuah perahu panjang viral di media sosial. Tarian itu merupakan bagian integral dari ajang tahunan Pacu Jalur , sebuah festival lomba perahu tradisional yang digelar di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau.
Namun sayangnya, sorotan positif terhadap tradisi lokal ini tidak berlangsung mulus. Setelah videonya menyebar luas hingga ke mancanegara, muncul klaim dari sejumlah pihak di luar negeri, termasuk dari Malaysia, yang menyatakan bahwa Pacu Jalur adalah bagian dari warisan budaya mereka. Klaim tersebut langsung memicu reaksi keras dari masyarakat Indonesia, khususnya warga Riau dan para netizen yang merasa tersinggung atas upaya klaim budaya tersebut.
Aksi Togak Luan Jadi Sorotan Dunia
Dalam video yang menjadi viral, tampak seorang anak kecil tengah melakukan tarian energik di ujung perahu yang melaju cepat di atas aliran Sungai Kuantan. Anak ini dikenal sebagai Togak Luan , simbol semangat juang dan pertanda baik bagi tim jalur (perahu) yang akan bertanding. Togak Luan biasanya dipilih dari kalangan anak-anak yang dinilai memiliki jiwa kepemimpinan dan ketangkasan tinggi.
Aksinya yang penuh percaya diri, dengan latar sungai dan riuh tepuk tangan penonton, membuat banyak orang takjub. Video tersebut pun mendadak jadi bahan pembicaraan di platform seperti TikTok, Instagram, hingga Twitter/X. Sayangnya, popularitas internasional ini juga membuka pintu bagi klaim budaya yang tidak mengenakkan.
Dinas Pariwisata Riau Tegas: Pacu Jalur Milik Indonesia!
Menyikapi kontroversi yang berkembang, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Roni Rakhmat , angkat suara. Ia menegaskan bahwa Pacu Jalur adalah warisan budaya asli bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Melayu di wilayah Kuantan Singingi.
“Pacu Jalur adalah budaya Riau. Ini bukan hasil serapan atau adaptasi dari negara tetangga,” ujar Roni saat memberikan keterangan resmi pada Jumat (4/7/2025).
Ia juga menjelaskan bahwa pihaknya saat ini tengah bersiap untuk mengajukan tradisi Pacu Jalur sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO . Langkah ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan dan pengakuan internasional terhadap kekayaan budaya lokal Indonesia.
Roni menambahkan bahwa meskipun ada kemiripan budaya antara Riau dan Malaysia karena hubungan etnis dan sejarah yang erat, hal itu tidak bisa dijadikan dasar untuk mengklaim bahwa Pacu Jalur berasal dari Malaysia. “Perlu edukasi lintas negara tentang sejarah dan nilai-nilai budaya kita,” tandasnya.
Polemik Klaim Budaya: Ulangi Riwayat Lama?
Respons dari netizen Indonesia cukup beragam, namun mayoritas mengecam keras klaim tersebut. Banyak yang merasa kesal dan geram, bahkan menyindir dengan komentar pedas di kolom media sosial.
“Kebiasaan,” tulis akun @rioa***, singkat namun menyiratkan nada sinis.
Akun lain, @srin***, turut menyuarakan rasa tidak setujunya. “Gercep banget tetangga sebelah kalau soal klaim-mengklaim.”
Sementara itu, akun @tam*** mengingatkan akan deretan budaya Indonesia yang sebelumnya pernah diklaim oleh negara tetangga, seperti batik, rendang, angklung, dan beberapa tradisi daerah lainnya.
“Selalu saja semua tradisi diklaim berasal dari Malaysia. Selama ini ke mana? Setelah viral baru ribut…” tulis akun @lins***.
Tradisi Pacu Jalur: Lebih dari Sekadar Lomba Perahu
Pacu Jalur bukan hanya sekadar atraksi wisata atau lomba olahraga air. Tradisi ini sarat makna, mengandung nilai-nilai sejarah, kebersamaan, persaudaraan, serta identitas budaya masyarakat Melayu di Riau.
Setiap tahun, acara puncak Pacu Jalur digelar di Sungai Kuantan, biasanya pada tanggal 20–25 Agustus. Ribuan penonton dari dalam maupun luar daerah datang memadati lokasi untuk menyaksikan langsung perahu-perahu kayu tradisional yang melaju dengan kecepatan tinggi, sambil diiringi irama gendang dan yel-yel semangat dari pendukung masing-masing tim.
Di balik gemerlap festival ini, terdapat proses ritual adat, pemilihan Togak Luan, hingga doa-doa yang dipercaya dapat memberikan keberuntungan kepada tim. Semua elemen ini menjadikan Pacu Jalur lebih dari sekadar perlombaan—ini adalah ekspresi jiwa dan semangat masyarakat Kuansing.
Pentingnya Pelestarian dan Promosi Budaya Lokal
Kasus klaim budaya terhadap Pacu Jalur sekali lagi menjadi pengingat pentingnya pelestarian dan promosi budaya lokal secara masif. Di era globalisasi seperti sekarang, informasi menyebar begitu cepat, dan tanpa edukasi yang tepat, mudah bagi pihak luar untuk salah kaprah atau bahkan dengan sengaja mengklaim sesuatu yang bukan miliknya.
Pemerintah daerah dan pusat harus bekerja sama untuk memastikan bahwa narasi-narasi autentik tentang budaya Indonesia didengar dan diterima secara global. Hal ini bisa dilakukan melalui dokumentasi lengkap, promosi internasional, hingga pendaftaran ke badan-badan dunia seperti UNESCO.
Baca juga: Bolehkah Membuat Surat Keterangan Sehat di Puskesmas untuk PPPK Kejaksaan 2025? Simak Penjelasannya