Profil Tampang FA Karyawan PT Sungai Budi Jember yang Ditemukan Meninggal Dunia di Mess, Diduga Akibat Dituduh Mencuri Tepung Rose Brand: Umur, Agama dan Akun IG

ilustrasi-pixabay-
Profil Tampang FA Karyawan PT Sungai Budi Jember yang Ditemukan Meninggal Dunia di Mess, Diduga Akibat Dituduh Mencuri Tepung Rose Brand: Umur, Agama dan Akun IG
Tragedi di Mess PT Sungai Budi Jember: Karyawan Inisial FA Ditemukan Meninggal dengan Leher Terlilit Tali, Diduga Bunuh Diri Usai Dikurung karena Dituduh Curi Tepung Rose Brand
Dunia ketenagakerjaan di Kabupaten Jember diguncang kabar duka mendalam setelah seorang karyawan PT Sungai Budi, perusahaan produsen tepung terigu merek Rose Brand, ditemukan meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan di kamar mess perusahaan. Korban, yang hanya diketahui inisialnya FA, diduga mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri, setelah sempat dikurung selama beberapa hari karena dituduh terlibat dalam kasus hilangnya produk perusahaan.
Peristiwa tragis ini terjadi pada Jumat, 22 Agustus 2025, di mess karyawan yang berlokasi di Jalan Yos Sudarso Nomor 58, Lingkungan Sumber Ketangi, Kelurahan Wirolegi, Kecamatan Sumbersari, Jember. Kabar kematian FA sontak mengguncang keluarga dan rekan-rekan kerjanya, terlebih ketika informasi yang diterima menunjukkan adanya dugaan pelanggaran hak asasi pekerja yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.
Keluarga Kaget, Pintu Kamar Terkunci dari Dalam
Cerita bermula saat keluarga FA menerima kabar mendadak dari pihak perusahaan bahwa sang anak telah meninggal dunia di mess tempatnya tinggal. Tanpa menunggu lama, pihak keluarga langsung bergegas menuju lokasi untuk memastikan kebenaran informasi tersebut.
Namun, saat tiba di mess, mereka dihadapkan pada pemandangan yang menegangkan. Pintu kamar FA dalam keadaan terkunci dari dalam, tidak ada respons meski dipanggil berulang kali. Karena merasa curiga dan khawatir, pihak keluarga bersama petugas keamanan mess akhirnya memutuskan membuka paksa pintu dengan cara memecahkan kaca samping pintu.
Di dalam kamar, FA ditemukan sudah tidak bernyawa. Tubuhnya tergantung dengan leher terlilit tali yang diikat pada tiang atas ventilasi kamar. Kondisi korban langsung membuat suasana di lokasi menjadi histeris. Keluarga pun langsung mempertanyakan kronologi kejadian serta perlakuan yang dialami FA sebelum ajal menjemput.
Diduga Dikurung karena Dituduh Curi Produk Perusahaan
Dari keterangan yang berhasil dihimpun, sebelum ditemukan tewas, FA diduga sedang menghadapi masalah internal dengan manajemen perusahaan. Ia dituduh terlibat dalam kasus hilangnya stok tepung merek Rose Brand yang merupakan produk unggulan PT Sungai Budi.
Alih-alih menyerahkan kasus ini ke prosedur hukum yang berlaku, pihak perusahaan diduga mengambil tindakan ekstrem dengan mengurung FA di dalam mess selama beberapa hari. Selama masa itu, korban tidak diperbolehkan keluar dari area mess, bahkan tanpa akses komunikasi bebas dengan keluarga atau pihak luar.
“Kami mendengar dari teman-teman kerjanya bahwa FA sempat dikunci di kamar. Katanya karena dituduh mencuri tepung. Tapi sampai kapan pun, manusia tidak boleh diperlakukan seperti tahanan, apalagi kalau tuduhannya belum terbukti,” ujar salah satu anggota keluarga korban yang enggan disebutkan namanya.
Perlakuan ini menimbulkan kecurigaan kuat bahwa FA mengalami tekanan psikologis yang berat. Kombinasi antara isolasi sosial, rasa malu, dan ketakutan akan konsekuensi hukum atau pemecatan diperkirakan menjadi pemicu utama korban mengambil keputusan tragis tersebut.
Dugaan Pelanggaran HAM dan Prosedur Ketenagakerjaan
Insiden ini langsung memicu sorotan publik, terutama dari kalangan aktivis buruh dan pegiat hak asasi manusia (HAM). Mereka menilai bahwa tindakan perusahaan terhadap FA jelas melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, khususnya Pasal 87 yang menjamin hak pekerja untuk diperlakukan secara manusiawi dan tidak didiskriminasi.
“Mengurung karyawan, apalagi tanpa bukti kuat, adalah bentuk penyekapan ilegal. Ini bukan soal disiplin kerja, tapi soal pelanggaran hak dasar manusia,” tegas Rudi Hartono, pengamat ketenagakerjaan dari Jember Institute for Labor and Social Studies (JILSS).
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa setiap pelanggaran aturan perusahaan harus ditangani melalui prosedur hukum yang adil, bukan dengan tindakan sewenang-wenang yang berpotensi merusak mental pekerja.
Polisi Olah TKP, Jenazah Dibawa ke RS untuk Autopsi
Menyikapi laporan dari keluarga, aparat kepolisian dari Polsek Sumbersari segera turun ke lokasi. Tim Inafis Polres Jember juga diterjunkan untuk melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) secara menyeluruh.
Petugas mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk tali yang digunakan, kondisi kamar, dan rekaman CCTV dari area mess. Hasil awal menunjukkan tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik atau perlawanan, sehingga kemungkinan besar kematian FA terjadi akibat bunuh diri.
Namun, demi memastikan tidak ada unsur pidana lain, jenazah korban dibawa ke Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember untuk menjalani pemeriksaan medis lebih lanjut, termasuk autopsi dan uji toksikologi.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian masih terus mengumpulkan keterangan dari saksi-saksi, termasuk rekan kerja korban, petugas keamanan mess, dan manajemen PT Sungai Budi. Belum ada keterangan resmi dari perusahaan terkait dugaan pengurungan atau prosedur penanganan kasus kehilangan produk tersebut.
PT Sungai Budi Belum Angkat Bicara, Publik Menuntut Transparansi
Sejauh ini, manajemen PT Sungai Budi belum memberikan pernyataan resmi kepada media. Upaya konfirmasi melalui saluran komunikasi resmi perusahaan belum mendapat respons. Hal ini memperkeruh suasana dan memicu spekulasi di kalangan masyarakat.
Netizen di media sosial ramai membahas kasus ini dengan tagar #JusticeForFA dan #StopAbuseWorkers. Banyak yang menuntut transparansi dari perusahaan serta pertanggungjawaban hukum jika terbukti ada pelanggaran prosedur.
“Perusahaan besar seperti Rose Brand harusnya jadi contoh baik dalam perlakuan terhadap pekerja. Bukan malah jadi tempat eksploitasi dan intimidasi,” tulis seorang netizen di akun Twitter @JemberPeduli.
Mengingat Pentingnya Kesehatan Mental Pekerja
Tragedi ini juga membuka mata publik tentang pentingnya kesehatan mental di lingkungan kerja. Tekanan kerja, ancaman pemecatan, dan stigma sosial bisa menjadi pemicu gangguan jiwa yang serius jika tidak ditangani dengan baik.
Menurut data dari Kementerian Ketenagakerjaan, kasus bunuh diri di kalangan pekerja meningkat 18% dalam lima tahun terakhir, dengan mayoritas korban berasal dari sektor manufaktur dan perkebunan—sektor yang sering kali memiliki jam kerja panjang dan pengawasan ketat.
Psikolog klinis dari Universitas Jember, dr. Rina Wijayanti, M.Psi., mengingatkan bahwa perusahaan wajib menyediakan layanan konseling atau employee assistance program (EAP) untuk membantu pekerja mengatasi stres.
“Tidak ada yang kebal terhadap tekanan. Bahkan orang yang terlihat kuat bisa runtuh jika terus-menerus dimarahi, diisolasi, atau dihakimi tanpa proses yang adil,” katanya.
Pesan Kemanusiaan: Jangan Pernah Remehkan Tekanan Batin
Kasus FA mengingatkan kita semua bahwa di balik seragam kerja dan rutinitas harian, ada manusia dengan perasaan, harapan, dan batas emosional. Tindakan ekstrem seperti bunuh diri bukanlah tanda kelemahan, melainkan hasil dari penderitaan yang terlalu lama didiamkan.
Bagi Anda atau orang terdekat yang sedang mengalami tekanan berat, stres, depresi, atau bahkan muncul keinginan untuk mengakhiri hidup, penting untuk segera mencari bantuan. Bicaralah dengan orang yang dipercaya, hubungi layanan konseling, atau kunjungi fasilitas kesehatan terdekat.